Laman

Senin, 30 Desember 2013

KATA BIJAK

……ketika sejuta kenangan di nobatkan menjadi sejarah, lantas di banggakan. Lalui cerita satu persatu, kebanyakan dari hari kehari tetap di menumpuk. Kadang, diri dibuat mekar menyerupai mawar merah dan anggrek biru. Jiwa dan emosi bergelora dalam langit popularitas. Lupa andai jatuh dan kematian itu kapan saja ada tanpa duga. Ini tampilan cerita sama-sama dari kemegahan masa lalu. Kini, semua bangga pada sejarah-nya. Dan tentu, kehidupan tak sekedar berujung gila dalam kebanggaan semu…(Kamaruddin Salim)

DI KALA SUBUH



Subuh sebentar lagi
Samar suara azan member tanda dari balik perkampungan
Laju kendaraan yang kutumpangi malam ini sangat cepat
Berpacu dengan waktu, seketika kami manjakan mata
Malam yang berlalu sama sekali, bukanlah penghalang untuk suatu ketenangan
Lalu alur waktu terus beralih angka
Ragam salam dari kerabat dikhususkan buatku
Selamat ulang tahun kawan, semoga panjang umur dan bahagia selalu
Petikan salam itu menyadarkanku, kini usiaku mulai menua
Ya, ualng tahunku yang sama dihari yang berbeda
Kini, aku telah dewasa dan sedikit mengerti seninya menjalani kehidupan
Tentu, kebahagiaan bentukan dari perasaan yang diam
Aku, bangga pada kehidupan dalam kuasa Tuhan Yang Esa
Keberadaanku di luangkan dari lalu menuju kemudian
Ruang kehidupan tentu setapak tak berujung
Sejenak ingatanku melukiskan wajah ayah yang mulai samar-samar
Dialah sang guru kehidupan terbaikku
Aku meyakini, dia telah bersanda gurau diantara para malaikat
Kemarin, ibunda menitip sebait nasihat yang indah
Anakku sayang,kami kan selalu hidup dalam getaran jiwamu
Kami tak sedikit jua bergeser dari semangat baktimu
Fajar mulai menyisir sisa-sisa kegelapan
Sebentar lagi Salatiga, menyambut hadirku
Hari mulai berubah situasi, dan aku tersenyum khusus untukmu
Kehadiranku untuk membuktikan risalah sejarah hidup
Dan untuk kita kisah ini tertulis sudah

Kamaruddin Salim
Salatiga, Sabtu,21 Desember 2013
Pukul, 06.00. WIB

  

Minggu, 29 Desember 2013

21-12-2012 (ulang tahunku)


Jum’at pagi ini..
21-12-2012, berawal dari angkka 2
Matahari perlahan menyapa alam
Riuh kehidupan mengekspersikan wujudnya
Laju waktu tentu tak berpaling mundur
21-12-2012, ini momentum sejarah ego
Pribadiku merasakannya
Bahagia dari hari yang kembali terkenangkan
Ada ragam salam dan do’a
Ada pula sanjungan berbuah motivasi
Harapannya, kali terakhir menyepi bagai sufi
Lusa, aku akan katakan pada dunia, kini waktu telah berubah
Dan aku akan menyertai sang kekasih demi mengukir kehidupan
Tak semata hari ini, namun kedepan yang tak terjamah logika

UNAS, 21 Desember 2012
Kamaruddin Salim
Pukul, 15.50 WIB


SEBAIT SAJAK

Bagai hembusan angin sepi-sepi menyapa sunyi
Kelopak bunga perlahan mengembang menyapa kupu-kupu beterbangan diantara taman
Udara pagi menyelimuti sejuta umat yang terbaring kesenyapan
Bersama hening pagi ku mengitari pekarangan yang kering dari kemarau
Tak berapa lama hujan tak memanggilku dari kesejukannya
Ya, dunia tak selamanya baik untuk di hayati
Sebaik sajak yang ku tulispun tak selalu menyatu dalam harmoni kesehajaaan
Memang, kegundahan hati tidak selalu buruk untuk di tuliskan
Ragam keindahan di tafsirkan dalam kata yang suci
Sebentar lagi pagi memaksa untuk berlari menembus batas ruang
Matahari menyuguhkan kehidupan yang berulang-ulang
Dan kita patut mensyukurinya
Dan sebait sajak ini ku persembahkan untuk sang pencipta yang menghidupi alam semesta

Karya: kamaruddin Salim
UNAS Jakarta, 4 September 2012





RUANG KELAS


Ruang kelasku pagi ini
Ramai dalam ruang baru yang tak dihayalkan sebelumnya
Sejarah awal mengenal ilmu pengetahuan formal
Semangatku beradu dalam semangat anak-anak se-usia
Aku teramat bahagia kawan
Satu persatu berbaris dalam kelompok kelas yang sudah lazim ada
Rasa malu membaur antara ingin tahu dan tagisan
Semua menyerupai dunia asing yang menghadirkan tanda tanya
Pintu telah terbuka, seorang wanita separuh baya itu tersenyum manis
Dalam sastra lisan nan lembut dia menyapa kami
Apa kabar anak-anak? Kami berseru, baik ibu guru
Kehidupan ditaklukan dalam semangat berkhayal yang tinggi
Gantungkan cita-cita kalian setinggi langit, Sang Guru itu berkata
Ruang kelas terasa asing bagi ku kawan
Hari ini pula, aku merasa terpisah jauh dari pelukan sang bunda
Raung baru yang menyedot rasa bosan menggila
Kamu duduk sendiri bagai seorang tawanan perang
Seluruh isi kepalamu bongkar perlahan
Paham budaya hidupmu sama sekali tak berguna kawan
Ragam ilmu pasti satu persatu menghantui akalmu
Telinga dan matamumu di haruskan terus terjaga
Sang Guru itu memperkenalkan diri, nama ibu, SALMA
Dia serupa ibu tercintaku kawan, mereka sosok perempuan yang tangguh
Kelasku, berbeda dengan ruang makan di rumah. Tidak ada meja makan dan perabot rumah tangga
Kelasku penuh perabotan yang pertama kali terlihat
Ada replica tengkorak manusia, gambar para pahlawan dan juga peta Indonesia
Aku mencintai kehidupan baruku kawan
Semua sejarah tertulis di ruang kelas yang selalu asing dari generasi ke generasi
Terima kasihku padmu Sang Guru

Kamaruddin Salim
UNAS, 11 Maret 2013

Pukul, 19. 45 WIB

RIWAYAT KEMATIAN

Teror pembangunan menghantui bumi Afrika
Dari Cape Town menuju Somalia yang sekarat
Bangsa kulit putih mengkapling tanah perkebunan atas nama moderniasi
Berabad-abad dalam dahaga yang menggila
Oh, bumi Afrika kaya raya, disihir jadi bangsa pengemis
Riwayat kematian menggema seantero bumi dalam program pengentasan kemiskinan
Afrika kehilangan peradaban kebangsaan, kini larut dalam derita nestapa
Mereka bukanlah pribumi yang bebas merdeka layaknya bangsa Barat
yang maju ekonomi dan mempunyai hak veto di PBB
Potret nestapa nasip tuan tanah melarat di tanah airnya sendiri
Mengisyaratkan kita pada nasehat Sutan Takdir, tuan tanah akan menjadi paria di bangsanya sendiri
Kawan, bangsa Afrika  serupa binatang langka melawan kepunahan
Kawan, lihatlah penderitaan mereka, tentu kita hanya larut dalam duka
Tak layak diungkapkan dalam kata, setidaknya kita masih mempunyai rasa
Negara terkebelakang itulah buah karya dunia Barat untuk Afrika, Asia dan Amerika Latin
Kawan, tak ada keinginan menyeret jiwamu masuk oase Benua Afrika
Aku, tak ubahnya para kritikus sastra yang menyoal ketidakadilan
Tak ada harapan meraih pusaka nobel dan sanjungan sang maestro
Kawan, paham rasialisme tumbuh subur antara kulit hitam dan putih
Setidaknya Mandela dan Kadafi membuka pustaka baru dalam sejarah dunia
Diskriminasi adalah prinsip haram perlu di basmi dalam ruang politik global
Di mana, perang saudara demi segelas air susu dan hak suara di parlemen dipertaruhkan
Kawan, KTT Non Blok kehilangan ruh dari semangat rasa bersatu
Ya, Soekarno, Bhutto, Jinnah, Nasser dan Nehru kehilangan suara di bumi Asia-Afrika
Semangat mereka menyatu dengan Mumi Fir’aun yang melawan kuasa Tuhan
Kawan, sejarah kita dan Afrika setali mata uang kemiskinan
Merdekalah jiwa-jiwa yang damai
Selamat Jalan Mandela

Kamaruddin Salim
15 Desember 2013
Pukul: 12.30. WIB


Senin, 16 Desember 2013

SEMANGAT BUDAYA SUTAN TAKDIR ALISJAHBANA

                    SEMANGAT BUDAYA SUTAN TAKDIR ALISJAHBANA

                                            Oleh: Kamaruddin Salim


Menulis kisah pribadi ataupun pokok-pokok pemikiran Sutan Takdir  AliSjahbana, berkaitan dengan budaya, filsafat maupun Antropologi tidaklah cukup. Karena semasa hidupnya STA telah banyak melahirkan karya saStra, budaya serta istilah bahasa Indonesia. Sang Pujangga ini menuai banyak perdebatan kritis dan kritik  sampai  saat ini. Namun, sumbangan utamanya sebetulnya bukan hanya dalam bidang sastra, melainkan dalam bidang bahasa dan kebudayaan. Ia memodernisasikan bahasa Indonesia sehingga dapat menjadi bahasa nasional negara modern yang merdeka yang ikut mempersatukan Nusantara. Bahkan Prof. Dr, Frans Magnis Suseno, mengaku banyak mendapat inspirasi dari STA.
Dari sekian banyak hasil karyanya STA menjadi seorang sosok sastrawan tangguh yang mampu menggeser masa Tradisional menuju zaman modern. Zaman yang dimana semua manusia mengandalkan akal dan pemikirannya untuk berkarya serta berkreatifitas demi masa depan. STA sendiri menginginkan bangsanya agar selalu belajar dari Negara lain. Disamping itu STA sendiri bukanlah seorang relativis atau seorang skeptis. Sesungguhnya sesorang rasionalis dapat menjadi skptisis, hal ini terbukti dimana STA berani berpolemik dengan sekian banyak tokoh dan sastrawan di nagara ini.
Hal itu berkaitan dengan prinsip STA tentang semangat untuk bangkit dari keterpurukan, bangsa Indonesia perlu belajar dari bangsa barat. Apa yang terlontar dari perkataan STA tak hanya sebatas guyonan semata. Tetapi di buktikan dengan hasil yang praktis dan objektif. Karena kondisi yang pragmatis perlu di dorong dengan semangat baru yang revolusioner serta prinsip yang kritis. Pembuktian STA tak hanya sebatas melahirkan karya maupun mengikuti seminar Filsafat atau budaya di luar negeri tetapi STA mampu mewujudkan perkataannya itu dengan mendirikan Yayasan memajukan Ilmu dan Kebudayaan, dulunya dikenal dengan nama PMIK (Perkoempoelan Memadjoekan Ilmoe dan Koeboedajaan )dan Kampus Universitas Nasional Jakarta. Yang pada perkembangannya masih berjalan hingga sekarang.
STA juga adalah seorang pencetus Polemik Kebudayaan yang menjadi pembicaraan hangat pada tahun 1930-an. Melalui Polemik Kebudayaan STA berusaha menemukan jati diri bangsa dan membimbing pembentukan kebudayaan baru, yang dapat menjadi pemersatu penduduk Nusantara. Karena dari polemik kebudayaan tersebut mengundang banyak perdebatan kritis dalam bidang kebudayaan dan filsafat. Perdebatan kritis tentang kebudayaan baru tersebut mendorong STA semangat untuk memajukan kebudayaan Indonesia. Namun demikian pribadi STA tetap menjadi sosok yang demokrat yang tidak hanya memancing pandangan yang berbeda-beda, tetapi juga menyediakan wadah untuk mengekspresikannya melalui majalah Pudjangga Baru.
Sejarah telah membuktikan bahwa sepanjang hidupnya, STA tidak pernah berhenti dalam menyampaikan pandangannya mengenai masyarakat dan kebudayaan. Keseriusan STA untuk memajukan kebudayaan dan masyarakat tersebut merupakan visi utama STA. pada proses realisasi gagasan serta pemikirannya. Ketika tahun 1969, STA diangkat sebagai ketua Akademi Jakarta oleh Gubernur Ali Sadikin. Dengan pengangkatan dirinya sebagai  ketua DKJ, STA mengajak para seniman dan sastrawan untuk melakukan kegiatan yang bertujuan untuk memajukan kebudayaan Indonesia selain itu  STA juga mendirikan Balai Seni di Desa Truyan dekat danau Toyabungkah,Bali, sebagai bentuk keseriusannya membangun kebudayaan Indonesia.
Keseriusan STA membangkitkan semangat kebudayaan Indonesia Baru tercermin dari ucapannya; Wahai apabila datang masanya kebudayaan Indonesia tumbuh rimbun dan dashyat sebagai pohon beringin. Beribu akarnya menyalami bumi dan dibawah lindungannya bangsa Indonesia hidup jaya dan bahagia. Pemaknaan dari apa yang di sampaikan STA tersebut adalah Cita-cita STA untuk melihat perkembangan Indonesia kearah yang lebih maju. Dimana STA melihat bahwa keperluan dunia terhadap perubahan adalah bukan lagi kembali pada masa lampau, tetapi lebih terfokus pada masa yang akan datang. Karena dunia menyimpan unsur-unsur baru dan membung unsur-unsur lama. Unsure-unsur baru tersebut adalah sifat kemoderenan.
Pengecapan STA lebih kebarat-baratan adalah satu sikap yang keliru, sebab keinginan STA untuk Bangsa Indonesia agar belajar ke Barat bukan berarti secara pribadi STA berubah wujud menjadi orang barat. Karena sampai akhir hayatnya STA tetap menjadi sosok Sastrawan yang lebih mencintai Indonesia. Walaupun pada masa Orde baru STA sempat terkatung-katung hidupnya karena di kucilkan pemerintah sehingga mengasingkan dieinya Ke Malaysia dan beberapa Negara lain. Tetapi kecintaan terhadap Indonesia tidak perlu di ragukan.
Banyak hal yang membuktikan rasa cinta terhadap Ibu Pertiwi. Semenjak menjadi Rektor Universitas Nasional Jakarta, STA menunjukkan kecintaannya terhadap Indonesia. Lewat Unas, STA memposisikan Kampus ini sebagai barometer perjuangan serta menyediakan pendidikan murah untuk masyarakat yang tidak mampu. Disamping itu, STA pernah bercita-cita untuk menyekolahkan sebanyak mungkin putra Indonesia ke luar negeri. Namun hal itu belum terterealisasi sepenuhnya sampai akhir hayatnya pada Minggu, 17 Juli 1994, pada pukul 6.45 WIB, di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita Jakarta, STA meninggal dunia dalam usia 86 tahun. Keseriusan STA untuk membangun kebudayaan baru tersebut, mendorong kita untuk tetap menjadi generasi Dian Tak Pernah Kunjung Padam kedepan. Selamat jalan Sang Pahlawan Kebudayaan!!!

Jumat, 13 Desember 2013

LEBIH JAUH DENGAN Professor Johan Galtung



LEBIH JAUH DENGAN
Professor Johan Galtung



            SELAMA empat hari pada akhir bulan Oktober lalu, Professor Johan Galtung (72) berada di Jakarta atas undangan Forum Asia dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI). Penganjur Jurnalisme Perdamaian yang meyakini etika politik non-kekerasan Gandhi ini diminta menjadi narasumber dalam lokakarya mengenai penanganan konflik sosial. Pesertanya para aktivis resolusi konflik sejumlah negara di Asia Tenggara dan dari berbagai wilayah konflik di Indonesia.
Di tengah acara yang padat dan melelahkan, Galtung tidak kehilangan antusiasmenya mendengarkan dan berbagi pengalaman dengan peserta lokakarya. Apa yang ia sampaikan juga sangat menarik, baik materi maupun cara penyampaiannya. Ia menunjukkan kebolehannya bermonolog, menirukan tanya jawab yang pernah dilakukannya dengan seorang jenderal di Indonesia mengenai kasus-kasus kekerasan di berbagai daerah. Begitu persisnya sehingga peserta Indonesia bisa membayangkan siapa jenderal itu. Namun, ketika ditanya siapa jati diri sang jenderal, ia mengatakan, "rahasia, rahasia."
Galtung juga tampak energik. Orasinya di depan jurnalis dan para aktivis organisasi nonpemerintah pada Rabu malam tanggal 31 Oktober, sangat memukau. Berbicara dengan lantang mengecam kebijakan Amerika Serikat (AS) dalam perang melawan terorisme, Galtung "membacakan" isi surat yang dikirimkan kepada Presiden AS, George W Bush, di luar kepala.
Kata Galtung dalam surat itu, serangan teroris terhadap gedung kembar World Trade Center (WTC) di Manhattan, New York, pada tanggal 11 September 2001 merupakan tragedi kemanusiaan yang luar biasa dan tidak bisa diterima. Pelakunya harus ditangkap dan dihukum berat. Namun, Galtung mengingatkan supaya AS mengubah kebijakan luar negerinya; meminta maaf karena sering mencampuri urusan negara lain, melanggar hukum internasional, dan tidak menghormati Islam. Ia juga meminta Bush menarik pasukannya dari Arab Saudi, membatasi akses AS terhadap minyak di negara itu dan mengakui negara Palestina.
"Saya tidak tahu apakah Bush membaca surat itu. Tetapi yang dilakukan Bush justru sebaliknya," ujarnya.
Di antara kesibukannya, Galtung masih melayani wawancara dengan sejumlah jurnalis. Wawancara pertama hanya berlangsung 10 menit. Esoknya, janji wawancara sempat diundur. Wawancara ini dilakukan pada malam terakhirnya di Jakarta. Ia menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan antusias sampai lupa bahwa ia harus bersiap menyampaikan orasi.
BAGAIMANA Anda melihat dunia saat ini?
Dunia saat ini ditandai dengan aliran-aliran fundamentalisme. Ada fundamentalisme agama, apakah itu fundamentalisme Islam, Kristen, Jahudi, atau Hindu. Bahkan, kaum Buddhis pun bisa berbuat kekerasan. Fundamentalisme selalu mendorong munculnya fundamentalisme lainnya. Namun, di luar fundamentalisme agama, ada fundamentalisme pasar, yang ingin memaksakan pasar bebas. Kalau Anda melihat peristiwa 11 September, serangan ke World Trade Center, serangan bom mobil ke Departemen Luar Negeri, saya kira menjadi cukup jelas. Mereka mampu menyerang apa saja. Namun, penyerangan itu pasti terkait dengan globalisasi atau kebijakan luar negeri AS; bukan terhadap demokrasi karena mereka tidak menyerang Gedung Kongres; tidak juga kebudayaan, karena mereka tidak menyerang Lincoln Memorial; juga tidak terkait dengan soal kebebasan karena mereka tidak menyerang Patung Liberty.
Dibandingkan serangan yang pernah dilakukan teroris, terorisme negara yang dilakukan AS jauh lebih berbahaya karena menggabungkan fundamentalisme agama dan fundamentalisme pasar. Serangan AS terhadap Afganistan memenuhi kriteria tindakan teroris. AS memasukkan daftar 60 negara sebagai sasaran perang melawan terorisme dan menyatakan diri berhak melakukan operasi di negara-negara tersebut tanpa memberi tahu pemerintahan negara bersangkutan. Hukum-hukum internasional diabaikan.
Apakah tidak ada cara lain untuk memerangi terorisme selain cara yang ditentukan oleh Washington saat ini?
Sekarang mulai ada perpecahan di antara negara-negara Barat. Ini sedikit mirip dengan tahun-tahun awal perang Vietnam yang pada akhirnya menghentikan peperangan tersebut. Perang Vietnam berhenti terutama karena oposisi dari seluruh dunia.
Saya menduga dalam satu tahun AS akan berhenti dan akan mulai bernegosiasi sebab tidak ada jalan yang bisa ditempuh untuk mengalahkan apa yang mereka sebut teroris. Semakin besar terorisme negara yang dilakukan AS, semakin besar yang memberikan tempat persinggahan bagi para teroris.
Saya tidak heran bila nantinya akan ada impeachment terhadap Bush. Setidaknya ada tiga alasan besar untuk itu. Pertama, ia tidak sepenuhnya dipilih rakyat tetapi ditunjuk oleh pengadilan. Kedua, ia dipilih dalam pemilu yang diorganisasikan dengan melibatkan seorang saudara laki-lakinya. Ketiga, ia terlibat dalam skandal karena pemerintahannya telah mengetahui banyak hal tentang rencana penyerangan 11 September. Bila digabung jadi satu, ada alasan lebih kuat untuk melakukan impeachment terhadap Bush dibandingkan ketika Kongres melakukan impeachment terhadap Clinton karena kasus Monica.
Bila Bush jatuh, pemerintahan penggantinya akan mulai bernegosiasi. Dua hal yang harus dinegosiasikan. Pertama, soal perdagangan bebas. Kedua, soal penghormatan terhadap agama.
Mengapa Anda yakin bahwa perang melawan terorisme yang didominasi oleh kebijakan Washington tidak akan berhasil?

Saya mempunyai alasannya. Saya menghitung serangan 11 September menghabiskan dana sekitar setengah juta dollar AS. Perang di Afganistan menghabiskan dana sekitar 10 milyar dollar AS perbulan. Penembak jitu (sniper) di Washington menembakkan 13 peluru, 10 orang mati. Tiap peluru harganya 20 sen. Jadi hanya dibutuhkan dana sekitar 2,6 dollar AS. Dampaknya, bisnis di daerah tersebut drop 60 persen. Ini menunjukkan betapa murahnya operasi teroris. Sebaliknya, operasi melawan terorisme negara membutuhkan dana yang begitu besar karena harus menggerakkan seluruh mesin negara.
AS memiliki kekuatan luar biasa yang dapat menghancurkan dunia. Sebaliknya juga betapa mudahnya AS diserang. Jika mereka menggunakan kekuatan destruktif, mereka akan mengundang serangan. Sekalipun mereka memiliki kapal-kapal perang, pesawat tempur, dan rudal. Cepat atau lambat mereka akan melakukan negosiasi.
Apakah Anda pernah berbicara dengan pejabat Departemen Luar Negeri AS mengenai soal ini?
Belum, meski saya mengenal sejumlah orang di sana. Namun, saya telah lima kali berbicara mengenai masalah ini di depan publik di Amerika Serikat, dan saya akan kembali ke sana. Mungkin Anda tidak percaya, setiap selesai berpidato di depan 200 sampai 500 orang, mereka memberikan sambutan meriah. Standing ovation.
Mereka mengatakan, "Tuan Galtung, meski kami tidak setuju sepenuhnya dengan analisis Anda tetapi setidaknya ada analisis. Apa yang kami dapatkan dari Washington tanpa analisis sama sekali, selain pernyataan bahwa para pelaku penyerangan itu 'jahat'."
Hal lain yang menjanjikan adalah media. Ada sejumlah media terkenal seperti CNN, ABC, NBC, CBS, Washington Post dan New York Times. Akan tetapi ada banyak media yang lain. Belum lama ini saya diwawancara oleh televisi yang dikelola perusahaan Democracy Now.
Jumlah pemirsanya sekitar empat juta orang, hampir sama dengan populasi di Norwegia. Dari media-media seperti itu Anda mendapatkan informasi yang ada di bawah. Ketika baru-baru ini 200.000 orang melakukan demonstrasi di Washington, itu tidak mungkin berkat CNN atau Washington Post. Itu semua ada di bawah permukaan dan berlipat ganda dengan Internet.
ILMUWAN kelahiran Norwegia dengan karier akademik internasional selama 40 tahun di lima benua-dengan lebih 12 posisi-dan menjadi Visiting Professor lebih dari 30 kali; menulis 70 buku, dan lebih 1.000 monograf yang diterbitkan ini, terkesan bukan tipe orang yang suka menonjolkan diri.
"Diri saya tidak penting," sergahnya, "Yang paling penting adalah bagaimana kita ikut mencari solusi atas berbagai persoalan kemanusiaan yang disebabkan oleh kekerasan dan teror."
Galtung yang pernah dikenal dengan teori dependensi dan teori strukturalisme ini mengembangkan pendekatan baru Ilmu Ekonomi dikaitkan dengan berbagai isu besar seperti perdamaian, pembangunan manusia dan lingkungan hidup. Meski memiliki kemampuan yang luar biasa di banyak bidang ilmu-ia juga ahli matematik-Galtung lebih dikenal secara luas sebagai seorang humanis, tokoh non-kekerasan dan penganjur perdamaian.
Upayanya di bidang kemanusiaan dan perdamaian memberinya banyak penghargaan. Ia adalah penerima Right Livelihood Award tahun 1987, suatu penghargaan alternatif untuk mengimbangi Penghargaan Nobel. Pada tahun 1988 ia menerima Norwegian Humanist Prize, pada tahun 1990 ia menerima Socrates Prize for Adult Education dan Bajay International Award for Promoting Gandhian Values pada tahun 1993. Ia juga menerima gelar Doktor Honoris Causa dan Profesor Kehormatan dari sejumlah universitas terkemuka di dunia.
MENGIKUTI perkembangan terakhir, dunia seperti apa yang akan kita hadapi dalam waktu dekat ini?
Saya khawatir AS akan mencoba menduduki Irak dalam waktu dekat. Mereka telah mempersiapkan segalanya dan mencoba mendikte Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Akan tetapi, mereka kemudian juga mengatakan bahwa mereka akan melakukan sendiri, tentu dengan Inggris, bila PBB tidak melakukannya.
Aksi penyerangan terhadap Irak akan menjadi luar biasa. Tidak hanya terhadap 1,3 milyar orang Muslim dan 300 juta penduduk Arab, tetapi mungkin seluruh masyarakat di Barat, dipimpin Jerman dan Perancis, akan bereaksi. Akan ada aksi yang lebih besar daripada yang pernah diperkirakan Washington. Mungkin mereka akan mulai memboikot produk AS. Mereka mulai tidak membeli produk Exxon, Texacon, dan lain-lain. Mereka mulai tidak minum Coca Cola atau ke McDonald karena apapun yang berhubungan dengan AS terasa tidak enak. Reaksi ini akan berada di luar jangkauan pikiran para pemimpin AS.
Ada yang berpendapat, teroris merupakan kumpulan para psikopat. Menurut Anda?
Mungkin beberapa diantara mereka psikopat. Kita bisa melihatnya dari dua hal. Psikopat berbuat salah, megalomanian, narsisistik, dan mereka juga biasanya mengumumkan siapa diri mereka. Bahkan, mereka berharap diajukan ke pengadilan karena dengan demikian mereka memperoleh kepuasan. Mungkin penembak jitu (sniper) di Washington lebih merupakan psikopat.
Akan tetapi pelaku penyerangan 11 September bukan psikopat. Juga bukan mereka yang secara langsung melawan globalisasi. Serangan itu, menurut pendapat saya, seperti perilaku pendukung aliran Wahabi dari Arab Saudi. Mereka melakukan eksekusi dengan memenggal dua bangunan WTC.
Dengan mengatakan demikian, tidak berarti saya merima tindakan mereka. Saya hanya mencoba untuk memahami apa yang terjadi. Ketika ditanya, termasuk di AS, saya selalu menjawab, "Tangkap pelakunya dan ubah kebijakan luar negeri AS". Bila perlu dengan mengganti rezim di AS melalui pemilu yang diawasi dunia internasional karena mereka gagal menyelenggarakan pemilu yang benar.
Apakah protes-protes antiperang akan efektif untuk menghentikan rencana penyerangan ke Irak? Bagaimana dengan pilihan pilihan antara non-kekerasan dan non-existence?
Saya tidak terlalu antusias dengan itu. Apa yang mereka lakukan baru sebatas memprotes perang. Saya mendorong agar mereka menjadi jembatan perdamaian antara AS dan Islam untuk melakukan dialog. Kekerasan, menurut saya, akan berkobar tetapi akan ada mekanisme untuk mulai menghentikannya. Itu yang akan terjadi dengan perang terhadap Irak, atau perlawanan terhadap globalisasi. Satu-satunya cara penyelesaian adalah melalui jalan non-kekerasan dan melalui solusi konstruktif.
Apa pendapat Anda tentang peristiwa peledakan bom di Bali?
Target yang diserang adalah sebuah kelab malam, tempat yang hanya diperuntukkan bagi orang kulit putih, dan mayoritas pengunjungnya orang Australia. Jadi, tidak terlalu sulit menebak latarbelakang pelakunya. Mungkin itu dilakukan oleh fundamentalis. Belum tentu fundamentalis Islam, bisa juga agama lainnya yang tidak suka kehadiran kelab malam.
Mungkin juga dilakukan orang yang tidak menyukai rasisme, atau orang yang tidak suka dengan Australia. Tentu saja pelaku pemboman harus ditangkap dan diadili. Tetapi tindakan itu saja tidak cukup. Harus ada perubahan kebijakan luar negeri Australia terhadap Indonesia, harus ada peraturan yang melarang keberadaan tempat-tempat eksklusif bagi kulit putih, dan harus ada pengaturan terhadap keberadaan kelab malam.
Ada hal lain yang berbeda dengan kasus Bali. Kasus pemboman Bali mendapatkan perhatian serius dari Barat karena korbannya adalah orang kulit putih. Ini semacam tindakan rasis.
Pemboman terhadap orang-orang kulit putih di Bali adalah rasis tetapi sebaliknya reaksi Barat juga rasis.
Penanganan kasus peledakan bom di Bali dan terorisme di Indonesia potensial menimbulkan konflik-konflik baru di Indonesia. Apa yang harus dilakukan?
Indonesia saat ini berada pada situasi yang sulit. Anda benar bahwa ada elemen-elemen yang mengembangkan steriotip sendiri. Akan tetapi bila Anda tidak menunjuknya, Anda tidak akan menemukan solusi. Karena itu merupakan tanggung jawab media untuk mengalihkan debat tentang siapa dalangnya ke arah apa yang terjadi dan apa yang harus dilakukan.
Indonesia menghadapi begitu banyak konflik dan kekerasan pasca-Soeharto. Adakah jalan tanpa kekerasan untuk mengatasi berbagai soal selama masa transisi?
Kekerasan tidak menyelesaikan masalah. Jawabannya tergantung pada apakah sebuah negara memilih opsi militer atau tidak. Ketika Anda memilih opsi militer, cepat atau lambat Anda akan menghadapi masalah. Itu yang terjadi dengan apa yang pernah dilakukan Jakarta terhadap Timor Timur. Kekerasan selalu memukul balik. Ini berlaku pula untuk Aceh dan Papua.
Yang kita hadapi sebenarnya adalah ketiadaan imajinasi. Para politisi hanya punya dua gagasan, yakni nation-state atau pemisahan dengan kemerdekaan. Tetapi yang terakhir ini tidak mereka sukai. Padahal, ada banyak pilihan di antara keduanya. Bisa federasi atau konfederasi. Sebenarnya, hubungan antara Timor Timur dan Indonesia lebih tepat dalam bentuk konfederasi. Dengan begitu hubungan tetap terjalin tetapi juga ada peluang rekonsiliasi untuk memperbaiki masa lalu.
Tidak satupun politisi Jakarta mendukung gagasan itu....
Itulah tugas jurnalis. Anda harus mengajari mereka, karena jurnalis memiliki akses lebih besar terhadap pengetahuan. Terbanglah ke Swiss dan negara-negara lain untuk menulis tentang negara federal. Jangan hanya yang positif tetapi juga yang negatif. Suatu saat akan ada politisi muda yang akan mengambil ide itu.
Peristiwa di Bali makin menyulitkan pemulihan ekonomi Indonesia. Berapa jauh?
Peristiwa di Bali diperkirakan akan menurunkan satu persen pertumbuhan ekonomi Indonesia akibat anjloknya pemasukan dari turisme. Tingkat okupansi hotel di sana turun sampai satu digit. Tetapi ini tidak akan berlangsung lama. Orang akan segera melupakannya. Lihat peristiwa 11 September. Setelah tiga bulan lalu lintas penerbangan di dunia kembali normal, padahal peristiwa itu jauh lebih dahsyat dari Bali. Jangan terlalu apokalipstik dengan apa yang terjadi, kecuali ada peristiwa pemboman kedua, akan sangat buruk akibatnya.
Bali merupakan peristiwa yang tragis tetapi apa yang terjadi di Aceh, Maluku, dan Papua tidak kurang menyedihkannya dan besar pengaruhnya bagi pemulihan ekonomi.
Namun, yang lebih menderita sebenarnya sektor pertanian akibat pasar bebas. Saat ini perekonomian dunia mendapat tekanan luar biasa dari AS. Akibat neoliberalisme, ratusan ribu orang akan mati karena tidak punya akses pada sandang, pangan, papan, karena subsidi dihapus. Cepat atau lambat ini juga akan terjadi di Indonesia. Ketika 25 persen orang mati karena tidak punya akses ke makanan, 75 persen lainnya mati karena penyakit. Itu karena klinik-klinik gratis dihapus akibat kebijakan IMF, Bank Dunia, dan WTO.
Bagaimana jurnalis menanggapi persoalan ini?
Kita harus menghubungkan persoalan yang kita hadapi dengan hal-hal seperti ini. Anda memerlukan pendekatan jurnalisme damai dalam menulis ekonomi. Surat kabar saat ini terlalu banyak menulis tentang pasar modal. Itu penting, tetapi cukup 25 persen saja. Sisanya 75 persen tentang ekonomi di masyarakat. Kalau Anda melakukan hal ini, orang akan berpikir dengan cara berbeda tentang ekonomi.
Anda merasa terancam di Jakarta?
Jakarta tidak seburuk itu. Saya juga biasa tinggal di daerah-daerah yang rawan. Umur saya hampir mencapai 72. Lagi pula saya tahu kemana harus pergi. Hal buruk tentang Jakarta adalah persoalan asap. Sangat menekan. Anda tidak dapat melihat langit yang cerah dan matahari tidak terlihat dalam warna yang sesungguhnya.
Pewawancara: P. Bambang Wisudo, Maria Hartiningsih