Laman

Selasa, 26 Maret 2013

SEJARAH BERDARAH


SEJARAH BERDARAH

Pembantaian umat manusia terjadi di mana-mana kawan
Nyawa manusia sungguh murah nilainya
Tak lebih dari bangkai tikus yang ditong sampah
Setiap saat ditampilkan di layar televisi secara sporadis
Di segenap penjuru bumi, makhluk Tuhan dbantai secara keji
Dalih Revolusi, pembunuhan halal hukumnya
Hukum sama  sekali tak berlaku di medan perang
Dalih Reformasi, kekerasan di jadikan ikon perubahan sosial
Kawan, Sejarah Berdarah berabad-abad diabadikan manusia
Dalam catatan kitab suci hingga ensikplodia modern para peneliti
Kawan, sejarah berdarah diurai dalam ragam kisah dan peristiwa
Sungguh, keimanan hanya menjadi label warga negara
Kawan, pembunuhan atas umat manusia memilukan dalam rasa sadar kita
Setiap agama mengajarkan cinta kasih
Namun kawan, parade senjata canggih masih berlaku dipasaran dunia
Berlomba dalam nilai kemutakhiran dan saling meng-embargo
Kawan, Bandan Perdamaian Dunia digagas sungguh melegitimasi peperangan
Tengoklah adu tembak di Suriah
Lihatlah parodi kebiadaban di Palestina
Ironi intivada melawan senjata pemusna massal
Pembantaian atas nama agama di Myanmar
Adu ketangkasan di Afganistan, Irak dan Mexiko
Kawan, sejarah berdarah diagung-agungkan dalam istana, gedung mewah dan perumahan kumuh
Kawan, evolusi kehidupan tak lepas dari kematian dan kekuasaan
Kawan, hikayat Darwin yang kuat dialah yang mampu bertahan hidup
Kini dipuja-puja bagai agama baru dari Pencipta Alam Kebiadaban
Kawan, Darwin yang dibenci dan dikagumi kaum Marxian logis diterima
Kawan, sudah cukuplah kita menghitung angka kaum termiskin merajalela di Afrika
Kawan, Tuhan tak berarti disaat kelaparan itu mewabah
Tatkala kekuasaan direbut, siasat jadi modal
Disaat kepentingan ego dipertanyakan
Bahasa makian mewarnai media massa
Kawan, anak-anak dan ibu tak berdosa memikul beban sejarah atas nama kemerdekaan
Kawan, kitapun dijadikan senjata pembunuh setiap saat
Ilmu pengetahuan tak adil dalam ruang baca anak-anak sekolah
Antara, Mazhab Timur dan Barat
Anri Liberalis-Pro Liberalis
Anti Komunis- Pro Komunis
Anti Nasionalis- Pro Nasionalis
Anti Sosialis- Pro Sosialis
Kawan, kita diajarkan bahasa kebenaran dan cacian,
KANAN, KIRI, TENGAH, ATAS-BAWAH
Kawan, bumi yang diwariskan Tuhan dikapling dan dibagi-bagi sesuka nafsu serakah
Antara, Amerika, Amerika Latin, Asia Temggara, Asia Timur, Eropa, Afrika dan Australia
Kawan, hidup kini dan nanti menyatu dalam satu tema “KEMATIAN”
Kawan, perang ilmuan pengagum kapitalisme dan Humanisme menggema
Dari ruang diskusi hingga perpustakaan Universitas
Kawan, apa yang mereka cari?

Kamaruddin Salim
Ketapang, 20 Maret 2013
Pukul, 01.59. WIB

BANGSA TERJAJAH



BANGSA TERJAJAH

Darah tertumpah ruah di segala penjuru Bumi Nusantara
Peluruh musuh tetap membantai manusia pribumi
Aura penderitaan menyayat nurani
Dari lautan, daratan, udara hingga pikiran
Merdeka sejati hanya cerita dalam buku
Kita sungguh terpenjara kegelapan
Satu persatu penguasa menghitung jasa
Dari golongan dan kelompok menyulut rasa bersama seketika
Target kepastian semata kursi dan jatah partai politik
Oh, bangsa terjajah yang mati ras
Sejarah tak berbanding lurus dengan garis khatulistiwa
Nusantara semata sumpah palapa Sang Maha Patih
Kita sama sekali lupa ingatan lalu gila kawan
Kaum tua mengajak kembali pada sejarah
Kaum muda tak perduli titah kaum tua
Semua bergumul dalam ruang public penuh amarah dan fitnah
Demokrasi senjata politik sejati kaum pintar
 Berbeda untuk bersatu, bersatu menolak berbeda
Ya, itulah hikayat mutlak wajib dijalani
Ada suara di mana-mana kawan
Kita belum negerti inilah Indonesia
Indonesia dari suku bangsa dan budaya
Indonesia dari ragam agama
Indonesia dari ragam pulau
Indonesia raya yang merdeka
Kawan, kita belum menegrti apa-apa

Kamaruddin Salim
Ketapang, 14 Maret 2013
Pukul, 24. 40. WIB

AYAH YANG HEBAT


AYAH YANG HEBAT

AYAH YANG HEBAT
Terbaring lesu di atas dipan bambu tua
kaki, engkau tekuk diganjal bantal tipis
tubuhmu nampak kurus, namun masih kekar
engkau menatapku sembari tersenyum
ayah, sudah mulai ujur anakku
aku menatapmu dalam keharuan
matamu tak lagi sehebat mata elang
badanmu tak lagi sehebat mata Al Khattab
semangatmu mengendur tak seperti kala muda
sebatang rokok masih tetap engkau hisap sampai habis
engkau raih tanganku lalu digenggam sekuat sisa tenagamu
seakan kita akan berpisah sudah
air matamu mengalir tak beraturan
ayah, usahlah engkau risaukan
anakmu kini telah dewasa
anak-anakmu telah mengerti harapan mudamu
ana-anakmu tak sendiri lagi dalam kerumunan manusia merdeka
ayah, kami bersemayam dalam dukamu
ayah, kami menyatu dalam cintamu
ayah, kami adalah dirimu sendiri
ayah, kami adalah doa tahajudmu
ayah, kami adalah secarik kertas yang selalu kau baca
ayah, kaulah manusia hebat
ayah, engkaulah guru kehidupan kami
ayah, kami selalu mencintaimu daris egala musim dan zaman

Kamaruddin Salim
Ketapang, 18 Februari 2013
Pukul, 14.30. WIB

Jumat, 22 Maret 2013

Mengenang Kepahitan Masa Lalu

Mengenang Kepahitan Masa Lalu


Semua manusia mempunyai sejarah
Sejarah yang tertulis
Atau bahkan sejarah yang dilafalkan oleh para generasi se zaman
Sejarah yang mengagumkan dari arsip ke musium Negara
Para tokoh merangkaikan kisah mengikuti alur peradaban
Aku berupaya mengenang
Tak satupun manusia menginsafi masa lalunya
Semua mempunyai kitap berbeda
Masa lalu menjadi catatan berharga
Kita cenderung mengabaikan kepahitan
Romantisme mengusung kebenaran sejarah
Mungkin ini kepalsuan yang di garap menuju keabadian
Sejarah pahit yang berkuasa generasiku

Ketapang, Pejaten Timur
Pasar Minggu-Jakarta selatan
1 November 100

Harmoni Alam

Harmoni Alam


Hamparan pasir putih mengitari zagat pinang
Batu-batu besar tegak berbaris di tepi pantai Trikora
Nyiur melambai sembari memberi salam perkenalan
Kami di sambut penuh hormat
Camar menari-nari elok, kadang sedikit melantunkan syair nan indah
Perahu pompong melaju perlahan melawan arus tepian Penyengat
Kamaruddin Salim

Tanjung Pinang, Jum’at, 19 November 2010
Rumah Septi, 07.07. Wib

AKU SANG PERUBAH (cerita seorang Mahasiswi Feminis)

AKU SANG PERUBAH (cerita seorang Mahasiswi Feminis) 

 


Akulah sang perubah, ujar Erna. Didepan teman-teman para lelakinya ditaman kotak Kampus sore itu. Sekali lagi dia menyerukan. Akulah sang perubah dan pecinta emansipasi” Erna ingin menunjukkan pada teman-temannya, bahwa yang membuat perubahan itu tak semata-mata kaum lelaki.
Kalian perlu tahu, aku tak menyukai sifat kemanjaan dan belaian ataupun kata gombal murahan. Aku muak dengan dunia yang hanya meminggirkan kaumku! Aku ingin bebas dari penjara keluarga yang selalu membebaniku dari moral dan agama.
Dengan nada nanar, Erna, menirukan kata-kata sang ayah Tempo hari. Na kamu kan perempuan. Tidak boleh merokok, tidak boleh ajak cowok ke rumah malam-malam, Tak boleh pulang malam-malam dan jangan salah bergaul,  apa kata orang nantinya. Ujar sang ayah sehabis makan malam bersama kala itu.
Inilah yang membuat aku tertekan, Bi!. Kelur Erna sama Arbi kawan karibnya.
Na, apa yang disampaikan orang tuamu ada benarnya juga! Walau di satu sisi, itu bertentangan dengan nuranimu. Aku memaklumi kondisimu saat ini. Apalagi kamu sudah  jadi seorang mahasiswi. Na, aku senang, kamu mau merubah cara berpikirmu akan dunia yang dijadikan sempit itu.
Pokoknya, aku sang perubah Bi” aku tidak mau dikatakan orang yang lemah dan perlu di atur-atur oleh adat lama itu. Masa iya, lantaran aku perempuan terus kerjanya hanya jaga rumah selamanya” inikan tidak adil Bi!. Aku tidak mau merampas pekerjaan para hansip. Jaga keamanan lingkungan rumahan itu.
            Kamukan tahu isi hatiku, Bi. Aku ingin bebas menjadi manusia merdeka tanpa batasan kodrat. Menikah, punya anak dan menua. Pokoknya aku ingin sederajat dengan laki-laki!! Titik.
Arbi dan teman lelaki lainnya hanya tersenyum melihat kawan perempaun mereka yang tomboi itu berpidato. Dunia memang penuh sejarah baru.
Erna tetap berpidato, layaknya Rossa Luxemburg. Pemimpin Komunis Rusia itu. Wajahnya memerah dan rabut panjangnya terurai, tak diperdulikannya.
Aku bukan kelinci percobaan kaum laki-laki. Aku tidak mau direndahkan. Pokoknya aku mau di hargai sama dengan yang lainnya.
Para kawanan mahasiswa ini larut dalam obrolan yang lama dan cukup serius. diantara mereka saling bertukar pikirannya. Erna hanya perempuan satu-satunya yang menemani para mahasiswa laki-laki disana.
“Na, menurutku! Budaya patrliniel itu ada baiknya juga. Kenapa, karena budaya patrilieal itu sesungguhnya merugikan lagi-laki. Perempuan tak perlu kerja keras, cukup merawat tubuh dan kulit saja dirumah saja. Itukan bagus, agar tak mudah tua dan kulitmu tetap terawat bukan? Sambung Mukhlis.
Semua ikut tertawa dengan kata-kata Mukhlis. Namun, Erna sepertinya tidak senang dengan ide si Mukhlis.” Klis, bagus apanya? Bagiku sebagai perempuan, hidup itu tak semata-mata. Hanya merawat tubuh, kulit atau tetek benget tentang kecantikan saja”. Kalau hanya sebatas itu, buat apa aku hidup sebagai manusia? Jawab Erna dengan nada suara yang makin meninggi!
He, Na. apa yang dibilang Mukhlis itu ada benarnya. Itu karena laki-laki mau memanjakkan perempuan dan tidak mau perempuan terlalau bekerja keras. jaman sekarang. Mana ada lagi perempuan yang  mau bekerja keras dan tidak berpenampilan cantik di depan laki-laki. Jawab Aman.
Man, satu sisi pikiran kamu dan Mukhlis ada benarnya!... Tetapi pikiran kalian masih terlalu sempit. Kenapa, perempuan bukan hanya menjadi korban mode ataupun objek eksploitasi perusahan-perusahan kapitalis itu. Dan perlu kalian ingat. Perempaun itu makhluk yang kuat dan jaman sekarang, perempuan-perempuan sudah maju cara berpikirnya. Jangan kalian kira,perempuan mudah di manfaatkan seperti zaman kerajaan dulu.
            Dimana perempuan hanya bisa jadi pemuas nafsu para raja, ataupun menjadi selir para kaisar di dalam istana saja.aku menolak cara berpikir semacam itu! Jawab Erna ketus.
Ya, kalau aku setuju dengan cara berpikirmu Erna. Memang, perempuan di pandang rendah oleh laki-laki karena alasan sempit semata. Misalnya, tidak mau dipimpin perempuan ataupun kekuasaan kehebatan mereka tersaingi. tambah Arbi.
            “betul itu, jawab Erna. Dengan wajah ceria!
Bi, itukan hasilnya. Tapi kalau prosesnya tak semudah itu, kita harus menyalahkan laki-laki semata. Sebab hidup inikan pertarungan untuk mendapatkan status sosial sebagai manusia.
Dan apakah perempuan di dunia ini, sudah siap keluar dari bala bantuan laki-laki, Tanya Mukhlis?
Erna berpikir sejenak…..
Bantuan apa maksudmu, Klis,tanya Erna?
Menjadikan laki-laki sebagai pelindung hidup dan kelengkap dalam menjalani kehidupan secara seksualitas! Bagaimana kalau hidupnya perempuan tanpa laki-laki, apakah ada kehidupan baru? Tambah Mukhlis.
Klis, itu persoalan lain, jawab, Erna. Urusan bantuan, seksualitas ataupun status sosial. Aku rasa  kita semua juga membutuhkan hal itu. Bukan berarti segala sesuatu selesai hanya dalam sudut pandang yang sesempit itu. Kamu tentunya, tidak mungkin melahirkan dan menyusui sendiri bukan? Jawab si Erna sambil tertawa dengan merespon pertanyaan temannya.
Kamu harus banyak membaca buku tentang emansipasi dan feminism agas pemikiranmu tak sempit lagi! Ejek Erna!
Aku mengerti Na. tapi aku juga sudah membaca buku itu!
Lah…kalau sudah baca, mengapa kamu masih berpikir semacam itu?
Aku hanya melihat realitasnya. Dimana, perempuan kita masih sedikit tersadarkan dengan bacaan ataupun kampanye organisasi perempuan yang ada Na.
Kalau itu, aku setuju Klis. makanya aku mau menjadi sang perubah bagi kaumku.
            Na, menjadi sang perubah itu tak gampang!
Kamu harus melawan tantangan dan harapan dari dalam dirimu.kedua, kamu harus mampu menjawab aturan dalam keluargamu.
Apalagi aturan-aturan mengikat dari pacarmu Anto yang kolot itu.
Erna terdiam sejenak.
Inilah batu penghalang bagi diriku. Seharusnya aku mengakhiri hubungan ini saja.
Aku tidak mau di belenggu dengan aturan sepihak. Aturan yang tidak rasional.
Masa, hidup hanya dengan pergaulan yang terbatas. Aktifitas seharian, hanya.
“Makan dimana?” 
“Mau belanja apa? Nonton dimana? Dan aku cinta mati padamu!”
“Aku muak dengan hal itu semua. Kawan-kawan”.
“Aku adalah sang perubah. Tegas Erna.”
Sambil meneteskan air mata. Erna berlari meninggalkan teman-temannya.
Kemana Na?
Mau putusin dia. Akukan sang Perubah!!
Dengan penuh percaya diri, Erna pergi menemui kekasihnya. Yang kebetulan sedang kumpul dengan teman-temannya di kantin. Entah ada gerangan apa, tiba-tiba Erna menobatkan dirinya menjadi sang perubah. Dan para teman-temannya kaget dengan perubahan gadis itu. Usianya menanjak 20 tahun. Lahir dalam keluarga tergolong mapan secara ekonomi. Namun hal itu tidak membuat Erna menjadi anak yang gelamor mengikuti perubahan zaman yang terus mengilas rasionalitas generasi seusianya. Apa mungkin selalu dibatasi kemerdekaan hak keperampuanannya dalam keluarga atau ketidak bebasannya dengan pacarannya sehingga dim hendak berubah!
            Tampak dari kejauhan, pacarnya tertawa sembringah. Luapan kegembiraan dari kumpulan para lelaki itu, secara sadar membuat Erna ketus. Dia langsung menghampiri kekasihnya.
To, aku minta waktu mau bicara dengan kamu sebentar, boleh? Tapi jangan disini. Aku mau kita ngobrol di perpustakaan saja!
Ngobrol disini aja, kenapa sih! Tegas Anto. Aku maunya di perpustakaan. Sebab obrolan ini bersifat pribadi. Ok! Ya sudahlah. Teman-teman Anto terdiam dan penuh tanda Tanya. Apa yang hendak dibicarakan Erna. Mereka bertanya-tanya dalam hati.
Kedua pasangan itu berjalan menuju perpustakaan yang letaknya tak jauh dari kantin tersebut. Kekasihnya tampak keheranan melihat sikap Erna yang tak seperti biasanya.
Sesaat kedua pasangan ini terdiam. Anto berinisiatif membuak obrolan. Apa yang hendak kamu bicarakan Na? Tanya Anto penuh tanda Tanya. Begini To. Aku ingin menyampaikan hal penting padamu. Ini menyangkut hubungan kita!
Ada masalah apa dengan hubungan kita, Na? selama ini hubungan kita baik-baik saja kan? Memang baik-baik saja! Tetapi, menurutku tidak ada perkembangannya. Apa kamu pahami apa yang bergolak dalam diriku To? Apa kamu sadar bahwa aku mengharapkan keseriusanmu membimbing aku menelusuri kehebatan hidup yang belum kita raih. Kamu hanya menuruti hasrat cinta yang sungguhnya mirip kisah cinta dalam sinetron itu dan hanya itu-itu saja.   
Karya: Kamaruddin Salim
Jakarta, Selasa, 8 Maret 2011

EMONSTRASI SEBAGAI ANTITESA GERAKAN SOSIAL

DEMONSTRASI SEBAGAI ANTITESA GERAKAN SOSIAL

OLEH: KAMARUDDIN SALIM



A. DEMONSTRASI DALAM PERSPEKTIF KRITIS
 
\Berbicara tentang Demonstrasi, secara defenisi adalah Peragaan atau pengungkapan sikap ketidak setujuan terhadap sesuatu yang dianggap salah bertentangan dengan kepentingan yang telah di sepakati bersama. Demonstrasi menjadi fenomena menarik di Indonesia, di mana dalam kehidupan sosio-politik dan sosio-budaya masyarakat Indonesia, demonstrasi menjadi pilihan untuk memprotes kebijakan pemerintah yang dianggap keliru ataupun menyimpang. Secara ilmiah demonstrasi masuk dalam kajian ilmu sosiologi.  Banyak pakar yang menyimak peran khas gerakan sosial adalah sebagai salah satu cara penata ulang masyarakat modern, sebagai pencipta perubahan sosial; sebagai aktor sejarah. Sebagai kelompok perubahan kehidupan politik atau pembawa proyek sejarah, ada pula yang menyatakan: “Gerakan Massa dan konflik yang ditimbulkan adalah Kelompok perubahan sosial”[1]. Kajian perubahan sosial merupakan inti dari ilmu sosiologi. Hampir semua kajian ilmu sosiologi tentunya berkaitan dengan perubahan sosial.
Sejarah telah membuktikan bahwa proses perjuangan merebut kemerdekaan dari tangan kaum Kolonialisme dan Imperialisme Eropa dan Asia Timur Raya (Jepang) yan dilakukan oleh The Faunding Fathers (Soekarno-Hatta Dkk) telah menyisahkan banyak pengalaman dan pelajaran kepada generasi setelah mereka. Perjuanagan yang tidak mengenal menyerah serta mengorbankan darah, keringat dan air mata, harta benda serta keluarga mereka. Prinsip perjuangan yang mereka lakukan adalah demi terealisasinya keadilan dan kemerdekaan dapat di wujudkan dalam kehidupan masyaraka Indonesia. Di dalam UUD 1945 pun menghimbau dan mewajibkan pada setiap warga negara untuk tetap mepertahankan kemerdekaan, rasa berkeadilan dan kebenaran. Maka substansi dari perjuangan lewat jalan demonstrasi adalah salah satu bentuk proses demokrasi yang perlu dilakukan di negara Indonesia yang masih merubah perilaku politik dan ekonomi ini.
Pergerakan perjuangan bangsa Indonesia dalam menciptakan kesejahteraan masyarakat telah melewati berbagai momen, pasca kemerdekaan gerakan rakyat daerah telah muncul dengan ketidakpuasan akan pembangunan yang terpusat (Sentralisasi Jawa) baik dari Indonesia Timur ataupun Indonesia bagian Barat, kemudian di-ikuti oleh gerakan besar-besaran AMPERA (Amanat Penderiatan Rakyat), dua hal ini masih berlatarbelakang pembangunan ekonomi. Pada tahun 1998 Reformasi yang telah menjatuhkan orde baru juga dilatarbelakangi oleh kompleksitas permasalahan bangsa salah satunya perekonomian Indonesia. Berjalannya sepuluh tahun reformasi memerlukan evaluasi yang tidak sedikit, peran ini mesti dijalankan oleh mahasiswa sebagai control sosial dan ethic movement.
Instabilitas sosial, ekonomi, dan politik menimpa bangsa Indonesia kian menggelisahkan kehidupan masayrakat (civil society) dari Sabang sampai Merauke. Mereka yang merasa tidak aman, tentram dan damai mulai meninggalkan Jakarta dan mengungsi ke daerah yang jauh dari kerawanan sosia, ibarat rombongan trek-vogels yang meninggalkan Afrika kembali ke Benua Eropa demi keselamatan. Instabilitas ini mempersulit para pakar untuk memprediksi hari esok Bangsa mengalama krisis berkepanjangan ini.
Rupanya instabilitas ini memunculkan proses adu kekuatan di kalangan elit politik yang merasa lebih berhak menyelamatkan bangsa yang berenduduk 200-aqn juta jiwa ini. Yang incar umumnya tahta atau kekuasaan dan palu penentu keputusan di arena pengadilan. Kadang metode untuk meluncurkan ke kursi kekuasaan betentangan dengan perikemanusiaan. Tanah air semakmur dan se kaya Indonesia ini menjadi objek rebutan sejumlah tokoh pengendara mobil reformasi. Presikat Negara ini menjadi Negara miskin hanya mempermudah memperoleh dana pinjaman kekal luar negeri dan pinjaman itu sering dijadikan lahan subur perwujudan vested interest pemegang roda pemerintah. Tak heran pendulum politik akhir-akhir ini berusaha merebut hati rakyat banyak menjelang PEMILU (Pemilihan Umum), masing-masing PARPOL (partai politik) berusaha untuk tidak melukai hati rakyat[2].
Reformasi diingatkan dengan krisis moneter yang dihadapi rakyat Indonesia, kurs rupiah terhadap dolar mencapai  Rp. 20.000. yang pada awalnya posisi kurs rupiah konstan Rp. 2.500/U$. Inflasi yang tinggi menyebabkan kehancuran perekonomian rakyat Indonesia. Faktor utama yang menyebabkan ini adalah kebijakan moneter yang tidak tepat (misspolicy), masa orde baru kebijakan exchange rate (pertukaran mata uang) menggunakan system fixed exchange rate (pertukaran mata uang tetap). Dimana pada system ini Negara harus memiliki cadangan yang banyak untuk mendorong mata uang rupiah, permasalahannya devisa Negara sangat sedikit Karena neraca keuangan Negara yang deficit sehingga utang luar negeri sebagai solusi yang digunakan untuk menambah devisa Negara. Akibat utang yang terus-menerus dan stabilitas ekonomi yang semu, akhirnya porak-poranda setelah menghadapi gelombang perekonomian global, dimana bunga utang Indonesia membengkak sedangkan kreditur (IMF) menangguk keuntungan yang sangat besar. Aspek lain yang menjadi indikasi kebobrokan perekonomian Indonesia, yakni sisi lembaga keuangan. Bank Indonesia sebagai penentu kebijakan moneter tidak memiliki independensi penuh, kebijakan yang dikeluarkan masih dipengaruhi oleh suara-suara dari “istana”. Sehingga fungsi stabilitas moneter tidak berfungsi secara optimal, dan artinya ini adalah bom waktu yang akhirnya meledak pada  bulan juni 1997 ketika bursa efek Jakarta mulai goncang.
Proses demonstrasi yang makin marak ini tergambar mulai dari Rezim Orde Lama, dimana Mahasiswa dan masyarakat memprotes pemerintahan Soekarno yang di nilai mendukung PKI dan mendesak Presiden membubarkan PKI. Dari aksi demonstrasi ini lebih dikenal sebagai Tritura (tiga Tuntutan Rakyat. Fase demonstrasi ini mengorbankan Mahasiswa seebagai tumbal perjuanagan. Dari demonstrasi ini pula lahirlah Angkatan 66, setelah lengsernya ORLA, lahirlah rezim yang dikenal sebagai rezin otoriter dan rezim militeristik membungkam semua aksi yang dinilai mengganggu stabilitas nasional. Namun kebijakan rezim Orde Baru tersebut tidak mempengaruhi masyarakat dan mahasiswa untuk melakukan aksi protes.
Terbukti dengan kerusuhan Malari pada tahun 1974, yang dalam hal ini memprotes kebijakan pemerintah yang selalu mendukung penanaman insvertasi asing di Negara ini. Dan selalu mencampuri urusan kebijakan kampus sehingga menimbulkan aksi protes yang marak dilakukan oleh mahasiswa. Iklim investasi ketika reformasi sangat  buruk, karena stabilitas politik dan hukum yang lemah selain itu birokrasi merupakan ajang KKN sehingga untuk mendirikan sebuah badan usaha hingga melewati 60 (enam puluh) pintu sampai izin keluar. Investasi yang lemah ini, institusi perpajakan yang dinilai korupsi, dan pengeluaran Negara yang tidak terlalu mempengaruhi kehidupan riil masyarakat menyebabkan pendapatan nasional begitu rendah, sehingga pertumbuhan ekonomi mencapai angka minus 3-4 % ketika krisis moneter mencapai puncaknya (1997-1998).
B. PASCA REFORMASI
Sepuluh tahun reformasi berjalan, perekonomian Nasional dan daerah masih belum terlepas dari proses penganggaran yang tepat atastAPBN/APBD. APBN menopang khidupan Negara dalam skala nasional, sedangkan APBD diperuntukkan untuk mendorong percepatan pembangunan daerah. APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) sebagai salah satu produk pemerintah pusat. Akan tetapi pelaksanaanya cenderung sarat dengan penyimpangan-penyimpangan dan tindak KKN. Hal ini mengharuskan peran masyarakat publik untuk ikut berpartisipasi dalam suatu proses perumusan kebijakan publik. Fase-fase yang dapat menjadi lahan partisipasi masyarakat antara lain mulai dari perumusan masalah, agenda anggaran, implementasi, dan evaluasi. Dengan begitu fungsi masyarakat sebagai bagian penentu kebijakan public dapat berfungsi. Berjalannya anggaran kerja yang tepat sasaran dan memperhatikan kondisi social masyarakat dapat tercapai.  Dikhawatirkan apabila fungsi masyarakat ini tidak berjalan dengan baik profesionalitas, transparansi, dan akuntablitas tidak akan muncul.
Oleh karena itu ke depannya untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam penggunaan anggaran daerah, maka masyarakat perlu diberikan ruang untuk ikut berpartisipasi dalam mengawasi pengelolaan dan penggunaan anggaran daerah tersebut (APBD). Meskipun dalam penyusunan RAPBD diawali dari level kelurahan / desa yang melibatkan masyarakat sebagai wujud partisipasi langsung. Namun tidak ada jaminan usulan penyusunan dari masyarakat akan dimasukan dalam program pembangunan. Ini timbul karena sering terjadi distorsi yang dimulai pada Rakorbang (Rapat Koordinasi Pembangunan) Tingkat II. Itu karena pada kesempatan tersebut yang bermain adalah rasionalitas dan lobi. Sehingga ruang partisipasi masyarakat yang dominan saat ini adalah melalui seminar, publikasi lewat media massa lokakarya, keorganisasian masyarakat (LSM) dan keorganisasian kemahasiswaan (Badan Eksekutif Mahasiswa) sebagai wujud partisipasi tidak langsung.
Selain partisipasi masyarakat, juga perlu dicarikan model perumusan kebijakan publik yang tepat dan baik. Salah satu model perumusan yang baik untuk kondisi otonomi daerah dan reformasi adalah akumulasi dari beberapa model kebijakan yang substansinya dapat menggarisbawahi permasalah yang mendasar. Sehingga pembangunan dapat bermanfaat bagi semua pihak dan menekan seminimal mungkin distorsi / penyimpangan. Dengan demikian kehidupan bangsa dapat menuju ke arah masyarakat madani, dan pemerintah yang baik, bersih dan berwibawa (Good Governance) yang benar-benar memperhatikan kepentingan rakyat dipimpinya.


C. PILKADA SUATU ANALISA
Keputusan politik pemberlakuan otonomi daerah (OTDA) yang dimulai sejak tanggal 1 Januari 2001, telah membawa implikasi yang luas dan serius. Otonomi daerah merupakan fenomena politis yang menjadikan penyelenggaraan pemerintahan yang sentralistik birokratis ke arah desentralistik partisipatoris.[3] Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah yang isinya bahwa, otonomi daerah diperluas dengan titik berat pada daerah Tingkat II.[4]  Dan telah melahirkan paradigma baru dalam pelaksanaan otonomi daerah, yang meletakkan otonomi penuh, luas dan bertanggung jawab pada daerah kabupaten dan kota. Perubahan ini dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas pelayanan masyarakat, menumbuhkan semangat demokratisasi dan pelaksanaan pembangunan daerah secara berkelanjutan, dan lebih jauh diharapkan akan menjamin tercapainya keseimbangan kewenangan dan tanggung jawab antara pusat dan daerah.
Lahirnya undang-undang Nomor 22 tahun 1999 ini, juga akan memberikan implikasi positif bagi dinamika aspirasi masyarakat setempat. Kebijakan daerah tidak lagi bersifat ”given” dan ”uniform” (selalu menerima dan seragam) dari pemerintah pusat, namun justru pemerintah daerah yang mesti mengambil inisiatif dalam merumuskan kebijakan daerah yang sesuai dengan aspirasi, potensi dan sosio-kultural masyarakat setempat. UU ini juga membuka jalan bagi terselenggaranya pemerintahan yang baik (good governance) di satu pihak dan pemberdayaan ekonomi masyarakat di pihak lain. Karena dengan otonomi, pemerintahan kabupaten dan kota memiliki kewenangan yang memadai untuk mengembangkan program-program pembangunan berbasis masyarakat. 
Secara politik otonomi daerah mempunyai arti tersendiri, dimana telah menuai kebijakan yang tidak lagi sentralistik. Maka hasil dari reformasi mempunyai dampak positif, dimana proses pemilihan kepala daerah tidak lagi melalui penunjukkan langsung oleh Menrteri dan DPR.jadi proses pilkada yang dilakukan sekarang dipandang sebagai jalan politik baru yang dinamis dalam kehidupan politik masyarakat lokal.
Pilkada menjadi agenda politik yang menjadi fenomena menarik dalam kurun waktu berapa tahun terkahir ini, dalam implementasinya menimbulkan pro dan konter, money politik serta konflik berkepanjangan. Dimana acuannya kepada Undang-undang PEMILU No.32 serta Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) sebagai penyelenggara dan Komisi Pengawasan Pemilu (PANWASLU) yan mengontrol semua kegiatan PILKADA. Substansi dari semua proses itu, berjalan dengan baik, namun patut disayangkan masih terdapat kompromi politik antara penguasa (Calon Kandidat) dengan Pusat (Jakarta), contohnya: Kasus PILKADA di Provinsi MALUKU UTARA yang sampai saat ini belum urung selesia. Dan semua pihak mengaku tidak bertanggungjawab. Dan masyarakat Maluku Utara selalu menjadi korban dan terus dirundung dengan Konflik Horizontal hingga sekarang.
Dalam kajian ini perlu di pahami bahwa, Pilkada pada prinsipnya hanya memperebutkan kusri empuk kekuasaan di semata seingga hal dasar dari Pemberlakuan otonomi daerah di satu sisi menuntut pemerintah daerah kreatif mencari sumber-sumber pembiayaan, terutama daerah yang tidak memiliki sumber daya alam melimpah. Apalagi ada pemikiran bahwa otonomi daerah diartikan sebagai kesempatan meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD).[5] Pemerintah daerah terlihat aktif mencari berbagai peluang yang bisa dijadikan sumber pemasukan kas. Dengan meningkatnya pemasukan kas daerah  yang dikelola pemerintah daerah, maka semakin banyak pula kegiatan pembangunan yang dapat dilakukan di daerah, yang berarti lebih meningkatkan tanggung jawab pengelola keuangan dan pembangunan daerah kecenderungannya terabaikan.
Dari sekian banyak contoh positif yang perlu dikemabangkan dalam Pembangunan yang dilaksanakan oleh yaitu, pemerintah daerah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Dengan sumber dana yang tersedia dan program-program pembangunan yang sesuai dengan perkembangan masyarakat daerah, pemerintah daerah diharapkan dapat memberdayakan potensi dan sumber daya masyarakat yang dimilikinya. Ini berarti melibatkan masyarakat dalam pembangunan di daerah. Ikut aktifnya masyarakat dalam pembangunan memberikan kesempatan untuk memajukan daerahnya.
Pada sisi lain, otonomi daerah dapat memberikan jalan bagi pemerataan pembangunan di daerah-daerah. Pembangunan tidak lagi seragam dan mengikuti apa yang menjadi kehendak pemerintah pusat. Pemerintah daerah dapat berkreasi dalam melaksanakan pembangunan dengan melibatkan masyarakatnya. Pemerataan pembangunan di daerah diharapkan dapat menekan laju urbanisasi di kota-kota besar. Dan semoga PILKADA yang dilakukan bukan hanya meenihi agenda politik para kelompok dan elit politik lokal untuk memperebutkan kekuasaan semata tetapi memperhatikan ranah kerhidupan masyarakat lokal yang masih tertinggal jauh dari penigkatan Sumber daya Manusia dan kemampuan daya saing dengan daerah yang lain di negara ini. 
           


[1] PiÖtr Sztompka, Sosiologi Perubahan Sosial, Jakarta : Perada Media, 2004, hlm.323
[2] Kerikil-kerikil di jalan Reformasi.catatan-catatan dari sudut etika politik.Jakarta.Kompas.Agustus.2002.Hlm.103-104
[3]. Herry Subagyo, ”Pengembangan Ekonomi Rakyat Di Era Otonomi Daerah”, Artikel  Thn 1 No.XI Januari, 2003, Hlm 2.   
[4]  Sigit Pranawa, ”Otonomi Daerah Dan Bayang-Bayang Disintergrasi”, Jurnal Ilmu  Dan Budaya, Volume: 27, No.1, Agustus, 2006, Universitas Nasonal, Jakarta, hlm 50.
[5]  Bacrul Elmi, ”Studi Pembangunan Perkotaan Kota Prabumulih”, Artikel Thn 1 No.XI,
    Januari, 2003, hlm 64.