Laman

Sabtu, 14 September 2013

BELAJAR DARI MAHATMA GANDHI

Mewacakan Gandhi dengan gagasan dan perjuangan tanpa kekerasannya, sampai kapanpun tak ada akhirnya. perjuangan tanpa kekerasan Gandhi memang salah satu sikap dan praktik yang mulia. hal ini juga mirip dengan ajaran Islam dan ajaran agama yang lain, yaitu. mengajari cinta damai dan kasih. Gandhi menganggap semua manusia iu bersaudara. dan anggapa gandhi itu bukanlah satu anggapan yang sederhana. menurut saya, semua manusia menurut Gandhi bersaudara tersebut, sangatlah filosofis. 
keinginan Gandhi agar semua manusia bersahabat dan hidup berdampingan satu sama lain, tanpa membedakan warna kulit, agama ataupun status sosialnya. dan harapan Gandhi tersebut, tak sebatas wacana/teori belaka. hal itu, di buktikan Gandhi dengan mempraktekan langsung dalam kehidupan pribadi ataupun kehidupan sosialnya. Gandhi berani keluar dari Doktrin Kasta Waisya nya, berani meluruskan pandangan ajaran agamanya yang kecenderungan berpegang teguh pada dogma (doktrin agama) yang menganggap ajarannya dominan/benar dari ajaran yang lain, Gandhi mengabdikan hidupnya untuk rakyat miskin, 
menurut Gandhi “kemiskinan adalah kekerasan sesungguhnya”, dan separuh hidupnya di habiskan di tengah-tengah warga miskin. bahkan ketika rakyat dan bangsa India memproklamirkan kemerdekaan, Gandhi lebih memilih hidup di tengah-tengah rakyat miskin. walau disisi lain, keamanannya terancam. namun Gandhi mengatakan bahwa, dia bangga mati di tangan rakyatnya sendiri. hal yang di lakukan Gandhi sangat sulit kita temui saat ini. sikap dan suritauladan yang di lakukan Gandhi mirip dengan sikap Nabi Muhammad Saw, lebih memilih menderita dan bersikap jujur demi kemanusiaan.
Gandhi adalah sosok yang fenomenal sekaligus figur yang di gandrungi setiap orang besar dan pejuang kemanusiaan yang lahir di muka bumi ini. seperti; Martin Luther King, Bunda Theresa, Badhas Khan, Gusdur, Mohammad Hatta, Bung Karno, Dalai Lama, Muhammad Yunus, Nelson Mandela, Anna Ahare, dan jutaan orang di muka bumi ini yang mencintainya.
Rabindrath Tagore,menjuluki Gandhi dengan “Mahatma” sang jiwa agung, merupakan julukan yang luar biasa, namun Gandhi mengagap julukan itu melukai dirinya, sebab dia tak mampu menanggung beban dengan gelar tersebut. Gandhi memang sosok yang mengispirasi manusia untuk bertindak secara manusiawi dengan bata-batas kesedarannya. semoga kita dapat mempraktekan sikap tanpa kekerasan dalak kehidupan keseharian kita,amin

ANALISIS PEMIKIRAN MAHATMA GANDHI TENTANG GERAKAN SOSIAL PANTANG KEKERASAN



Sejarah panjang perjuangan Mahatma Gandhi dalam rangka untuk membebaskan India dari bentuk kolonialisme dan imperialisme negara  Inggris. Dalam upaya Gandhi melakukan gerakan pantang kekerasan di India tentunya menyita waktu, tenaga dan pikiran yang lama. Selain menyita waktu, pikiran dan kesehatan Gandhi dalam menuangkan ide dan gagasan, serta bereksperimen pada gerakan sosial pantang kekerasan tersebut, yang pada akhirnya membawa India menuju kemerdekaan. Salah satu gerakan yang begitu fenomenal adalah Gerakan Sarvodaya, di dalamnya terdapat Ahimsa, Satyagraha dan Swadesi.
Pemikiran Gandhi tersebut dapat dijadikan suatu bahan pelajaran untuk melihat lebih jauh lagi apa sebenarnya hak manusia dan mengapa manusia memiliki hak yang sama dalam kehidupan. Di satu sisi, ajaran-ajaran Gandhi merupakan ajaran yang praktis, sedangkan di sisi lain filosofis. Sebab, ajaran-ajarannya menyangkut kepada hal-hal dasar yang terdapat dalam diri manusia. Gandhi mempercayai bahwa Tuhan ada di dalam kebenaran, maka Gandhi mengharapkan bahwa setiap manusia dapat mencapai pemahaman akan kekuatan kebenaran yang sejati dan kebaikan-kebaikan yang melingkupi ajaran agama dan nilai kemanusiaan.[82]
Dengan demikian dalam menganalisis pemikiran Gandhi ini, penulis membagi dalam dua sub bab. Yakni; pemikiran Gandhi mengenai Pantang Kekerasan di India, serta gerakan pantang kekerasan Mahatma Gandhi dan pengaruhnya di India.

A.  Ahimsa sebagai Nilai Etis Gerakan Sosial Pantang Kekerasan
1.      Non Violence of the Strong,
Non Violence of the Strong, yang dilakukan dengan keyakinan akan kekuatan diri. Di mana, dapat dipahami bahwa gerakan sosial tidak semata-mata mengarahkan massa ataupun melakukan aksi protes terhadap sesuatu yang diyakini menyimpang. Tetapi dalam kaitannya, perlu di pahami bahwa gerakan pantang kekerasan adalah sebuah metoda pasif untuk merespon penyimpangan, yang jauh lebih baik dari sikap menolak untuk bertindak dalam menghadapi kericuhan-kericuhan atau keadaan-keadaan yang sangat sulit melalui cara berdamai.
Ahimsa[83] atau Pantang kekerasan, sebagai sebuah strategi untuk melakukan perubahan sosial sudah berkali-kali terbukti efektif dan dianggap berbahaya oleh lawan. Gerakan ini bukan menjadi metode yang terlalu idealistis, tidak berbahaya, atau tidak bermanfaat sama sekali. Pantang kekerasan mendatangkan dampak yang kurang menyenagkan terhadap kekuatan-kekuatan yang bersifat menindas (opresif) dan golongan vested-interest yang tampaknya tidak menyadari bahwa mereka berpijak diatas struktur yang tidak adil dan tidak merata[84].
Ajaran Gandhi ini didasarkan pada beberapa asumsi. Pertama, kemerdekaan dan kesejahteraan hanya dapat dimulai dari kemandirian individu dan kedewasaan berpikir serta bersikap. Maka masing-masing individu-individu harus mampu menyalurkan hasrat negatifnya pada tindakan-tindakan positif. Kedua, Gandhi meyakini bahwa perkembangan dan kemajuan akan diperoleh tidak melalui usaha perlawanan  (konsesi-konsesi)  dan reformasi-reformasi konstitusional, tetapi melalui perjuangan yang dilakukan oleh rakyat sendiri secara bersama atau kolektifitas. Untuk dapat membangkitkan kebersamaan itu dibutuhkan kekuatan cinta dan kerelaan untuk mengalami penderitaan bersama massa rakyat.
Mahatma Gandhi yang semasa hidupnya telah menjembatani dua abad dan tiga benua diakui secara luas sebagai salah seorang penentu sejarah abad dua puluh dan sebuah contoh perlawanan yang sangat diperlukan terhadap kekacauan dan kekisruhan di Negara-nagara tersebut. Gandhi lahir sebagai pelopor dalam memimpin perlawanan di tingkat lokal maupun nasional untuk membebaskan, bukan semata-mata untuk orang India dari cengkraman kaum penindas Inggris yang rakus dan tamak. Tetapi menyangkut semua kekuatan material paling kuat aktif pada zaman tersebut[85].  
Gandhi mengembangkan filosofi, sistem tindakan dan kampanye aktualnya sebagai tanggapan terhadap ketidak adilan kolonialisme dan imperialisme Inggris tersebut, Melalui perlawanannya terhadap posisi kaum aparteit di Afrika Selatan, dalam dua dekade awal tahun 1900, dan kepemimpinannya dalam perjuangan untuk membebaskan India dari penjajahan Inggris. Gandhi mendemonstrasikan serta mengembangkan pendekatan kuat yang koheren untuk menanggapi kekerasan dan ketidakadilan, dan untuk membangun apa yang dipandangnya sebagai pola keseluruhan gaya hidup dan hubungan secara damai.
Yang mana segala sesuatu bisa terselasikan dengan loby atau berdiplomasi. Gandhi menuliskan, Aku yakin; aku adalah seorang yang idealis sekaligus seorang yang praktis. Idealisme Gandhi didasarkan pada sepasang konsep kembar dari Satyagraha atau kekuatan kebenaran dan Ahimsa atau pantang kekerasan.
Pendekatannya berakar pada tradisi Hindu India dan mencakup seluruh aspek kehidupan sosial dan personal. Dimana,Gandhi berkata; saya sering menggunakan istilah pantang kekerasan untuk mencerminkan kombinasi dari anti melukai dengan energi positif dan tindakan komperhensif [86]. Dan ungkapan Gandhi tersebut dibuktikan dalam perjuangan, tingkah laku serta kehidupan keluarganya hingga kematiannya.      
Keyakinan yang di pakai Gandhi untuk mencoba menghapuskan praktek –praktek kekerasan di muka bumi, ini dinamakannya Ahimsa. Ahimsa secara sederhana dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari, Ahimsa atau pantang kekerasan adalah tindakan yang berasal dari pemikiran bahwa manusia dapat menyelesaikan suatu persoalan pantang kekerasan sebagai jalan baik dari pada melalui jalan kekerasan.
Hal ini sebagaimana sering dilihat dengan adanya musyawarah, diplomasi, diskusi, dan semacamnya untuk memperoleh apa yang dinamakan titik temu yang mana diharapkan untuk tidak merugikan ataupun menindas salah satu pihak. Ahimsa menghendaki penderitaan diri secara sadar sebagai suatu cara yang lebih tinggi dari pada cara yang hendak membalas kekerasan dengan kekerasan[87].
            Gandhi menolak aturan diskriminatif dengan mogok makan, berjalan kaki bermil-mil, membuat garam sendiri ketika semua rakyat harus membeli garam dari pemerintah Inggris, dan sebagainya. Bagi Gandhi, hasrat seksual merupakan sumber dari kejahatan dan cenderung mementingkan diri sendiri, yaitu nafsu, amarah, dan penyerangan. Hasrat seksual dapat ditaklukkan melalui penolakan terhadap adanya pamrih yang selalu mengikuti perbuatan, untuk itulah Gandhi bertekad menjalani prinsip menahan hawa nafsu atau disebut bramkhacharya. Ketiadaan pamrih dapat dilakukan bila jiwa terikat pada prinsip Kebenaran Ilahiah. Inilah prinsip satyagraha, yaitu kepercayaan bahwa jiwa dapat diselamatkan dari kejahatan dunia, dan juga dapat memberikan pertolongan, sejauh jiwa itu senantiasa berada dalam pencariannya terhadap Tuhan melalui kebenaran dan hanya kebenaran.
Swadeshi (cinta Tanah Air) dapat diartikan dalam beberapa arti yang bermacam-macam oleh kaum politik India itu sendiri. Ada yang mengartikan sebagai suatu boikot tak mau membeli barang-barang buatan Inggris, yakni sebagai suatu taktik pejuangan menyerang kekuatan massif kaum imperialisme Inggris.
Makna sebenarnya dari pantang kekerasan mencakup banyak makna diantaranya dapat diturunkan seperti; bahwa seseorang tidak boleh menyerang orang lain dan tidak boleh mempunyai pemikiran yang jahat atau tidak mengenal belas kasihan terhadap musuh. Menurutn Gandhi, hal ini bukanlah “seseorang yang engkau anggap sebagai musuh,” melainkan “seseorang yang barangkali menganggap dirinya adalah musuhmu”.
Pantang kekerasan juga berarti sebagai tindakan yang berangkat dari pemikiran bahwa suatu persoalan dapat diselesaikan dengan jalan yang lebih baik dibandingkan dengan kekerasan. Dengan jalan pantang kekerasan bukan berarti orang bersikap pasif yang dapat “di injak-injak” oleh orang lain. Dalam hal ini orang harus bersikap aktif dengan cara, misalnya, melakukan demonstrasi, melakukan penolakan terhadap perbuatan yang mengarah kepada kejahatan, berpuasa, dan sebagainya. Tentunya dengan aturan main pantang kekerasan. Menurut teori pantang kekerasan Johan Galtung yang mana menampilkan secara nyata bahwa bentuk kekerasan budaya akan terlihat jelas baik itu, kekerasan langsung maupun kekerasan struktural. Sebab di mana, potensi terjadinya kekerasan mengarah pada pembiasaan atau budaya dapat terjadi disemua lingkungan sosial masyarakat. Maka, jika kita diperlakukan tidak layak, dan kita menerimanya, bukan berarti kita setuju dengan perbuatan tersebut.
Dengan demikian konsep kekerasan dalam perspektif Non violence of the Strong dapat penulis asumsikan bahwa cara untuk mencapai perjuangan gerakan sosial pantang kekerasannya Gandhi. Dapat dilakukan atau dipraktekan melalui penyaluran energi positif kepada musuh dengan cara membalas kekerasan dengan aksi diam diri tanpa perlawanan serta dengan melakukan diplomasi atau lobby dengan tujuan tercapainya tujuan atau perjungan yang dicita-citakan bersama.
Contoh nyata dari konsep Gandhi tersebut di atas, dapat di lihat di mana dalam Sidang Kongres di Calcuta pada Desember 1928 menghasilkan sebuah usulan kepada Pemerintah Inggris, yang oleh Jawaharlal Nehru dikatakan sebagai sebuah tawaran untuk menciptakan masa tenggang selama satu tahun dan sebuah ultimatum sopan untuk memberikan status dominion kepada India pada tahun 1929. Sebuah ultimatum yang mengabaikan Inggris.
Mahatma Gandhi memperhatiakn situasi ini dengan seksama. Pada bulan Desember 1929, semua sudah jelas bahwa harus ada perjuangan. Pada 31 Desember 1929, bertepatan dengan tahun baru. Kongres Nasional India mengibarkan bendera Kemerdekaan di Lahore di tepi sungai Ravi. Dan pada tanggal 26 Januari 1930, sumpah untuk Purna Swaraj diambil. Sekali lagi semua mata rakyat India terarah ke Sabarmati, ingin tahu apa yang dilakukan Gandhi berikutnya[88].

2.      Non Violence of the Weak
Non Violence of the Weak, yang dilakukan karena tidak ada senjata dan sumber lain yang diperlukan untuk melakukan gerakan sosial. Maka untuk melakukan gerakan sosial pantang sebagaimana yang telah dicita-citaknnya dapat terlaksana dengan baik, Gandhi melakukan eksperimen-eksperimen unik dalam seluruh kehidupannya untuk mencapai kebahagiaan yang sejati, tidak hanya dengan mencapai kemerdekaan bangsanya di bidang politik dan ekonomi tetapi juga dengan memperoleh kemerdekaan sosial-budaya, hukum serta pembebasan spiritual rakyatnya[89].
Secara harfiah, Ahimsa memiliki makna tidak menyerang atau tidak membunuh. Ahimsa merupakan ajaran klasik agama Hindu dan merupakan prinsip etis yang umurnya sudah sangat tua. Tidak menyerang, tidak melukai atau tidak membunuh. Hal ini tidak terbantahkan bahwa hal tersebut memang merupakan bagian dari praktik etis dari Ahimsa, yang kemudian populer dikenal dengan makna pantang kekerasan. Ahimsa bukan sesuatu yang bersifat mentah dan kasat mata. Sepatutnya tidak  perlu diragukan bahwa tidak melukai mahluk hidup  adalah bagian dari ajaran Ahimsa. Ahimsa lebih menekankan pada makna penolakan atau penghindaran secara total terhadap semua keinginan, kehendak atau tindakan yang mengarah pada bentuk penyerangan atau melukai.
Dalam bentuk positif nya, Ahimsa adalah cinta, karena hanya ada satu cinta yang muncul secara spontan dan memukinkan sesorang bertindak selaras dengan pikiran dan hatinya. Gandhi menambahkan, pantang kekerasan adalah cinta. Pantang kekerasan itu betindak menyatu dalam diam, nyaris terselubung dalam kerahasiaan sebagaimana yang dilakukan cinta.[90]
Dalam bentuk positifnya pula, Ahimsa bermakna sebagai cinta yang tertinggi atau Dharma yang paling agung. Lebih dari itu pantang kekerasan adalah kualitas pikiran. Menjadikan seorang penganut pantang kekerasan dalam tindakannya, mereka mampu memberikan cinta bahkan kepada musuhnya sekalipun. Penganut pantang kekerasan harus mampu membalas tindak kejahatan dengan tindakan kebaikan. Yaitu dengan melalui berpuasa atau mogok makan. Hal ini dilakukan sebagai suatu pola yang bertujuan untuk meneror mental musuh. Semua itu bukanlah suatu hal yang aneh, tetapi itu merupakan kewajiban yang melekat pada diri seseorang secara alamiah. Inti dari pantang kekerasan adalah kekuatan diri untuk untuk beramal dan melakukan pelayanan secara tulus, tanpa mengorbankan orang lain, walaupun itu seorang musuh.
Prinsip dasar dari gagasan Ahimsa adalah penghormatan tertinggi terhadap setiap manusia tanpa memandang apa yang telah dia dilakukan. Gandhi berkata;
Manusia dan perbuatannya adalah hal yang berbeda. Suatu perbuatan baik akan menimbulkan kebaikan, dan perbuatan jahat akan menimbulkan keburukan. Tetapi sang pelaku perbuatan tersebut, apakah perbuatan baik ataupun jahat, senantiasa berhak untuk mendapatkan pernghormatan sebagimana pantas dia menerimannya.[91]   
Perlawanan terhadap sistem tindak kejahatan atau tatanan sistem yang bersifat menindas harus dipandang secara jelas dan jernih. Dan para pelaku (actor) gerakan sosial harus benar-benar mampu memisahkan antara pelaku dari perbuatan tertentu atau benar-benar mampu memisahkan antara pelaku atau sang kreator dari sebuah sistem.
Gandhi menjelsakan dan menekankan hal tersebut secara khusus dan berulang-ulang, utamanya dikaitakan dengan konteks perjuangan meraih kemerdekaan di mana pantang kekerasan benar-benar harus diuji dalam skala yang luas dan dilakukan secara terus-menerus. Sehingga prinsip pantang kekerasan tidak berkutak pada membalas kekerasan dengan kekerasan semata, di mana ada nilai yang lebih etis bagi Gandhi yang bisa di pakai sebagai suatu peneguhan diri dengan berpuasa dan bahmacarya.
Sejak tahun 1920, Gandhi kemudian menjadi figur atau tokoh utama dalam kancah perpolitikan India, ketika Gandhi menjadi pemimpin Partai Konggres Nasional India. Gandhi mengubah karakter partai tersebut dari partai elit menjadi partai massa. Dengan kepemimpinannya pula Partai Konggres memiliki akar di desa-desa dan kota-kota seluruh India. Dalam kepemimpinannya tersebut Gandhi mengeluarkan pernyataan yang menggetarkan dan menjadi awal dari perlawanan pantang kekerasanya. Pesan Gandhi kepada rakyat India adalah bukanlah kekuatan senjata bangsa Inggris tapi ketundukan tanpa syarat rakyat Indialah yang menyebabkan tanah air India diperbudak oleh bangsa asing[92].
Dengan demikian, Gandhi menekankan pentingnya sebuah pemahaman yang utuh tentang penghapusan kekerasan dengan segala bentuknya. Baik kekerasan yang ada dalam pikiran, kata ataupun perbuatan, kekerasan tersembunyi maupun secara terang-terangan. Kekerasan apapun bentuknya, merupakan ancaman dan serangan terhadap kemanusiaan. Hal ini terkait dengan para pelaku kekerasan itu sendiri maupun dengan korban dari kekerasan. Bagi Gandhi, upaya pensucian diri (self purification) dari segala bentuk kekerasan adalah langkah pertama dan utama bagi setiap orang yang mentasbihkan diri sebagai penganut paham kekerasan. Praktek dari paham kekerasan tersebut dapat dilakukan dengan melalui jalan berpuasa dan penyucian diri sesuai dengan nilai agama yang di yakini masing-masing orang atau umat. Sebab kebenaran hanyalah milik Tuhan kata Gandhi.
Dalam ajaran Gandhi, nilai-nilai Ahimsa menjadi basis dan karakter utama seluruh pencariannya atas kebenaran. Ajaran ini tercermin dalam sikap bahwa amal perbuatan harus didasarkan dan diilhami oleh semangat pantang kekerasan, yakni cinta untuk mencapai konsep ini. Di mana, seseorang harus melebur dalam proses pencarian secara total dan terus menerus atau bersifat tanpa henti atau transformatif. Proses ini bukan sesuatu hal yang  dilakukan secara main-main, tetapi merupakan proses yang melibatkan keseluruhan dan keutuhan segenap aktivitas manusia. 
Sementara itu, Ahimsa adalah kategori sebuah amal perbuatan. Pada saat yang sama, amal perbuatan itu senantiasa bersifat aktif dan harus selalu bersandingkan dengan prinsip kebenaran. Karena kebenaran dan Ahimsa adalah dua sisi mata uang yang sama. Dalam kesatuan tersebut yang tidak dapat terpisahkan antara kebenaran dan Ahimsa, antara tujuan dan cara, memberikan petunujk dan isyarat yang jelas antara teori menurut Gandhi.[93]
Gandhi menolak dengan tegas tuduhan-tuduhan bahwa pantang kekerasan adalah prinsip untuk orang yang lemah secara fisik dan psikis. Gandhi menjelaskan dan menunjukkan bahwa pantang kekerasan hanya dapat diterapkan oleh manusia yang berjiwa besar dan kuat. Pantang kekerasan dari sesorang yang penakut bukanlah pantang kekerasan yang sesungguhnya. Seseorang yang benar-benar bisa disebut sebagai penganut pantang kekerasan adalah mereka yang memadukan antara kekuatan dan energi dalam praktek perjuangan dan kehidupan sehari-hari .
Pantang kekerasan adalah perwujudan kesempurnaan dari jalan kemanusiaan. Oleh karena itu adalah sesuatu yang mustahil apabila sesorang bisa menerapkan gerakan pantang kekerasan tanpa memiliki keberanian dan telah terbebas dari ketakutan. Tindakan kepengecutan adalah sebuah kejahatan. Karena itu Ganhdi mengatakan bahwa ketika kita dihadapkan pada satu pilihan antara kepengecutan dan kekerasan, dengan sangat terpaksa saya akan menyarankan untuk memilih kekerasan. Bagi Gandhi, keberanian bersikap ini adalah paling utama dan terbebasnya seseorang dari rasa takut. Lebih jauh lagi, keberanian juga berarti kesiapan dan kesediaan seseorang untuk berkorban dalam perjuangan meraih kebenaran dengan meniti jalan pantang kekerasan dalam setiap gerakan sosial yang dilakukan. 
Demikian juga penganut asas atau paham pantang kekerasan perlu membina kesanggupan untuk rela berkorban agar mereka akan bebas dari rasa takut, mereka tidak akan takut kehilangan akan tanah, harta, ataupun nyawa. Oleh karena itu, lanjut Gandhi seseorang yang belum mampu menanggulangi seluruh rasa takut itu, tidak akan mampu menerapkan Ahimsa secara sempurna. Dengan begitu setiap penganut paham Ahimsa hanya kenal satu ketakutan kepada kebenaran dari Tuhan.[94]
Dalam konteks Non violence of the weak dapat penulis asumsikan sebagai suatu pola gerakan pantang kekerasan Gandhi dengan melakukan peneguhan diri dan pengendalian diri secara sadar melalui puasa atau mogok makan. Selain itu dibutuhkan keberanian untuk mengatasi rasa takut terhadap musuh, serta membalas kekerasan dengan cinta kasih agar dapat memaafkan para pelaku yang melakukan tindakan kekerasan.
Contoh kongkrit dari konsep tersebut, di mana Gandhi berupaya untuk menggugah hati nurani rakyatnya dengan berpuasa dari tanggal 13 sampai tanggal 18 Januari 1948, demi pensucian diri, pada tanggal 18 Januari Gandhi menghentikan puasanya dengan menerima segelas orange jus dari Maulan Kalam Azad. Puasa yang terakhir kali ini juga di maksudkan untuk menyadarkan rakyatnya yang sudah tidak sadarkan lagi dengan apa yang mereka lakukan karena kebencian dan keinginan membalas dendam. Aksi berpuasa Gandhi ini membuat segolongan orang semakin marah kepadanya. Karena menurut anggapan mereka Bapak Bangsa ini telah mempertaruhkan nyawanya untuk menciptakan kehidupan komunal yang searsi.
Dua hari kemudian tepanya pada tanggal 20 Januari 1948, ketika Gandhi sedang khusu berdoa ada yang mencoba membunuhnya, tepai gagal. Tetapi kehadiran Bapak Bangsa ini dianggap suci. Keadan Delhi dapat di kendalikan. Pelan-pelan tetapi pasti keadaan ibu kota tersebut dapat pulih kembali.[95]   
3.      Non Violence of the Cowards
Non Violoence Of the Cowards, Pantang kekerasan tidak dapat dipahami hanya sebagai serangkaian alat atau taktik; bahkan juga bukan bidang tersendiri dalam perjuangan kemanusiaan. Dalam tindakan dan prakteknya, pantang kekerasan adalah sebuah cara atau pandangan hidup di mana sang individu harus mampu melakukan tindakan pantang kekerasan dalam situasi tertentu, untuk mencapai cita-cita yang telah di perjuangkan.
Tujuan dan metode yang dipilih menurut nilai-nilai yang kuat dan jelas. Kendati Gandhi percaya bahwa kebenaran sejati hanya dimiliki oleh Tuhan, kejujuran dan integritas bersifat vital dalam pemahamannya terhadap pantang kekerasan. Pencarian dari realitas diri, yang merupakan pencarian akan sebuah kebenaran. Karena semua mahluk hidup adalah satu, kekerasan dalam segala bentuk kehidupan bertentangan dengan realitas diri, dan kebaikan abadi tidak akan pernah menjadi buah dari ketidak jujuran dan kekerasan[96].
Fase dramatis dalam perjuangan politik Gandhi dan masyarakat India ini diawali dengan peluncuran gerakan Satyagraha (kekuatan kebenaran) melalui ajakan Gandhi kepada warga India agar mereka mengolah garam sendiri dari air laut dan memboikot pajak garam yang diterapkan kepada warga India. Perjuangan ini diawali pada tanggal 12 Maret 1930, ketika Gandhi berangkat dari Sabarmati India bersama 78 sukarelawan menuju Dandi untuk memulai Satyagraha. Gandhi bertekad tidak akan kembali ke Ashram-nya di Sabarmati sampai kemerdekaan India terwujud. Gerakan kali ini lebih di kenal dengan Gerakan Swadeshi atau semangat Cinta Tanah Air.  Di mana rakyat India diminta untuk memakai produk sendiri dan memperkuat basis ekonomi rakyat tanpa bergantung pada orang lain. Gerakan tersebut kemudian diikuti oleh seluruh warga India dan menyulut gerakan perlawanan anti kekerasan kepada pemerintah kolonial Inggris. Pemerintah Inggris kembali merespon gerakan tersebut dengan penangkapan-penangkapan terhadap para aktivis dan seluruh pemimpin Partai Konggres India, termasuk Gandhi [97].
Kaitan dengan penerapan gerakan pantang kekerasan tersebut, perlu diakui bahwa dalam pelaksanaannya, pantang kekerasan tidak mudah dilakukan. Sebab, hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti bentrokan kepentingan politik, berbedanya prinsip-prinsip atau pandangan yang dianut setiap pihak, masyarakat dan lingkungan. Pada prakteknya, Gandhi sendiri mengalami apa yang dia sebut sebagai Pengorbanan. Di sini dapat di lihat pengorbanan melalui Program Konstruktif dalam waktu, tenaga, pikiran dan bahkan jiwa yang diserahkan oleh para sukarelawan demi kemajuan rakyat pedesaan maupun kaum Harijan. Di mana, rakyat harus siap dalam menghadapi tekanan baik secara psikologis maupun secara agresif dari penjajah Inggris[98]
Gerakan sosial pantang kekerasan Gandhi, yang dicanangkan dengan serius dan sungguh-sungguh saat agenda kongres di Nagpur pada 1920, memperoleh momentum dengan sangat cepat. Para pengacara India menghentikan praktek-praktek mereka di pengadilan Inggris, para pelajar meninggalkan sekolah-sekolah dan Universitas-universitas yang dikelola Inggris, Orang-orang India terkemuka mengembalikan medali-medali dan gelar-gelar kehormatan mereka yang di berikan oleh Inggris. Bahkan penduduk desa pun menolak membayar pajak.
Gerakan sosial pantang kekerasan ini menyebar keseluruh negeri seperti api membakar padang rumput pada musim kering. Pada Januari 1922, 30 ribu rakyat India di masukkan ke penjara. Bahkan orang-orang India konservatif pun mulai merenungkan bahwa Gandhi selama ini benar, sikap pantang kekerasan dapat memberi mereka kemerdekaan penuh bagi India, di mana Gandhi menyeruka bahwa untuk mencapai kemerdekaan, rakyat perlu menetang hukum Inggris serta membangun ekonominya sendiri[99].
Namun tidak semua orang India melakukan sikap pantang kekerasan. Di beberapa kota, kabel-kabel telegram dipotong, bangunan-bangunan Inggris di bakar, para pejabat diserang. Pada 5 Februari 1922, sekelompok orang India lepas kendali di desa kecil Chauri Chaura dan menewaskan puluhan polisi. Maka Gandhi menghentikan gerakan pantang kekerasan tersebut. Gandhi berpuasa dan memerintahkan semua gerakan pantang kekerasan dihentikan. Rakyat India terkejut, mereka sudah begitu dekat, tampaknya kemenangan sudah di depan mata. Namun Gandhi bergeming. Gandhi tidak menginginkan kemenangan dicapai melalui kekerasan. Tulis Gandhi;
“Lebih baik dituduh lemah dan pengecut, dari pada bersalah karena melanggar sumpah kita dan dosa kepada Tuhan. Tidak jujur pada dunia itu sejuta kali lebih baik dibanding tidak jujur pada diri kita sendiri”[100].

Sejak dibebaskan pada bulan Mei 1924, Gandhi pada prakteknya telah meninggalkan dunia politik dan memusatkan perjuangannya pada program-program konstruktif, yang disebutnya sebagai juga penting untuk membangun bangsa dari bawah sampai atas (bottom up). Dalam masa ini Gandhi banyak berkunjung ke desa-desa di seluruh India. Demikian pula pada periode yang sama Gandhi dalam setiap pidato-pidato dan tulisan-tulisannya, Gandhi berulang kali menyebutkan lima tema penting, yaitu; alat pemintal, untocabillity, pendidikan dasar, peningkatan derajat wanita untuk menopang masyarakat yang sehat dan kuat.
Gandhi berkeinginan membebaskan rakyat India dari ketidak berdayaan, takhayul dan ketakutan yang berlangsung sudah berabad-abad. Lebih dari sekedar itu, Gandhi sering mengingatkan mereka karena menghamburkan uang untuk membeli bunga yang dikalungkan ke lehernya. Senada dengan hal itu Rabindranath Tagore berkata;
Mahatma Gandhi datang dan berdiri didepan pintu jutaan rakyat India yang miskin dan tertindas, berpakaian seperti mereka, berbicara kepada mereka dengan bahasa mereka sendiri. Siapa lagi yang mau menerima tanpa tedeng aling-aling massa rakyat India yang begitu besar seperti darah dagingnya sendiri, kebenaran membangunkan kebenaran.[101]

Sementara sidang Kongres di Calcuta pada Desember 1928, menghasilkan sebuah usulan kepada pemerintah Inggris. Menurut Jawaharlal Nehru, menciptakan masa tenggang selama setahun dan sebuah ultimatum sopan untuk memberinkan status dominan bagi India. Gandhi dipaksa untuk memikirkan cara terbaik untuk melakukan protes berdasarkan pengalamannya melakukan aksi protes. Maka pada 26 Februari 1930 berlangsunglah aksi protes Garam. Hal ini langsung di sambut secara spontan oleh rakyat diseluruh pelosok, mereka berani melanggar Undang-undang Garam (Salt Law) dan menentang Emperium Inggris dengan memproduksi garam sendiri.
Disamping itu, gerakan pantang kekerasan Gandhi yang melawan Inggris tidak semata-mata bersifat politik, melainkan juga berhaluan ekonomi. Gandhi menyerukan kepada rakyat India, supaya mereka tidak lagi mengunakan pakaian Eropah, melainkan memakai pakaian dan kain buatan sendiri. Rakyat India harus membuat kerjinan sendiri, belajar kembali menggunakan Sjarka “perkakas pemintal benang” dan membuat Khaddar “ kain yang dilakukan dengan memintal sendiri” disini Gandhi menyerukan, kenapakah hendak membeli kain dari Eropah untuk membuat baju, sedangkan mereka sanggup membuatnya rakyat India pernah turun temurun dari nenek moyang sampai anak cucunya membuat kain sendiri, tidak benar kalau mereka menghilangkan kerajinan nasional sendiri dan memajukan Industri Inggris. Kapas yang dijadikan benang, dikirim ke Inggris, setelah itu di bawah dan dijual kembali ke anak cucu India. Oleh karena itu Gandhi memobilisasi rakyat untuk memproduksi kain sendiri dengan memintal setiap hari di segenap penjuru India[102].   
Konsep dan teknik-teknik yang dikembangkan serta dimatangkan Gandhi dengan bereksperimen selama bertahun-tahun berakar dalam jiwa dan pikiran massa rakyat, mereka tahu apa yang diinginkan Gandhi untuk mereka lakukan. Gandhi percaya bahwa para pemimpin dapat melalui suatu pergerakan, jika pemimpin tersebut menginterpretasiakan dengan tepat keinginan rakyat. Gandhi sendiri mengatakan bawah, dia tidak pernah menciptakan sebuah situasi. Gandhi hanya merasakan secara instintif apa yang sedang berkecamuk di hati massa rakyat dan baru kemudian Gandhi merumuskan sebuh program dan memberikan bentuk kepada apa yang sudah ada[103].
Sebuah studi tentang Ahimsa dan Satyagraha jelas memperlihatkan bahwa gerakan yang dilakukan Gandhi itu sesuai dengan azas-azasnya. Ahimsa dan Satyagraha merupakan puncak dari perjuangan Gandhi. Dimana azas dan teknik organisasi untuk memobilisasi massa rakyat terbukti kebenarannya dengan jelas. Ahimsa dan Satyagraha mengkombinasikan tujuan jangka pendek dengan perspektif jangka panjang, yang lebih penting lagi Satyagraha membuktikan kebenaran metodanya untuk mempersatukan teori dengan cara-cara pergerakan sosial pantang kekerasan. Satyagraha membuktikan kekuatan metode Gandhi untuk melakukan penetrasi kepada rakyat walaupun di daerah-daerah agraris yang terkebelakang secara sosial dan politik, dan metodenya untuk melakukan pendekatan kolektif dan pendidikan gerakan sosial pantang kekerasan[104].
Dalam pelaksanaan gerakan sosial pantang kekerasannya, Gandhi selalu menekankan kepada para pengikutnya bahwa, kolektifitas menjadi sesuatu yang penting. Maka, Gandhi menghimbau gerakan pantang kekerasan harus selalu hidup dalam sanubari setiap rakyat, baik itu, anak-anak, lak-laki dewasa maupun perempuan. Oleh karena itu, gerakan Gandhi tidak semata-mata direspon oleh kalangan terpelajar semata, tetapi menjadi kekuatan bagi seluruh rakyat India dalam upaya untuk membebaskan bangsanya dari penjajahan Inggris.  
Dalam demikian, gerakan Non violence of the Cowards tersebut, dapat diasumsikan bahwa, Gandhi dalam pelaksanaan proyek gerakan pantang kekerasannya tidak bersifat terbatas pada satu golongan semata. Dimana, membutuhkan sikap kolektif, melakukan pendidikan politik, pelatihan serta memperdalam nilai gerakan secara konstruktif terkait dengan gerakannya mulai dari desa. Dan merangkul kaum perempaun dalam melakukan gerakan pantang kekerasan.
Berangkat dari konsep Gandhi tersebut, contoh yang kongkrit dapat di lihat melalui tilisan-tulisannya. Di mana, Gandhi menemui dirinya sendiri. Perjuangan yang paling hakiki adalah perjuangan moral, spiritual, sosial dan individual. Partisipasi aktifnya dalampolitik merupakan sebuah perpanjangan kegiatan sosial dan komitmen individualnya;
saya tidak bisa menjalankan kehidupan yang agamais jika saya tidak dapat mengidentifikasi diri saya dengan semua manusia, dan hal ini tidak dapat saya lakukan jika saya tidak ambil bagian dalam politik. Seluruh kegiatan umat manusia sekarang merupakan kesatuan yang tidak dapat dipecah-pecahkan,politik memang sangat personal.[105] 
Gandhi praktis menyampaikan setiappemikirandan aksinya kepada rakyat. Tulisan-tulisannya terkumpul dalam seratus jilid buku. Gandhi sering terlihat tidak konsisten karena Gandhi terus mengembangkan doktrin-doktrinnya. Kegagalan-kegagalan heroic, perjuangan-perjuangan dan kemenangan-kemenangannya adalah pribadi. Ini juga merupakan ajaran Gandhi yang mendorong untuk berpikir dan bertindak. Tidak ada yang tersembunyi. Setiap tindakan, baik atau buruk adalah sebuah eksperimen dalam mencari kebenaran. 
B.       GERAKAN PANTANG KEKERASAN MAHATMA GANDHI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERKEMBANGAN INDIA
                  
Gerakan pantang kekerasan Mahatma Gandhi berawal pada tahun 1915, setelah Gandhi kembali dari Afrika Selatan ke Negara kelahirannya India. Gandhi berbicara pada konvensi dari Kongres Nasional India, tapi terutama diperkenalkan masalah India, politik dan rakyat India dengan Gopal Krishna Gokhale[106], seorang pemimpin dihormati dari Partai Kongres pada saat itu.
Pada awalnya Gandhi tidak banyak berkecimpung dalam aktivitas politik tetapi mengadakan perjalanan keliling India untuk mencari fakta-fakta tentang kondisi sosial, ekonomi dan agama rakyat India. Menyikapi buruknya kondisi rakyat India pada saat itu, Pada tahun 1916 Gandhi memutuskan untuk terjun ke dunia politik dan dimulai dengan berpidato didepan mahasiswa Universitas Hindu di Benares. Di sini Gandhi mengemukakan pentingnya kebanggaan terhadap produk lokal India dan juga menyesalkan sistim Kasta yang telah menimbulkan kesenjangan sosial, ekonomi dan agama secara meluas.
Untuk pertama kalinya Gandhi memutuskan untuk menentang Pemerintahan Inggris di India. Gandhi memutuskan melawan dengan hartal, semacam pemogokan umum. Pada 1917 Gandhi menyelenggarakan kampanye pantang kekerasan di Bihar (India utara) untuk membela kaum petani yang diperlakukan tidak adil dalam sistim perkebunan Indigo. Selanjutnya pada 1918 Gandhi dan pengikutnya melakukan mogok umum tanpa kekerasan di Ahmedabad untuk menuntut upah pekerja tekstil secara adil. Hal ini merupakan permulaan dari perjuangan rakyat India selama 28 tahun melawan hegemoni kerajaan Inggris[107].
Gandhi mendapat dukungan yang luas dari gerakan pantang kekerasannya untuk menentang hukum ketidak adilan. Malangnya, gerakan itu berbalik menjadi kerusuhan di Delhi, Ahmedabad, Lahore, dan Amritsar. Gandhi mencela para pelaku pantang kekerasan dan menunda seluruh kampanye gerakan sosialnya. Disini Gandhi melihat bahwa rakyat terlebih dahulu harus dlatih kedisplinan sebelum gerakan pantang kekerasan itu dilakukan. Dengan adanya tindakan kekerasan yang terjadi di beberapa wilayah tersebut, Gandhi memutuskan untuk berpuasa selama 72 jam dan Gandhi pun menyerukan pada orang lain untuk melakukan puasa selama 24 jam[108].
Kaitan dengan aksi kekerasan yang terjadi di beberapa wilayah tersebut. Gandhi menegaskan bahwa, gerakan pantang kekerasan merupakan bentuk penghormatan kepada semua kehidupan. Ini merupakan sebuah pandangan atau ajaran agama yang memiliki sejarah panjang dan bisa diartikan bahwa setiap orang, baik perempuan maupun laki-laki, harus menghindari kejahatan dengan menarik diri dari kehidupan dunia dan mereka harus berjuang memerangi kejahatan dengan melakukan perbuatan-perbuatan baik di dunia. Bagi Gandhi, pantang kekerasan bukan hanya sekedar tingkatan tidak melakukan penyerangan secara negative, tetapi tingkatan cinta yang positif. Berbuat baik sekalipun kepada pelaku kekerasan. Gandhi meyakini bahwa hanya pantang kekerasan yang akan dapat menaklukan kejahatan dimanapun dia berada dalam dirin orang atau tatanan hukum, dalam masyarakat, ataupun pemerintahan[109].
Dalam pelaksanaan gerakan pantang kekerasan tersebut, Gandhi selalu melakukan eksperimen-eksperimen untuk mencapai kebenran yang mutlak, baik melalui pikiran dan tindakannya, meliputi sisi baik dan buruknya. Hal ini bertujuan untuk meperlihatkan kepada masyarakat bahwa rekonsiliasi dapat terjadi di masyarakat dimanapun, yang terpenting masyarakat siap menerima kebenaran atau hidup dengan kebenaran.
 Pada 13 April 1919 merupakan hari yang tersuram di India. Rapat umum yang dilarang di kota suci kaum Sikh, Amritsar. Rapat itu ditengah ruang terbuka yang dikelilingi dinding tinggi bersisi tiga, yang dikenal sebagai  Jallianwala Bagh. Dalam pertemuan tersebut telah terjadi pembantaian warga sipil oleh pasukan Inggris (juga dikenal sebagai Pembantaian Amritsar) menyebabkan trauma yang mendalam untuk bangsa, menyebabkan kemarahan publik meningkat dan tindak kekerasan. Gandhi mengecam tindakan tentara Inggris dan kekerasan balas dendam orang India. Gandhi mengutuk penmbakan itu dan kerusuhan tersebut. Kasus penembakan ini menyisahkan penghinaan yang tidak terlupakan.   Kembali Gandhi menganjurkan bahwa pada prinsipnya semua kekerasan adalah jahat dan tidak bisa dibenarkan[110].
Ketika tindakan kekerasan sebagai akibat dari Undang-undang Rowlatt dan tindakan kepolisian istimewa, Gandhi meneguhkan keyakinan bahwa perlawanan terhadap pemerintahan Inggris tidak dapat di hindarkan. Sebaliknya Gandhi prihatin terhadap rasa dendam yang telah bergelora dalam jiwa rakyat akibat tindakan represif tentara Inggris tersebut. Oleh karena itu [111]perjuangan pantang kekerasannya dimulai dengan berpuasa seharian dan sembahyang serta menghentikan segala pekerjaan.
Dalam menjalankan gerakan pantang kekerasan yang dicita-citakannya dibutuhkan disiplin yang kuat. Namun, dalam praktenya Gandhi memahami bahwa terlebih dahulu rakyat dilatih dan berkewajiban mendidik penganutnya menjadi guru untuk mengajarkan filsfata pantang kekerasannyake seluruh negeri. Oleh karena itu Gandhi membutuhkan penyatuan semua golongon antara Hindu, Muslim dan Kristen. Penyatuan itu bertujuan untuk menghindari suatu pertikaian yang akan menjadi penghalang dalam perjuangan kemerdekaan. Maka pada kongres nasional nasional tahun 1920 di Alahabat dan September di Calcutta, di proklamirkan kerjasama antara Hindu, Muslim dan Kristen, dengan tujuan menolak perintah-perintah Negara dan perlwanan pasif selanjutnya disahkan sebagai cara perjuangan. Selanjutnya diumumkan pemboikotan segala bentuk produk –produk luar negeri.
Pada perkembangan penerapan pantang kekerasan tersebut, setipa saat selalu terlintas dipikiran Gandhi. Apakah rakyat dapat memahami arti sikap pantang kekerasan tersebut. Gandhi berkata pada rakyatnya;
“Ketika kalian dihadapkan dengan lawan yang bersenjata lengkap, relative mudah untuk mempertahankan anti kekerasan yang pasif. Kalian tidak punya pilihan, kalian hanya bertahan. Itu adalah sikap pantang kekerasan yang dilakukan orang yang lemah”   

Gandhi menambahkan Maksud dari perkatannya adalah, kalian akan merasa lebih kuat, bukannya lebih lemah karena telah meninggalkan pisau dan senapanmu. Jika mereka merasa lebih kuat   
Pada bulan Desember 1921, Gandhi diinvestasikan dengan kewenangan eksekutif atas nama Kongres Nasional India . Di bawah kepemimpinannya, Kongres direorganisasi dengan konstitusi baru, dengan tujuan Swaraj. Keanggotaan dalam partai dibuka bagi siapa saja siap untuk membayar biaya token. Sebuah hirarki komite didirikan untuk meningkatkan disiplin, mengubah partai dari sebuah organisasi elit ke salah satu daya tarik massa nasional. Gandhi memperluas platform non-kekerasan untuk mencakup kebijakan swadeshi - boikot terhadap barang-barang buatan luar negeri, terutama barang-barang Inggris. Terkait dengan advokasi ini adalah bahwa khadi (kain tenunan sendiri) dikenakan oleh semua orang India bukan buatan tekstil Inggris. Gandhi mendesak India dan laki-laki perempuan, kaya atau miskin, untuk menghabiskan waktu setiap hari khadi berputar dalam mendukung gerakan kemerdekaan[112]. Ini adalah strategi untuk menanamkan disiplin dan dedikasi untuk menyaring keluar mau dan ambisius, dan keterlibatan perempuan dalam pergerakan pada saat banyak yang berpikir bahwa kegiatan tersebut tidak kegiatan terhormat bagi perempuan. Selain memboikot produk-produk Inggris, Gandhi mendesak orang-orang memboikot pendidikan dan orang yang bekerja di pengadilan hukum Inggris, untuk mengundurkan diri dari pekerjaan pemerintahnya. Hal ini yang dikenal dengan tiga pesan politiknya untuk rakyat India[113].
Pantang kekerasan menghasilakan dampak berbanding luas dengan keberhasilan, meningkatkan semangat dan partisipasi dari semua strata masyarakat India. Namun, seperti gerakan ini mencapai puncaknya, itu berakhir tiba-tiba sebagai akibat bentrokan kekerasan di kota Chauri Chaura , Uttar Pradesh , pada bulan Februari 1922. Khawatir bahwa gerakan itu akan mengambil giliran terhadap kekerasan, dan yakin bahwa ini akan menjadi kehancuran dari semua karyanya, Gandhi membatalkan kampanye pembangkangan sipil yang di canangkannya. Akhirnya, Gandhi ditangkap pada tanggal 10 Maret 1922, mencoba untuk hasutan , dan dijatuhi hukuman enam tahun penjara. Gandhi mulai hukuman pada tanggal 18 Maret 1922. Namun kemudian Gandhi dibebaskan pada Februari 1924 karena mengindap sakit usus buntu, walau Gandhi menjalani masa hukuman selama 2 tahun. Dengan kejadian tersebut Gandhi menyatakan bahwa; “Lebih baik dituduh pengecut dan lemah daripada disalahkan mengingkari sumpah kita dan berdosa di hadpan Tuhan. Jutaan kali lebih baik dampak tidak benar di hadapan dunia daripada di hadapan sendiri”[114] .  
Tanpa menyatukan kepribadian Gandhi, Kongres Nasional India mulai sempalan selama tahun-tahun di penjara, membelah diri menjadi dua faksi, satu dipimpin oleh Chitta Ranjan Das dan Motilal Nehru mendukung partisipasi partai di legislatif, dan yang lainnya di pimpin oleh Chakravarti Rajagopalachari dan Sardar Vallabhbhai Patel, menentang langkah ini. Selain itu, kerjasama antara Hindu dan Muslim, yang telah kuat pada puncak kampanye pantang kekerasan. Gandhi mencoba untuk menjembatani perbedaan ini melalui banyak cara, termasuk berpuasa tiga minggu pada musim gugur tahun 1924, dengan tujuan untuk mengajak kedua kelompok uuntk hidup bersama secara damai deni cita-cita besar, yaitu kemerdekaan secara total[115].
Gandhi kemudian meluncurkan gerakan Satyagraha[116] baru terhadap pajak atas garam pada Maret 1930. Hal ini disorot oleh Garam Maret terkenal untuk Dandi dari 12 Maret - 6 April, di mana ia berjalan 388 kilometer (241 mil) dari Ahmedabad ke Dandi, Gujarat untuk membuat garam sendiri. Ribuan Indian bergabung dengannya pada berbaris ke laut. Kampanye ini adalah salah satu yang paling sukses di Inggris terus mengganggu di India; Inggris menanggapi dengan memenjarakan lebih dari 60.000 orang. Namun penjara
tidak mampu melunturkan semangat perjuangan pantang kekerasannya.
Menurut Gandhi, kekerasan adalah identik dengan eksploitasi, Gandhi merepresentasikan penolakan terhadap integritas individual. Secara moralitas, setiap manusia mempunyai hak untuk dihargai integritasnya oleh yang lain, selain itu Gandhi juga memiliki tanggung jawab untuk menghargai kebebasan dan integritas yang lain. Manusia sudah semestinya diperlakukan sebagai tujuan dalam dirinya sendiri. Sehingga tidak dibenarkan apabila manusia diperlakukan sebagai alat untuk mencapai tujuan selain untuk tujuan kemanusiaan itu sendiri.
 Kekerasan tidak semata-mata menghancurkan dan mendegradasikan kemanusiaan dari sang korban. Namun lebih dari itu kekerasan juga menghilangkan sisi kemanusiaan dari sang pelaku. Demikianlah kekerasan menurut Gandhi, menghancurkan kedua belah pihak baik pelaku kekerasan maupun korban dari kekerasan tersebut. Oleh karena itu menurut Gandhi, prinsip  pantang kekerasan adalah merupakan prinsip penting yang berlaku secara universal dan disegala kondisi kehidupan. Hanya dengan menegakkan  pantang kekerasan sebagai prinsip utama dan bukan semata-mata sebagai instrument sementara. Dengan secara sadar tatanan kehidupan yang manusiawi dapat dibangun dan dirawat selamanya.
Untuk dapat keluar dari lingkaran kekerasan yang mendegradasi nilai-nilai kemanusiaan, bagi Gandhi. Maka setiap manusia harus menjalankan prinsip pantang kekerasan yang didasari oleh cinta. Cinta yang dapat secara spontan dan memungkinkan manusia selaras dengan fikiran dan manusia untuk menjalankan jalan hidup pantang kekerasan. Selanjutnya berhubungan dan pandangannya tentang kebenaran, Gandhi memahami bahwa kebenaran merupakan prinsip tertinggi yang didalamnya tercakup prinsip-prinsip lainnya. Kebenaran itu melekat dalam pemikiran, perkataan dan perbuatan. Menurut Gandhi prinsip Kebenaran Absolut adalah Tuhan. Inilah yang dikenal dalam pernyataan Gandhi bahwa Tuhan adalah kebenaran. Namun demikian Gandhi berpijak pada relativitas dan kelemahan manusia, Gandhi menegaskan bahwa setiap manusia tidaklah dapat memahami kebenaran yang bersifat absolute, untuk itulah maka kita tidak dapat memaksakan persepsi kebenaran kita kepada yang lain[117].
Pandangan Gandhi tentang kebenaran absolut adalah Tuhan dan relativitas pengetahuan manusia ini memberi pengaruh terhadap kesadaran termasuk dalam pemikiran filosofis Gandhi. Gandhi meyakini bahwa kebenaran absolut hanyalah Tuhan, sementara manusia hanya memahami kebenaran secara relatif sehingga setiap manusia harus terbuka terhadap perspektif yang lain dan menerima koreksi dari yang lain secara terus menerus untuk memperbaiki pandangannya[118]. Untuk itu, penegasan Gandhi merujuk pada prinsip-prinsip kebenaran dan pantang kekerasan. Hal ini membawanya pada sikap pengutamaan harkat hidup kemanusiaan dalam setiap refleksi praksis jalan perjuangan yang dirinya lampaui. Pemahaman akan hal ini ikut mempengaruhi  gagasan-gagasan  politik  yang  diyakini  oleh  Gandhi  hingga
akhir hayatnya .
Gandhi berusaha untuk keluar dari dua titik ekstrim antara ketundukan dan konfrontasi dengan kekuasaan atau perlawanan dengan kekerasan terhadap kekuasaan yang tiran. Menurut, Gandhi kedua hal tersebut dapat mengarah pada dehumanisasi atau menghilangkan sisi kemanusiaan seseorang. Oleh karena itu, ketundukan dan konfrontasi terhadap kekuasaan yang tiran akan membelenggu potensi kreatif dan fitrah manusia untuk merdeka. Sementara sisi ekstrim lainnya yaitu perlawanan dengan kekerasan terhadap kekuasaan akan menimbulkan kerugian yang mengerikan terhadap semua fihak dan memunculkan balas dendam dan kebencian yang tidak berkesudahan. Untuk mengatasi kedua permasalahan tersebut. Maka Gandhi membangun alternatif perjuangan pantang kekerasan untuk melawan kekuasaan tiran kolonialisme.
Pada konteksnya, dalam gerakan pantang kekerasan Gandhi, akan terjadi dialog di awal dan di akhir gerakannya. Pandangan yang ideal dari Gandhi adalah untuk meyakinkan pihak lawan akan kebenaran akan tujuan yang mereka perjuangkan dan adanya kepentingan esensial bersama dalam sebuah kerjasama. Metode seperti, mogok makan, puasa, hanya dapat dilakukan setelah pemenuhan tahap-tahap lainnya, seperti pengumpulan informasi yang aktual, klarifikasi kepentingan bersama kedua belah pihak, dan bila perlu. Di ikuti dengan penelitian yang lebih jauh untuk mencapai persetujuan melalui kompromi terhadap hal-hal yang sifatnya tidak penting. Bagi Gandhi, proses dialog ini dimaksudkan untuk bersifat saling menghormati
dan saling percaya, dan kejujuran partisipasinya akan sangat dihargai[119].  
Para pelaku gerakan sosial pantang kekerasan harus mampu mengetahui kemungkinan mereka keliru dalam pergerakannya. Sebaiknya mereka juga harus bersikap terbuka dari alasan-alasan dari tindakannya, dan besedia untuk mengikuti dialog. Penting bagi mereka untuk memahami dan bersikap empati terhadap pihak lawan. Pengertian semacam ini membawa para pejuang gerakan sosial pantang kekerasan untuk menciptakan suatu kelonggaran terhadap hal-hal yang sifatnya tidak penting, misalnya menggunakan kekerasan.untuk membuktikan kemurnian dari gerakannya, demi menghilangkan kecurigaan pihak lain[120].     
Menurut Gandhi, tujuan utama dari gerakan tersebut adalah untuk membangun otonomi dan kesadaran bagi mereka yang tertindas dan melampaui relasi ketegangan yang berlangsung antara penindas dan yang tertindas. Sehingga tidak menimbulkan kemandegkan atau stagnan dalam penerapan gerakan sosial pantang kekerasan. Gandhi menjelaskan bahwa, pihak-pihak yang bertikai perlu untuk tetap dilibatkan dalam pencarian kebaikan abadi, karena tujuan gerakan pantang kekerasan adalah aktualisasi diri dan untuk mengatasi perbedan sosial. Disamping itu pemikiran Gandhi itu pula tercermin dalam pemikiran Paulo Freire, berarti ini adalah tugas kemanusiaan dan tugas sejarah yang besar bagi kaum yang tertindas; untuk membebaskan diri mereka sendiri sekaligus para penindasanya[121].  


[82] Wied Prana, Biografi Singkat Mahatma Gandhi 1869-1948: Gandhi  Manusia bijak dari Timur, (Yogyakarta: Garasi, 2010), hlm. 136.
[83] Ahimsa adalah Doktrin falsafah India lama bersumber dari ajaran Hindu dan Buddha yang menghormati seluruh mahluk hidup. Falsafah yang hidup pada abad ke VI Masehi tersebut selalu dihormati dan dihayati oleh penganut agama Jain dan Budha.  Lihat: Dr. Andrik Purwasito, DEA. Imajeri India Studi Tanda-tanda Dalam Wacana, (Surakarta-Pustaka Cakra, 2002), hlm.175
[84] Dr. Susil Mittal. Non Kekerasan dalam Dunia Yang Keras; dalam India Perspectives .(New Delhi , India Perspectives, Januari 2008). hlm. 60
[85] Ibid. hlm. 62
[86] Diana Francis, Teori Dasar Transformasi Konflik Sosial, (Yogyakarta, Penerbit Quills, 2002). hlm. 85-86
[87] A.Pleysier. Op.Cit. hlm. 16
[88]Tara Gandhi Bhattacharjee. Mars Garam Yang Tersohor; dalam India Perspectives .(New Delhi , India Perspectives, Januari 2008). Hlm.53
[89] Prof. Tsuyoshi Nara, Apa Yang Telah Saya Pelajari Dari Mahatma Gandhi; dalam India Perspectives .(New Delhi , India Perspectives, Januari 2008). hlm. 103
[90] Francis Alappatt,  Log.Cit. hlm. 61
[91] Francis Alappatt, Op.Cit 20.
[92] Terhadap teror kekuasaan Inggris tersebut, Gandhi berpandangan , tiada Imperium yang mabuk dengan anggur kekuasaan dan telah merampok bangsa yang lebih lemah bisa bertahan lama di dunia ini. Dan inilah “Imperium Inggris” yang didirikan diatas eskploitasi terorganisir terhadap bangsa-bangsa yang lebih lemah diseluruh penjuru dunia. Kekuasaaan imperium ini terus menerus mempelihatkan kekuasaannya yang brutal. Tetapi kekejaman ini akan berakhir, dan imperium itu tiak akan lagi bisa bertahan ketika keadilan Tuhan menguasai semesta…inilah saatnya bagi bangsa Inggrsi untuk menyadari bahwa perjuangan yang diawali  pada 1920 adalah perjuangan tanpa akhir, hingga terwujudnya cita-cita…”Lihat:  Francis Alappatt, Mahatma Gandhi Prisnsip Hidup, Pemikiran Politik  dan Konsep Ekonomi,(Bandung, Penerbit Nusa Media.2005). hlm. 20  Op.Cit.
[93] Manusia tidak bisa hidup, meskipun hanya sebentar, tanpa melakukan tindakan himsa (kekerasan). Contoh yang paling  nyata dari aktivitas hidupnya, makan, minum dan berjalan, sedikit banyak pasti menimbulkan tindak himsa, perusakan atas hidup makhluk lainnya. Tetapi, itu semua bisa dibatasi dengan waktu yang sangat singkat.oleh karena itu, seseorang penganut Ahimsa yang setia tetap sanggup mempertahankan keyakinannya apabila buah dari seluuh amal perbuatannya adalah cinta kasih. Apabila dia mampu menghindari dirinya dengan cara sebaik mungkin yang dia mampu, sehingga dia bisa terhindar dari tindakan melukai makhluk yang paling lemah sekalipun. Dia akan senantiasa tumbuh dalam pengendalian diri dan penuh cinta kasih. Meskipun demikian, dia tidak akan pernah benar-benar  bisa terbebas dari berbuat himsa; Lihat: Stanley Wolpert, Mahatma Gandhi : Sang Penakluk Kekerasan Hidupnya dan Ajarannya, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 65  
[94] Mahatma Gandhi, Loc.Cit. hlm.99
[95] Lihat Savita Singh Gandhi Smriti. Momen dalam Hati Nurani Umat Manusia. dalam India Perspectives .(New Delhi , India Perspectives, Januari 2008). Hlm 83-84
[96] Diana Francis, Op.Cit. hlm. 87
[97] Francis Alappatt, Loc.Cit. hlm. 22
[98] Wied Prana, Op.Cit, hlm. 37
[99] Eknath Easwaran. Badshas Khan Kisah Pejuang  Muslim Antikekerasan Yang Terlupakan. (Yogyakarta, Penerbit BENTANG, 2008). hlm.104
[100] Ibid. hlm. 105
[101] Log. Cit. Tara Gandhi Bhattacharjee. Hlm. 53-54
[102] Mohammad Hatta, Ekonomi Sjarka dan Khaddar Alias Politik Perekonomian Mahatma Gandhi; Lihat. Dalam Kumpulan Karangan/ (Jakarta: Balai Buku Indonesia. 1954). Hlm. 37
[103] . Ibid. 56
[104] Ibid. 57
[105] Prof. Satendra Nandan. Mahatma Gandhi Membaca dan Menulis. (New Delhi: India Perspectives, Januari 2008). hlm. 80
[106] Ghokale, adalah guru spiritual Gandhi yang sangat di hormatinya
[107] Michael Nicholson. Log Cit. hlm. 38
[108] Ibid. hlm.39
[109]  Ved Metha. Log.Cit. hlm.
[110]  Michael Nicholson. Op.Cit. hlm. 40
[111] A. Pleysier. Log.Cit. 26-27
[112] Michael Nicholson. Op.Cit. hlm. 50
[113] Ibid. hlm. 44
[114] Ibid. hlm. 46
[115] Ibid. hlm. 48
[116] Satyagraha secara harfiah , kesetiaan kepada kebenaran. Sebutan yang diciptakan Gandhi  untuk siasat ketidakpatuhan dengan pantang kekerasan yang disenggelarakan oleh dan atas bimbingan Gandhi.  Satyagraha lahir, berkat sebuah rancangan Undang-undang dikeluarkan oleh rezim Aperteit di Afrika Selatan untuk di terapkan ke masyarakat India, Lihat; Savita Sing. Satyagraha  Konsep Anti Kekerasan, (dalam India Perspectives. (New Delhi: India Perspectives, Januari  2008). Hlm 16
[117] Francis Alappatt, Loc.Cit. hlm.56-57
[118] Ibid. hlm. 58
[119] Diana Francis. Loc.Cit. hlm. 91
[120] Ibid. hlm. 92
[121] Ibid. hlm. 93