Buku : DIBAWAH BENDERA
REVOLUSI JILID I CETAKAN KE III
Review : NASIONALISME, ISLAMISME DAN
MARXISME
Penulis : Ir. Soekarno
Panitia
Penerbit : Dibawah Bendera
Revolusi, 1964
Ditulis
oleh : Kamaruddin Salim
NPM : 13011865016
Titik
pijak pemikiran Ir. Soekarno
tentang Nasionalisme, Islamisme
dan Marxisme, yakni “… nasionalis yang bukan chauvinis,
nasionalis sejati, nasionalismenya bukan tiruan dari nasionalisme barat, timbul
dari rasa cinta akan manusia dan kemanusiaan-”, serta “… pergerakan
nasionalisme dan islamisme di Indonesia ini, -ya di seluruh Asia– ada sama
asalnya, dua-duanya berasal dari nafsu melawan ‘barat’ atau lebih tegasnya
melawan kapitalisme dan imperialisme ‘barat’ ”…dan lanjutnya “... kaum Islam
tidak boleh lupa bahwa pemandangan Marxisme tentang riwayat azas kebendaan (materislistisce
historie opvatting) ... dan sebagai penunjuk jalan untuk menerangkan
kejadian-kejadian yang telah terjadi dimuka bumi ini, dan menunjukkan
kejadian-kejadian yang akan datang, adalah amat berguna bagi mereka”.
Demikian
juga lanjut Soekarno “... Meerwarde yang dimusuhi Marxisme,
dalam hakekatnya tidak lainlah dari pada riba sepanjang paham Islam”, bahwa
menurutnya “… kaum Marxis harus ingat, bahwa pergerakannya itu, tak boleh
tidak, pastilah menumbuhkan rasa nasionalisme di hati sanubari kaum buruh
Indonesia, oleh karena modal di Indonesia kebanyakan adalah modal asing … dan
menumbuhkan suatu keinginan pada nationalemacht politiek dari
rakyat sendiri” sehingga menurutnya “… tidaklah kurang jalan kearah persatuan.
Kemauan, percaya akan ketulusan hati satu sama lain, … cukup kuatnya untuk
melangkahi segala perbedaan keseganan di antara segala pihak dalam pergerakan
kita ini”.
Pandangan
Soekarno tentang Nasionalisme memberi hormat dan penghargaan terhadap perbedaan
paham diantara bangsa Indonesia yang masih menyadari akan apa yang
sebenarnya dihadapi bersama. Nasionalisme demikian adalah Sosio-Nasionalisme.
Azas ini bertentangan dengan kapitalisme termasuk kapitalisme bangsa sendiri.
Sebagaimana dijelaskan Soekarno bahwa “Seorang nasionalis, justru karena ia
orang nasionalis, haruslah berani membukakan mata di muka keadaan yang nyata
tentang isme yang menyengsarakan Marhaen Dan mengabdi kepada kemanusiaan”,
begitu juga “… mengutamakan perjuangan kebangsaan, tidak berarti bahwa kita
tidak melawan ketamakan atau kapitalisme bangsa sendiri titik beratnya, aksennya kita punya
perjuangan tetap di dalam perjuangan nasional”
Lebih
lanjut Soekarno mengemukakan pemikirannya tentang Sosio-Nasionalisme yaitu “…
Sosio-Nasionalisme adalah “nasionalisme kemasyarakatan”, nasionalisme yang
mencari selamatnya seluruh masyarakat dan yang bertindak menurut wet-wetnya
masyarakat, … perburuhan itu adalah cocok dengan sifat-hakekatnya masyarakat
sekarang ini, yaitu cocok dengan hakekatnya masyarakat yang kapitalistis.
Perburuhan adalah memang dasarnya dunia yang kapitalistis”. Soekarno
menambahkan “… Sosio-Nasionalisme, oleh karenanya harus memandang perburuhan
ini sebagai suatu keharusan. Ya, sosio-nasionalisme harus menerima adanya
perburuhan itu sebagai salah satu alat, sebagai suatugegeven, di dalam
perjuangannya”.
Soekarno
menyatakan bahwa Sosio-Demokrasi timbul karena sosio-nasionalisme, sebagaimana
dikatakannya “… Sosio-Nasionalisme adalah nasionalisme politik dan nasionalisme
ekonomi, --suatu nasionalisme yang mencari keberesan politik dan keberesan
ekonomi, keberesan negeri dan keberesan rezeki”, lanjutnya “… Sosio-Demokrasi
adalah demokrasi sejati yang mencari keberesan politik dan ekonomi, keberesan
negeri dan keberesan rezeki. Sosio-Demokrasi adalah demokrasi politik dan
demokrasi ekonomi”. Soekarno mengemukakan bahwa Sosio nasionalisme adalah paham
yang mengandung paham kebangsaan yang sehat dan berdasarkan perikemanusiaan, persamaan
nasib, gotong-royong, hidup kemasyarakatan yang sehat, kerjasama untuk mencapai
sama bahagia, tidak untuk menggencet dan menghisap. Jadi di dalam paham
kebangsaan itu harus ada semangat kerjasama dan gotong-royong antara
bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa lain. Lebih tegas lagi yang
dimaksud Soekarno adalah paham kebangsaan berperikemanusiaan. Sosio demokrasi
adalah paham yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat. Rakyat yang mengatur
negaranya, perekonomiannya, dan kemajuannya supaya sesuatu bisa bersifat adil,
tidak membeda-bedakan orang yang dengan yang lainnya. Rakyat yang ingin
berlakunya demokrasi politik, demokrasi ekonomi, dan demokrasi sosial.
Soekarno
menjelaskan perjuangan melawan penjajah melalui Marhaenisme sebagaiamna beliau
mengungkapkan “… bagi saya azas Marhaenisme adalah suatu azas yang paling cocok
untuk gerakan rakyat di Indonesia: 1. Marhaenisme adalah azas yang
menghendaki susunan masyarakat yang dalam segala halnya menyelamatkan kaum
Marhaen. 2. Marhaenisme adalah cara perjuangan yang revolusioner sesuai
dnegan watak kaum Marhaen pada umumnya. Dan 3. Marhaenisme adalah dus azas
dan cara perjuangan “tegelijk” menuju hilangnya kapitalisme,
imperialisme, dan kolonialisme”.
Soekarno
menegaskan bahwa tuntutan revolusi rakyat Indonesia tidak hanya
sekedar merdeka, akan tetapi lebih dari itu, yaitu memperjuangkan keadilan dan
kebebasan sesuai dengan kodrat manusia (hak-hak azasi manusia). Sebagaimana
diungkapkannya “… bahwa revolusi kita ini adalah sebagian saja daripada
revolusi kemanusiaan. Cita-cita revolusi kita adalah, kataku, konggruen
dengan the social conscience of man” begitu juga lanjutnya “…
bahwa semboyan kita adalah freedom to be free, bebas untuk merdeka.
Buat apa ada freedom of speech, freedom of creed, freedom
from want, freedom from fear, jikalau tidak ada kebebasan untuk
merdeka” dan “… “Revolusi Indonesia dicetuskan untuk menuntut
pemuasan daripada rasa bangsa Indonesia, -rasa keadilan di segala lapangan-, rasa keikhlaskan, rasa dignity
of man – dan revolusi umat manusia pun mengarahkan diri kepada
rasa-rasa itu”
Soekarno
meyakini bahwa Pancasila sebagai pengangkatan yang lebih tinggi atau hogere
optrekking dari declaration of Independence dan Communist
Manifesto. Di mana “… Declaration of Independence menurut
“life, liberty, and the pursuit of happiness”, yaitu hak untuk hidup,
hak kebebasan, dan hak mengejar kebahagiaan bagi semua manusia, padahal persuit
of happiness (pengejaran kebahagiaan) belum berarti reality of
happiness (kenyataan kebahagiaan), -dan Manifesto Komunis menulis,
bahwa “jikalau kaum proletar di seluruh dunia bersatu padu dan menghancurkan
kapitalisme, mereka tak akan kehilangan barang lain daripada rantai belenggunya
sendiri” dan “sebaliknya akan memperoleh satu dunia yang baru”, lanjutnya bahwa
“… Kita bangsa Indonesia melihat bahwa Declaration of
Independence tidak mengandung keadilan social atau sosialisme, dan kita
melihat bahwa Manifesto Komunis itu masih harus disublimer (dipertinggi
jiwanya) dengan Ke Tuhanan Yang Maha Esa”, oleh karena itu menurutnya “… maka
kita bangsa Indonesia merasa bangga mempunyai Pancasila, dan
menganjurkan Pancasila itu pada semua bangsa.
Pancasila
adalah satu dasar yang universiil, satu dasar yang dapat dipakai
oleh semua bangsa, satu dasar yang dapat menjamin kesejahteraan dunia,
perdamaian dunia, persaudaraan dunia.” Demikian juga bahwa“… Manifesto Politik
Republik Indonesia USDEK adalah refleksi
daripada Pancasila itu, sehingga benarlah konklusi Dewan
Pertimbangan Agung, bahwa Revolusi Indonesia “bukanlah revolusi
borjuis model tahun 1789 di Perancis, dan bukan pula revolusi proletar model
tahun 1017 di Rusia”. Sehingga menurutnya “… Revolusi Indonesia adalah salah
satu revolusi yang dasar dan tujuannya “kongruen dengan Social Conscience
of Man”, kongruen dengan Budi Nurani Manusia, sebagai yang kukatakan
setahun yang lalu” dan “… Revolusimu itu lebih besar dan lebih luas dan lebih
benar dari pada revolusi-revolusi bangsa lain, -- Revolusi Manusia, Revolusi Sejati, yang hendak mendatangkan satu
dunia baru yang benar-benar berisikan kebahagiaan Jasmaniah dan Rohaniah dan
Tuhaniah bagi umat Indonesia, bahkan juga umat manusia di seluruh muka bumi”
Soekarno
mengkonstruksikan azas perjuangan,
Azas Perjuangan ini hanyalah perlu selama kita berjuang, selama perjuangan
berjalan. Kalau perjuangan sudah berhasil kalau Indonesia sudah tercapai,
kalau Republik Politik Sosial sudah berdiri, maka azas perjuangan itu lantas
tiada guna lagi adanya”. Oleh karena itu, menurutnya “… Kalau Indonesia-Merdeka
dan lain sebagainya sudah tercapai, maka tiada musuh lagi yang harus kita
“non-i”, tiada musuh lagi yang harus kita “machtvorming-i”, tiada musuh
lagi yang harus kita “massa-actie”… ” Soekarno mengatakan bahwa “Bagaimana imperialisme-tua itu berganti bulu
sama sekali menjadi imperialisme-modern ja’ni bukan sahadja berganti besarnja,
tetapi juga berganti wujudnja, berganti sifatnja, berganti caranja, berganti
sepak terdjangnja, berganti wataknja, berganti stelselnja, berganti sistemnja,
berganti segala-galanja – dan hanja satu jang tidak berganti padanja, ja’ni
kehausan mencari rezeki”secara tegas dikatakan bahwa … imperialis butuh akan kaum buruh murah,
akan penjewaan tanah murah, akan kebutuhan-kebutuhan rakjat jang murah. Untuk
keperluan hal-hal ini, maka rakjat kami jang “hidup kecil” dan “nerimo”, rendah
pengetahuannja, lembek kemauannja, sedikit nafsu-nafsunja, padam kegagahannja,
- rakjat “kambing jang bodoh dan mati
enerdjinja”.
Dalam
kaitannya dengan kebijakan ekonomi Soekarno menegaskan bahwa,“… dunia
sekarang memang dunia yang tidak bisa hidup tanpa bantu-membantu. Tetapi kita
tidak mau dan tidak akan mengemis bantuan dari siapapun. Kita bangsa besar,
kita bukan bangsa tempe. Kita tidak akan mengemis, kita tidak akan
meminta-minta, apalagi jika bantuan itu diembel-embeli dengan syarat ini dan
syarat itu ! Lebih baik makan gaplek tetapi merdeka, daripada makan bestik
tetapi budak”.
Soekarno
mengembangkan Manifesto Politik (Manipol) dan USDEK (Undang-Undang Dasar 1945,
Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Keperibadian
Indonesia) sebagai kerangka dasar membangun Sosialisme Indonesia. Dalam pidato
RESOPIM, Soekarno menekankan bahwa “Manipol-USDEK adalah konsep Sosialisme Indonesia” untuk
mencapai cita-cita masyarakat adil dan makmur. Atas dasar itu Soekarno berusaha
membangun etos nasionalisme dalam kalangan masyarakat. Tiada henti-hentinya
dalam setiap pidato, Soekarno membangkitkan semangat juang
masyarakat Indonesia dengan menekankan bahwa revolusi belum selesai. Persoalan yang
dihadapi Bangsa Indonesia masih cukup banyak.
Soekarno
menyadari sepenuh hati bahwa ancaman yang dapat menggagalkan tujuan revolusi
adalah apabila masyarakat Indonesia tidak bersatu padu dalam
melangkah ke arah tujuan menuju masyarakat adil dan makmur. Untuk menjaga
persatuan itu Soekarno berusaha membangun masyarakat dengan mengembangkan
strategi Nation and Character
Building.
Membangun
karakter bangsa diupayakan dengan menjaga persatuan dengan semangat Bhinneka Tunggal Ika, mengembangkan
etos nasionalisme (Semangat Trisakti), dan semangat revolusioner, Simak apa
yang dikatakan Soekarno berikut ini: “… Selalu Saya impi-impikan adalah
kerukunan Pancasilais-manipolis dari segala suku bangsa, segala agama, segala
aliran politik, segala kepercayaan”. “… Untuk mencapai itu saya anjurkan
integrasi maupun asimilasi dan kedua-duanya”. “… Pendeknya, semua suku harus
mengintegrasikan diri menjadi satu keluarga besar Bangsa Indonesia. Tunggal Ika harus kita pahami sebagai satu
kesatuan dialektis”.