Laman

Rabu, 08 Januari 2014

DIBAWAH BENDERA REVOLUSI JILID I CETAKAN KE III

CRITIKAL REVIEW  IV
Buku                           : DIBAWAH BENDERA REVOLUSI JILID I CETAKAN KE III
Review                        : NASIONALISME, ISLAMISME DAN MARXISME
Penulis                         : Ir. Soekarno
Panitia Penerbit           : Dibawah Bendera Revolusi, 1964
Ditulis oleh                  : Kamaruddin Salim
NPM                           : 13011865016

Titik pijak pemikiran  Ir. Soekarno tentang Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme, yakni “… nasionalis yang bukan chauvinis, nasionalis sejati, nasionalismenya bukan tiruan dari nasionalisme barat, timbul dari rasa cinta akan manusia dan kemanusiaan-”, serta “… pergerakan nasionalisme dan islamisme di Indonesia ini, -ya di seluruh Asia– ada sama asalnya, dua-duanya berasal dari nafsu melawan ‘barat’ atau lebih tegasnya melawan kapitalisme dan imperialisme ‘barat’ ”…dan lanjutnya “... kaum Islam tidak boleh lupa bahwa pemandangan Marxisme tentang riwayat azas kebendaan (materislistisce historie opvatting) ... dan sebagai penunjuk jalan untuk menerangkan kejadian-kejadian yang telah terjadi dimuka bumi ini, dan menunjukkan kejadian-kejadian yang akan datang, adalah amat berguna bagi mereka”.
Demikian juga lanjut Soekarno “... Meerwarde yang dimusuhi Marxisme, dalam hakekatnya tidak lainlah dari pada riba sepanjang paham Islam”, bahwa menurutnya “… kaum Marxis harus ingat, bahwa pergerakannya itu, tak boleh tidak, pastilah menumbuhkan rasa nasionalisme di hati sanubari kaum buruh Indonesia, oleh karena modal di Indonesia kebanyakan adalah modal asing … dan menumbuhkan suatu keinginan pada nationalemacht politiek dari rakyat sendiri” sehingga menurutnya “… tidaklah kurang jalan kearah persatuan. Kemauan, percaya akan ketulusan hati satu sama lain, … cukup kuatnya untuk melangkahi segala perbedaan keseganan di antara segala pihak dalam pergerakan kita ini”.
Pandangan Soekarno tentang Nasionalisme memberi hormat dan penghargaan terhadap perbedaan paham diantara bangsa Indonesia yang masih menyadari akan apa yang sebenarnya dihadapi bersama. Nasionalisme demikian adalah Sosio-Nasionalisme. Azas ini bertentangan dengan kapitalisme termasuk kapitalisme bangsa sendiri. Sebagaimana dijelaskan Soekarno bahwa “Seorang nasionalis, justru karena ia orang nasionalis, haruslah berani membukakan mata di muka keadaan yang nyata tentang isme yang menyengsarakan Marhaen Dan mengabdi kepada kemanusiaan”, begitu juga “… mengutamakan perjuangan kebangsaan, tidak berarti bahwa kita tidak melawan ketamakan atau kapitalisme bangsa sendiri  titik beratnya, aksennya kita punya perjuangan tetap di dalam perjuangan nasional”
Lebih lanjut Soekarno mengemukakan pemikirannya tentang Sosio-Nasionalisme yaitu “… Sosio-Nasionalisme adalah “nasionalisme kemasyarakatan”, nasionalisme yang mencari selamatnya seluruh masyarakat dan yang bertindak menurut wet-wetnya masyarakat, … perburuhan itu adalah cocok dengan sifat-hakekatnya masyarakat sekarang ini, yaitu cocok dengan hakekatnya masyarakat yang kapitalistis. Perburuhan adalah memang dasarnya dunia yang kapitalistis”. Soekarno menambahkan “… Sosio-Nasionalisme, oleh karenanya harus memandang perburuhan ini sebagai suatu keharusan. Ya, sosio-nasionalisme harus menerima adanya perburuhan itu sebagai salah satu alat, sebagai suatugegeven, di dalam perjuangannya”.
Soekarno menyatakan bahwa Sosio-Demokrasi timbul karena sosio-nasionalisme, sebagaimana dikatakannya “… Sosio-Nasionalisme adalah nasionalisme politik dan nasionalisme ekonomi, --suatu nasionalisme yang mencari keberesan politik dan keberesan ekonomi, keberesan negeri dan keberesan rezeki”, lanjutnya “… Sosio-Demokrasi adalah demokrasi sejati yang mencari keberesan politik dan ekonomi, keberesan negeri dan keberesan rezeki. Sosio-Demokrasi adalah demokrasi politik dan demokrasi ekonomi”. Soekarno mengemukakan bahwa Sosio nasionalisme adalah paham yang mengandung paham kebangsaan yang sehat dan berdasarkan perikemanusiaan, persamaan nasib, gotong-royong, hidup kemasyarakatan yang sehat, kerjasama untuk mencapai sama bahagia, tidak untuk menggencet dan menghisap. Jadi di dalam paham kebangsaan itu harus ada semangat kerjasama dan gotong-royong antara bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa lain. Lebih tegas lagi yang dimaksud Soekarno adalah paham kebangsaan berperikemanusiaan. Sosio demokrasi adalah paham yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat. Rakyat yang mengatur negaranya, perekonomiannya, dan kemajuannya supaya sesuatu bisa bersifat adil, tidak membeda-bedakan orang yang dengan yang lainnya. Rakyat yang ingin berlakunya demokrasi politik, demokrasi ekonomi, dan demokrasi sosial.
Soekarno menjelaskan perjuangan melawan penjajah melalui Marhaenisme sebagaiamna beliau mengungkapkan “… bagi saya azas Marhaenisme adalah suatu azas yang paling cocok untuk gerakan rakyat di Indonesia: 1. Marhaenisme adalah azas yang menghendaki susunan masyarakat yang dalam segala halnya menyelamatkan kaum Marhaen. 2. Marhaenisme adalah cara perjuangan yang revolusioner sesuai dnegan watak kaum Marhaen pada umumnya. Dan 3. Marhaenisme adalah dus azas dan cara perjuangan “tegelijk” menuju hilangnya kapitalisme, imperialisme, dan kolonialisme”.
Soekarno menegaskan bahwa tuntutan revolusi rakyat Indonesia tidak hanya sekedar merdeka, akan tetapi lebih dari itu, yaitu memperjuangkan keadilan dan kebebasan sesuai dengan kodrat manusia (hak-hak azasi manusia). Sebagaimana diungkapkannya “… bahwa revolusi kita ini adalah sebagian saja daripada revolusi kemanusiaan. Cita-cita revolusi kita adalah, kataku, konggruen dengan the social conscience of man” begitu juga lanjutnya “… bahwa semboyan kita adalah freedom to be free, bebas untuk merdeka. Buat apa ada freedom of speechfreedom of creedfreedom from wantfreedom from fear, jikalau tidak ada kebebasan untuk merdeka” dan “… “Revolusi Indonesia dicetuskan untuk menuntut pemuasan daripada rasa bangsa Indonesia, -rasa keadilan di segala lapangan-, rasa keikhlaskan, rasa dignity of man – dan revolusi umat manusia pun mengarahkan diri kepada rasa-rasa itu”
Soekarno meyakini bahwa Pancasila sebagai pengangkatan yang lebih tinggi atau hogere optrekking dari declaration of  Independence dan Communist Manifesto. Di mana “… Declaration of Independence menurut “life, liberty, and the pursuit of happiness”, yaitu hak untuk hidup, hak kebebasan, dan hak mengejar kebahagiaan bagi semua manusia, padahal persuit of happiness (pengejaran kebahagiaan) belum berarti reality of happiness (kenyataan kebahagiaan), -dan Manifesto Komunis menulis, bahwa “jikalau kaum proletar di seluruh dunia bersatu padu dan menghancurkan kapitalisme, mereka tak akan kehilangan barang lain daripada rantai belenggunya sendiri” dan “sebaliknya akan memperoleh satu dunia yang baru”, lanjutnya bahwa “… Kita bangsa Indonesia melihat bahwa Declaration of Independence tidak mengandung keadilan social atau sosialisme, dan kita melihat bahwa Manifesto Komunis itu masih harus disublimer (dipertinggi jiwanya) dengan Ke Tuhanan Yang Maha Esa”, oleh karena itu menurutnya “… maka kita bangsa Indonesia merasa bangga mempunyai Pancasila, dan menganjurkan Pancasila itu pada semua bangsa.
Pancasila adalah satu dasar yang universiil, satu dasar yang dapat dipakai oleh semua bangsa, satu dasar yang dapat menjamin kesejahteraan dunia, perdamaian dunia, persaudaraan dunia.” Demikian juga bahwa“… Manifesto Politik Republik Indonesia USDEK adalah refleksi daripada Pancasila itu, sehingga benarlah konklusi Dewan Pertimbangan Agung, bahwa Revolusi Indonesia “bukanlah revolusi borjuis model tahun 1789 di Perancis, dan bukan pula revolusi proletar model tahun 1017 di Rusia”. Sehingga menurutnya “… Revolusi Indonesia adalah salah satu revolusi yang dasar dan tujuannya “kongruen dengan Social Conscience of Man”, kongruen dengan Budi Nurani Manusia, sebagai yang kukatakan setahun yang lalu” dan “… Revolusimu itu lebih besar dan lebih luas dan lebih benar dari pada revolusi-revolusi bangsa lain, -- Revolusi Manusia, Revolusi Sejati, yang hendak mendatangkan satu dunia baru yang benar-benar berisikan kebahagiaan Jasmaniah dan Rohaniah dan Tuhaniah bagi umat Indonesia, bahkan juga umat manusia di seluruh muka bumi”
Soekarno mengkonstruksikan azas perjuangan, Azas Perjuangan ini hanyalah perlu selama kita berjuang, selama perjuangan berjalan. Kalau perjuangan sudah berhasil kalau Indonesia sudah tercapai, kalau Republik Politik Sosial sudah berdiri, maka azas perjuangan itu lantas tiada guna lagi adanya”. Oleh karena itu, menurutnya “… Kalau Indonesia-Merdeka dan lain sebagainya sudah tercapai, maka tiada musuh lagi yang harus kita “non-i”, tiada musuh lagi yang harus kita “machtvorming-i”, tiada musuh lagi yang harus kita “massa-actie”… ” Soekarno mengatakan bahwaBagaimana imperialisme-tua itu berganti bulu sama sekali menjadi imperialisme-modern ja’ni bukan sahadja berganti besarnja, tetapi juga berganti wujudnja, berganti sifatnja, berganti caranja, berganti sepak terdjangnja, berganti wataknja, berganti stelselnja, berganti sistemnja, berganti segala-galanja – dan hanja satu jang tidak berganti padanja, ja’ni kehausan mencari rezeki”secara tegas dikatakan bahwa … imperialis butuh akan kaum buruh murah, akan penjewaan tanah murah, akan kebutuhan-kebutuhan rakjat jang murah. Untuk keperluan hal-hal ini, maka rakjat kami jang “hidup kecil” dan “nerimo”, rendah pengetahuannja, lembek kemauannja, sedikit nafsu-nafsunja, padam kegagahannja, - rakjat “kambing jang bodoh dan mati enerdjinja”.
Dalam kaitannya dengan kebijakan ekonomi Soekarno menegaskan bahwa,“… dunia sekarang memang dunia yang tidak bisa hidup tanpa bantu-membantu. Tetapi kita tidak mau dan tidak akan mengemis bantuan dari siapapun. Kita bangsa besar, kita bukan bangsa tempe. Kita tidak akan mengemis, kita tidak akan meminta-minta, apalagi jika bantuan itu diembel-embeli dengan syarat ini dan syarat itu ! Lebih baik makan gaplek tetapi merdeka, daripada makan bestik tetapi budak”.
Soekarno mengembangkan Manifesto Politik (Manipol) dan USDEK (Undang-Undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Keperibadian Indonesia) sebagai kerangka dasar membangun Sosialisme Indonesia. Dalam pidato RESOPIM, Soekarno menekankan bahwa “Manipol-USDEK adalah konsep Sosialisme Indonesia” untuk mencapai cita-cita masyarakat adil dan makmur. Atas dasar itu Soekarno berusaha membangun etos nasionalisme dalam kalangan masyarakat. Tiada henti-hentinya dalam setiap pidato, Soekarno membangkitkan semangat juang masyarakat Indonesia dengan menekankan bahwa revolusi belum selesai. Persoalan yang dihadapi Bangsa Indonesia masih cukup banyak.  
Soekarno menyadari sepenuh hati bahwa ancaman yang dapat menggagalkan tujuan revolusi adalah apabila masyarakat Indonesia tidak bersatu padu dalam melangkah ke arah tujuan menuju masyarakat adil dan makmur. Untuk menjaga persatuan itu Soekarno berusaha membangun masyarakat dengan mengembangkan strategi Nation and Character Building.

Membangun karakter bangsa diupayakan dengan menjaga persatuan dengan semangat Bhinneka Tunggal Ika, mengembangkan etos nasionalisme (Semangat Trisakti), dan semangat revolusioner, Simak apa yang dikatakan Soekarno berikut ini: “… Selalu Saya impi-impikan adalah kerukunan Pancasilais-manipolis dari segala suku bangsa, segala agama, segala aliran politik, segala kepercayaan”. “… Untuk mencapai itu saya anjurkan integrasi maupun asimilasi dan kedua-duanya”. “… Pendeknya, semua suku harus mengintegrasikan diri menjadi satu keluarga besar Bangsa Indonesia. Tunggal Ika harus kita pahami sebagai satu kesatuan dialektis”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar