Laman

Senin, 25 November 2013

Budaya Membaca Membangun Peradaban Dunia

                                                          

Budaya Membaca Membangun Peradaban Dunia


Membaca adalah salah satu penanda terciptanya suatu peradaban. Hal ini didasari atas kesepakatan bahwa berakhirnya zaman pra-sejarah ditandai dengan munculnya bukti tertulis pada peradaban tersebut. Beberapa peradaban lebih dulu maju dan berkembang dibanding peradaban lainnya. Misalnya peradaban India, yang dikenal juga dengan peradaban lembah sungai indus, telah berlangsung sejak tahun 2800 sebelum masehi sementara peradaban pertama yang dikenal di Indonesia adalah peradaban yang berasal dari kerajaan kutai yang diketahui melalui yupa atau prasasti dalam upacara pengorbanan kerajaan kutai. Jadi selama rentang waktu lebih dari 3000 tahun, masyarakat Indonesia telah tertinggal membaca dibandingkan masyarakat India.
Selain India terdapat peradaban kuno yang telah menorehkan bukti sejarah seperti peradaban mesir, peradaban romawi, peradaban babylonia, peradaban cina, dll. Sistem yang ditetapkan pada peradaban tersebut kini telah punah seiring dengan perkembangan jaman dan pertukaran budaya antar masing-masing negara. Munculnya paham kolonialisme membuat banyak negara dengan peradaban yang lebih maju melakukan invasi dengan tujuan 3G (Gold, Glory, dan Gospel) yang cukup berperan dalam kepunahan peradaban tersebut.
Berdasarkan peninggalan sejarah pula, terdapat kesamaan pola dari penyebab kemajuan dan kehancuran peradaban-peradaban tersebut. Peradaban maju ataupun hancur dikarenakan 2 hal yaitu:
  1. Keadilan pemimpin.
  2. Kemauan masyarakat untuk belajar.
Di Indonesia, masa keemasan peradaban kuno terjadi pada jaman kerajaan Sriwijaya dan Majapahit. Masa keemasan kerajaan Sriwijaya terjadi pada abad ke 8 dan 9 masehi. Pada era tersebut, kerajaan Sriwijaya menjadikan dirinya sebagai kerajaan yang menjadi pusat pendidikan agama budha terbesar yang diperkuat dengan bukti sejarah I Tsing. Pada era tersebut terdapat pula banyak prasasti dan candi. Kerajaan berhasil mengembangkan daerah kekuasaan hingga menjangkau daerah Thailand, Kamboja, dan sekitarnya. Kerajaan pun dipimpin oleh pemimpin yang bijak dan adil sehingga dapat mensejahterakan dan mencerdaskan rakyatnya.
Jika kita menelusuri kehidupan yang terjadi pada masa masing-masing peradaban, kesamaan pola mengenai pemimpin yang adil dan rakyat yang mau belajar pasti akan selalu ditemui sebagai pemicu majunya suatu peradaban. Setelah perang dunia ke II, Jepang berhasil bangkit menjadi negara yang nyaris bangkrut menjadi negara dengan PDB terbesar pertama di dunia pada awal tahun 90-an. Hal tersebut ditandai dengan program pemerintah Jepang untuk melakukan restrukturisasi. Menariknya, restrukturisasi tidak dimulai dari infrastruktur melainkan dari mental masyarakat Jepang untuk berdisiplin, maju, dan suka membaca. Bahkan pada periode keemasannya, hampir seluruh penduduk Jepang selalu membaca buku selama waktu senggangnya di kereta, atau di dalam media transportasi lainnya.
Peradaban negara Indonesia masih sangat muda. Peradaban negara Indonesia secara legal baru terbentuk ketika tanggal 28 Oktober 1928 para pemuda yang menjadi cikal bakal terbentuknya negara kesatuan Republik Indonesia mengikrarkan diri untuk bersatu dalam satu bangsa, bangsa Indonesia. Peradaban ini baru berusia 82 tahun. Berbeda dengan peradaban Jepang yang telah berusia lebih dari 400 tahun apalagi China yang telah berusia lebih dari 3000 tahun. Sulit bagi negara ini untuk membentuk budaya positif seperti membaca sebagai karakter penduduk Indonesia. Dibutuhkan waktu dan proses yang cukup lama untuk mewujudkan itu. Sementara itu, budaya positif tersebut sangat dibutuhkan agar kita dapat lebih di depan negara-negara lain sementara kita telah sangat lama dan sangat jauh tertinggal.
Perwujudan budaya unggul tersebut dapat dimulai dari diri kita sendiri. Mulailah membaca. Membaca adalah akar dari segala peradaban dunia. Harus kita akui bahwa budaya membaca masyarakat Indonesia masih sangat lemah. Sulit bagi kita untuk melakukan pengukuran ataupun pengujian terhadap seberapa banyak buku yang dibaca masyarakat Indonesia per bulannya, tetapi kita dapat mengetahui lemahnya budaya membaca masyarakat Indonesia dari rendahnya produktivitas karya tulis yang dihasilkan masyarakat Indonesia. Pada tahun 2010, penerbit di Indonesia memproduksi 1500-2000 judul buku per bulannya. Angka ini sangat jauh lebih rendah dibanding Jepang yang memproduksi lebih 60.000 judul buku setiap bulannya, apalagi Inggris yang memproduksi lebih dari 100.000 judul buku per bulan.
Rendahnya angka produksi jumlah buku ini dapat menggambarkan betapa sedikitnya jenis buku yang beredar di Indonesia setiap bulannya. Angka itu juga menunjukkan bahwa pasar membaca di Indonesia masih sangat rendah sehingga produsen harus selektif untuk menerbitkan buku yang dapat disukai oleh masyarakat Indonesia agar buku terbitannya setidaknya tidak rugi. Angka ini tentu sangatlah memprihatinkan. Keberadaan ebook yang banyak disebarkan dalam versi gratis (meskipun beberapa tidak legal) juga tak banyak membantu. Lebih dari 60% aktivitas masyarakat Indonesia di dunia digital adalah mengakses situs jejaring sosial atau sejenisnya. Tentu hal ini sangat disayangkan mengingat banyak sekali situs-situs yang dapat memberikan manfaat bagi masyarakat untuk menambah wawasan dengan membaca.
Blog seharusnya dapat menjadi pemicu peningkatan budaya baca masyarakat Indonesia. Sifat blog yang lebih ringan dan dapat dikustomisasi oleh pengguna menjadikan blog nyaman untuk dibaca. Informasi yang dimuatpun beragam. Dari hal-hal yang sederhana, penting, rumit, dan tidak penting. Dari blog pun masyarakat dapat memulai budaya menulis yang juga merupakan budaya yang masih lemah dalam kehidupan masyarakat Indonesia sehari-hari.
Sayangnya, hingga kini budaya menulis ataupun membaca di blog masih sekedar budaya bagi komunitas tertentu. Informasi yang beredar blog berbahasa Indonesia masih sangat rendah jika dibandingkan dengan blog yang berbahasa Inggris atau berbahasa asing lainnya seperti Prancis, dan Cina. Padahal jika melihat statistik di facebook, bahasa Indonesia merupakan salah satu dari 5 bahasa yang paling sering digunakan. Artinya, orang Indonesia merupakan orang yang gemar menulis (setidaknya untuk status facebook, hehehe..). Jika kebiasaan itu dialihkan untuk menulis sesuatu yang lebih produktif dan bisa dibaca oleh banyak orang tentu itu akan lebih baik lagi. Apa hubungannya antara menulis dan membaca? Tingginya produktivitas menulis berarti menandakan tingginya produktivitas membaca. Setidaknya tulisan anda akan dibaca oleh diri anda sendiri bukan?
Mungkin membaca memang merupakan hal yang sulit, tetapi bukan mustahil untuk dibudayakan dalam kehidupan sehari-hari. Saya bukanlah seorang ahli yang berkecimpung di dunia baca, atau orang yang punya kepentingan dalam baca. Oleh karena itu, saya juga belum mengetahui metode-metode yang tepat untuk dapat meningkatkan minat baca. Namun ada beberapa sumber yang dapat dimanfaatkan untuk menikmati bacaan.
  1. Sumber informasi cara-cara membaca.
Anda dapat mengakses blog Buku Ubah Dunia, disana terdapat banyak referensi yang dapat bermanfaat untuk mengembangkan budaya baca yang produktif yang dapat diterapkan di kehidupan sehari-hari. Anda juga dapat mengakses pagefacebook buku ubah dunia. Ada banyak event-event serta informasi menarik seputar dunia buku yang mungkin saja bermanfaat.
  1. Sumber membaca buku.
Anda dapat mengakses wetick.com untuk dapat membaca buku dengan harga terjangkau serta tanpa batasan frekuensi peminjaman. Sistem yang diterapkan pun cukup mudah dan anda dapat meminjam buku terbaru tanpa harus beranjak dari komputer anda. Selain itu, terdapat banyak ebook gratis yang tersebar di jagad maya. Anda cukup memanfaatkan situs google dan melakukan pencarian untuk kata kunci yang sesuai dengan informasi bacaan yang ingin anda cari. Jika ingin mendapatkan buku terbaru, anda dapat menuju toko buku terdekat dan melakukan pembelian disana. Jika anda males, anda dapat melakukan pembelian di toko buku online yang banyak terdapat di dunia internet.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar