CRITIKAL REVIEW I
Buku : PENGANTAR KE
PEMIKIRAN POLITIK EDISI BARU
Review : BAB I APAKAH POLITIK
DAN ILMU PENGETAHUAN POLITIK
Penulis : Deliar Noer
Penerbit
: PT. Rajawali,
Jakarta. 1983
Ditulis
oleh : Kamaruddin Salim
NPM : 13011865016
Pemikiran Deliar Noer, tentang
Politik Indonesia mengalami pasang naik dan pasang surut dalam kehidupan
bernegara di tanah air, bahkan sebelum Indonesia berbentuk negara di abad ke-20
yaitu ketika Belanda masih menjajah Indonesia. Di masa penjajahan, telah
disebutkan bahwa kemerdekaan Indonesia, jadi melepaskan diri dari ikatan
Belanda dan merupakan tujuan utama. Dalam perjalanan pergerakan untuk menjadi
sebuah bangsa yang berdaulat Deliar Noer membagi kedalam tiga kelompok yakni; pertama,
Ahli atau peserta pergerakan terlibat langsung dalam berpolitik, karena
begitu hebatnya mereka menggerakan rakyat untuk tidak buta politik, tidak takut
politik dan tidak berdiam diri dengan keadaan politik yang dihadapi. kedua, orang yang memang tidak ingin
atau enggan untuk turut serta dalam perjuangan kemerdekaan itu, menurutnya
pihak ini adalah mereka yang takut akan politik, disadari atau tidak, telah
serta juga dalam kehidupan politik. Karena mereka telah memilih suatu
alternative dalam kehidupan berpolitik walaupun secar pasif. Ketiga, kelompok yang anti terhadap
kemerdekaan yakni orang-orang yang aktif menentang usaha pergerakan dan
membantu usaha-usaha hindia belanda untuk mematikan dan, sekurang-kurangnya,
menghambat jalan pergerakan tersebut, menurutnya mereka telah dipandang sebagai
orang-orang yang berpolitik walaupun dalam perjuangan kemerdekaan dipandang
merugikan pergerakan kemerdekaan.
Deliar Noer menyebutkan bahwa
politik adalah segala aktivitas atau sikap yang berhubungan dengan kekuasaan
dan yang bermaksud untuk mempengaruhi, dengan jalan mengubah atau
mempertahankan, suatu macam bentuk susunan masyarakat. Walaupun demikian,
Deliar Noer mengemukakan bahwa gejala seperti ini, baik di Eropa Barat dan di
Amerika Utara persoalan perebutan kekuasaan ini mudah terlihat, karena mempergunakan
sistim pemilihan umum secara berkala yang disertai dengan pers yang banyak
sedikitnya bebas sehingga perebutan itu diungkapkan secara terus menerus. Namun
agak kurang jelas kelihatan di negeri-negeri komunis seperti Rusia dan Cina walaupun ada pemilihan
secara berkala karena tidak ada calon lawan sehingga yang dipilih terbatas pada
calon atau daftar calon yang boleh dikatakan sudah ditentukan. Beliau juga
menyebutkan bahwa Rusia dan Cina dalam tingkat permulaan mereka hendak dan
sudah berkuasa, adalah merebut dan mempertahankan terus-menerus kekuasaan itu.
Jadi menurutnya bahwa kekuasaan yang direbut dikedua negara ditujukan kepada
perombakan susunan masyarakat lama.
Dengan demikian, Deliar Noer menjelaskan
bahwa perebutan kekuasaan dikedua negara ini disertai dengan kekerasan, dengan
senjata. Beliau menyatakan bahwa perebutan kekuasaan yang bersifat demikian
juga pernah dialami oleh Indonesia. Sebagaimana beliau mengutip pandangan
Clausewitz yang menyatakan bahwa perang adalah perpanjangan dari politik, namun
perang itu lain dari politik. Oleh karena itu, Deliar Noer mencontohkan kisah-kisah
pahlawan penguasa sebagai kekuasaan yang sering tidak terpisahkan dari
kekerasan. Bahwkan Iskandar Agung dan Napoleon serta pahlawan-pahlawan atau
raja-raja kita dahulu erat dengan, bahkan mempergunakan kekerasan. Akan tetapi
beliau mengingatkan bahwa kekuasaan sebenarnya tidak perlu terjadi kekerasan,
walaupun pada akhirnya kekerasan ini mungkin tidak dapat dihindari dan terpaksa
dipergunakan. Seperti halnya yang dilakukan oleh Mohandas Karamchand Gandhi
atau lebih dikenal Mahatma Gandhi, yaitu untuk menghindari kekerasan dalam
perjuangan politik, baik politik dalam maupun luar negeri dengan aksi-aksi
tanpa kekerasan (ahimsa). Dan menginspirasi para tokoh dunia yang lainnya,
seperti, Martin Luther Jr, dari Amerika Serikat, Dalai Lama dari Tibet, Nelson
Mandela dari Afrika Selatan. Dengan demikian, maka kekuasaan sepatutnya
dijauhkan daripraktik kekerasan dalam praktik berpolitik.
Menurut Deliar Noer bahwa
kekuasaan seperti ini yang kemudian disebut dengan kekuasaan yang mempunyai
sifat wibawa. Wibawa menimbulkan pada
orang yang dihadapi rasa segan, bukan rasa takut, rasa hormat, bukan kecut.
Dengan begitu tidak perlu lagi ada perang ataupun kekerasan untuk menjaga
ketertiban. Orang yang berwibawa tidak menggunakan kekerasan untk mencapai
maksud tertentu, namun mereka memiliki kekuasaan yang besar sehingga melahirkan
pengaruh sekurang-kurangnya atas pengikutnya. Menurutnya dalam bidang politik
soal pengaruh ini dangat penting, karena pengaruh dapat menggerakkan massa
untuk menentang lawan, dan sebaliknya menggerakan massa untuk menyokong kawan.
Pengaruh dapat juga menggagalkan langkah-langkah pemerintah, dan sebaliknya
dapat pula melancarkan usaha-usaha pemerintah. Dalam konteks pengaruh ini, Deliar
Noer mengutip pendapat seorang ilmuwan politik Amerika yang menyatakan bahwa
studi politik atau ilmu pengetahuan politik adalah “ studi mengenai soal
pengaruh dan yang berpengaruh”.
Uraian mengenai kekuasaan,
kekerasan, wibawa dan pengaruh seperti yang dipaparkan di atas, menurut Deliar
Noer, mengandung makna bahwa ada dua pihak yang dimaksudkan, sekurang-kurangnya
ada dua orang (untuk mengabaikan soal benda) yang saling berhubungan dan
berkepentingan. Menuruntya bahwa kekuasaan terikat pada sifat hubungan antara
dua pihak. Sehingga tidak dapat diterima sekurang-kurangnya sulit sekali
diterima bahwa kekuasaan itu bersifat multak dan bulat. Hal ini terkait dengan
sifat manusia; bahwa manusia itu berakal, berperasaan, berkeinginan, dan sebagai
kelanjutannya, berkepentingan terhadap sesuatu. Dan oleh karena manusia
berperasaan dan berkeinginan, maka sangat berpengaruh pula dalam sikap
politiknya. Oleh karena itu, perasaan tidak dapat dikesampingkan dalam
membicarakan masalah kekuasaan, begitu juga tidak ada yang tetap keinginan
manusia. Hal ini menjelaskan bahwa kekuasaan itu tidak dapat bersifat mutlak
dan bulat berada ditangan orang atau satu pihak. Sebagaimana yang dikemukakan
oleh Deliar Noer bahwa keinginan itu bisa pula terwujud dalam bentuk yang lebih
keras, yaitu kepentingan. Berkepentingan menurut Deliar Noer, mempunyai
pengertian yang lebih tegas, dan sudah dekat pada pengertian hak, sungguh pun
ia dapat pula terlepas dari soal hak.
Deliar Noer menguraikan bahwa
keinginan dan kepentingan, erat hubungannya dengan nilai dan dengan tujuan dari
seseorang, dari segolongan atau dari manusia umumnya.Menurutnya dalam jaman
penjajahn Belanda pemimpin-pemimpin kita mengajak segenap bangsa kita mencintai
kemerdekaan. Dalam jaman revolusi bersenjata dahulu nilai kemerdekaan ini boleh
dikatakan telah merata di seluruh persada tanah air, sehingga seakan tidak ada
lagi nilai lain yang lebih dijunjung. Nilai merupakan suatu sifat atau tujuan
dari kehidupan seseorang atau golongan sedemikian rupa sehingga orang
bersangkutan mempunyai hasrat agar sifat atau tujuan ini harus atau seharusnya
berlaku. Nilai mempunyai dua sifat yakni berubah dan ia tetap. Berubah karena
orang meninggalkannya, dan karena orang ingin menegakkan yang baru dianggap
lebih bernilai. Ia tetap bila ia dijadikan terus sebagai pegangan. Nilai yang
tetap itu berarti bersifat langgeng, diakui tanpa batas waktu dan ruang. Menurutnya nilai-nilai agama, yang lebih erat
hubungannya dengan keyakinan, bahkan agama itu sendiri, jadi keyakinan dapat
memberi pengaruh besar dalam mengambil sikap. Nilai sebagai milik yang banyak
mempengaruhi pada sikap manusia seperti harta benda. Dengan milik menunjukkan
status dan kelas seseorang dimana menurut Noer, dengan mengambil milik sebagai
criteria atau pedoman, kedudukan seseorang atau golongan terhadap yang lain
dapat diperbandingkan sehingga dapat disusun suatu hierarki antara orang-orang
atau golongan bersangkutan.
Antara nilai dan tujuan
dibedakan namun tidak dapat dipisahkan, tujuan merupakan satu diantara sekian
banyak nilai, sebaliknya nilaipun dapat merupakan tujuan, tujuan singkat atau
dekat dan tujuan akhir. Dari tujuan inilah lahir sebuah cita-cita tentang kehidupan
masyarakat sering disebut ideologi, terutama kalau tujuan dan cita-cita itu
merupakan milik suatu kelompok masyarakat. Ilmu pengetahuan politik atau disebut
ilmu politik menurut Mohammad Hatta bahwa ilmu adalah pengetahuan yang didapat
dengan jalan keterangan. Ilmu menjelaskan sesuatu gejala yang ada, memberikan
kejelasan tentang sebab-akibat dari sesuatu fakta yang dijadikan pusat
perhatian. Ilmu politik mempelajari mengenai kejadian, gejala, fakta yang
berhubungan dengan kekuasaan, dimana seseorang itu mudah dan segera memberikan
penilaiannya dengan ukuran-ukuran atau nilai lainnya. Kita mengenal bahwa
politik itu pada umumnya berkenaan dengan dua hal, yaitu kekuasaan dan susunan
masyarakat.
Prof. Mohammad Yamin mendefenisikan
ilmu politik bahwa ilmu itu, memusatkan tinjauannya kepada masalah kekuasaan
dan bagaimana jalannya tenaga kekuasaan dalam masyarakat dan susunan negara.
Sementara negara menurut Deliar Noer adalah semacam bentuk ikatan antar
manusia, semacam bentuk kumpulan yang pada akhirnya dapat mempergunakan paksaan
terhadap anggota-anggotanya. Bentuk ikatan ini terdiri dari dua yakni Pertama,
yang meliputi keseluruhan segi hidup manusia. Kedua, yang meliputi hanya
sebagian dari segi-segi hidup manusia itu. Secara sepintas lalu negara, pemerintah
dan penguasa itu dapat disamakan, namun dalam kehidupan nyata pemerintahlah
yang mewakili negara. Walaupun demikian, pemerintah bukan milik negara. Yang
memiliki negara adalah rakyat. Pemerintahpun sebenarnya kepuunyaan rakyat,
karena pemerintah dibentuk oleh dan dari rakyat. Hal ini menyampaikan bahwa
negara mempunyai kedaulatan walaupun kedaulatannya bersifat relative. Dengan
demikian, hubungan seseorang dengan negaranya dapat berupa kewajiban-kewajiban
tertentu. Artinya adanya hukum menunjukkan adanya susunan masyarakat yang
teratur. Seperti halnya pidato Presiden Soekarno ketika itu seakan sudah
menjadi sumber hukum.Dalam pidato yang diucapkan dalam rangka 17 Agustus
Presiden mungkin menyinggung falsafah atau teori bernegara, umumnya teori atau
falsafah politik. Kita telah mengenal manipol, resopim dan lain-lain. Teori
politik menguraikan kenyataan yang ada, bukan apa yang seharusnya; dengan kata
lain, Das Sein, bukan Das Sollen. Akan tetapi semua hal yang
telah disebut diatas terkait dengan lembaga-lembaga politik. Lembaga politik
yang melahirkan hukum yang mengatur baik hubungan luar negeri begitu juga
mengatur tentang perluasan perhatian dan perbedaan pendekatan politik.
Ilmuwan politik mendasarkan pada dua
pendekatan yakni pertama yang cenderung pada nilai, yang kedua yang cenderung
pada perilaku (behavior). Sementara ditinjau dari sudut pandang ilmu
pengetahuan memiliki hubungan dengan ilmu-ilmu lain sepertia, Filsafat yang
merupakan induk dari ilmu pengetahuan yang juga membantu ilmuwan politik dalam
menganalisa perkembangan masyarakat, sejarah merupakan yang terdekat dengan
ilmu politik, sehingga orang mudah mengatakan bahwa kita, memberi pelajaran,
atau kita belajar dari sejarah. Hukum, ilmu hukum yang erat kaitannya dengan
politik adalah hukum konstitusi baik tertulis maupun tidak tertulis. Begitu
juga sosiologi maupun antropologi yang menyangkut hubungan kelompok dalam
masyarakat, yang membahas tentang masalah pendekatan, dan dalam hal ini berlaku
tentang tak ada kemutlakan dalam sifat ilmu pengetahuan.
Ilmu pengetahuan politik dapat
disimpulkan Pertama, bahwa ilmu pengetahuan politik melingkupi persoalan yang
lebih luas lagi daripada bila penumpuan perhatian itu ditujukan kepada negara.
Ilmu politik menyoroti tentang kekuasaan dalam kehidupan bersama atau
masyarakat. Oleh karena itu, maka tidaklah sama dengan pengertian ilmu politik
menurut R Kranenburg, meniliti berdirinya, hakekat, bentuk negara. Kedua, bahwa
hidup bernegara sebenarnya mengatakan tantangan kepada kita; menantang kita,
apakah segala sesuatunya dalam negara dibiarkan berjalan sekehendaknya dan ini
berarti berjalan dengan dikemudikan orang lain dengan kita sebagai penonton,
ataukah akan berjalan dengan penyertaan dari pihak kita sendiri di
tengah-tengah partisipasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar