LEMBAH
TAGAFURA
Pagi kemarin ayah berkata padaku
Anakkku sayang, usia kami berdua mulai
tua
Tenaga dan ketangkasan kami tak lagi
seperti dulu anakku
Harapan kami kini bergantung pada kalian
anakku
Kami tidak menyediakankan harta berharga
padamu
Harap dimaklumi, kami dari dusun
terpencil anakku
Kata-katanya sungguh menyadarkan diriku
Anakku sayang,
Jelang siang dia mengajak aku menuruni
lembah curam Tagafura
Mengambil beberapa batang bambu jawa
yang besar
Tagafura dalam hikayat lokal berarti dapat menutup
Tangkas tangannya membelah lalu membagi
dalam berapa bagian
Ayahku, apa yang hendak engkau perbuat
dengan bambu ini
Lalu dia berkata padaku, anakku sayang. Bambu
ini akan ku rangkai menjadi kursi
Dan meja belajar buatmu
Tidak kah engkau pahami, ayah belum sanggup
membeli meja belajar yang layak
Ayah mengahrapkan dari karya sendiri
mampu mendidik engkau dengan semnagat mencipta yang mahir
Hari mulai sore, kabut tebal perlahan
menutupi dahan cengkeh san setapak nan lembab itu
Di lembah ini, ku saksikan gelora
kehidupan yang disugihi tuhan melimpah ruah
Kawanan burung kakak tua putih dan hijau
melantunkan suara kebebasan
Terbang dari dahan ke dahan, pohon
duarian tinggi menjulang
Musim panen telah dimulai, orang-orang
dusun kalaodi bergelimang kebahagiaan
Di sini kawan, anak-anak desa gesit pula
larinya
Tanah lembab, licin dan dipenuhi batang
pohon yang telah dibabat habis untuk menutupi bebatuan yang kokoh di antara
celah akan pohon durian
Balapan anak-anak desa ini menyerupai
balapan kuda Sumbawa di NTB
Gesit berlari, memacu kekuatan demi
meraih buah durian yang dalam kisah lokal pohon tak betuan
Ayah, tidak mengajari aku, janganlah
ikut berlari
Janganlah engkau menyiksa dirimu karena
sebuah durain yang sama sekali tak berarti
Anakku, jadilah pemikir yang baik akal
dan jiwamu
Sebab hidip ini tak selamanya
mengharuskan engkau berlari demi satu benda yang sia-sia
Kamaruddin Salim
UNAS, 2 Mei 2014
Untuk Ayah-Ubu dan Untuk anak-anak Indonesia.selamat
hari Pendidikan Nasional kita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar