Laman

Selasa, 13 Mei 2014

SANG PENGUASA NICCOLO MACHIAVELLI


KRITICAL REVIEW
SELURUH BUKU SANG PENGUASA
NICCOLO MACHIAVELLI
Oleh: Kamaruddin Salim


A.                PENDAHULUAN
Machiavelli hidup dalam suatu tradisi kekuasaan yang telah mengalami pendobrakan legitimasi religius. Selubung gaib yang selama berabad-abad menutup wajah raja sebagai manusia biasa menjadi wajah dewa atau wakil dari dunia gaib, telah terkuak dan wajah penguasa menjadi wajah seorang manusia biasa kembali. Machiavelli mewarisi paham kekuasaan dari tradisi agama Yahudi-Kristen yang menolak identifikasi penguasa dari wilayah Illahi dan menempatkannya dalam tata tertib kehidupan manusia biasa, yang tunduk pada kehendak Tuhan, dan dapt dikritik serta meminta pertanggungjawaban dari segi moralitas. Dan dari tradisi kekristenan berlaku sikap dasar terhadap segala kekuasaan duniawi, yakni bahwa manusia harus lebih taat kepada Allah (menurut tuntutan hati nuraninya) daripada kepada manusia.
Machiavelli memainkan peranan sebagai politikus, pentas kekuasaan yang yang dinaikinya sudah dibersihkan dari legitimasi religius dan tinggal legitimasi moral yang dihadapinya. Dia tidak mengira bahwa filsafat politik yang ditulis pada bukunya Sang Penguasa  merupakan suatu pendobrakan terhadap legitimasi moral, sehingga wajah seorang yang bersih, suci, murni, sopan dan feminism, tetapi wajah penguasa yang licik, kotor, berdaeah dan garang seperti layaknya wajah manusia yang penuh ambisi, yang senantiasa gelisah dan resah sampai seluruh ambisinya terwujud menjadi kenayataan.
Pada masa pemerintahan Lorenzo Agung (1464-1492). Niccolo Machiavelli lahir (1469-1527) dan dibesarkan dalam keluarga ayahnya yang ahli hukum dan kaya. Ayahnya membantu Machiavelli untuk menikmati pendidikan yang terbaik pada waktu itu di Florence. Ayahnya sebagai ahli hukum pemerintah dan bekerja di kantor pajak. Ayahnya menginginkan dirinya menjadi teknokrat. Sedangkan ibunya menginginkan Machiavelli menjadi imam atau rohaniawan. Akan tetapi Machiavelli sendiri menjadi seorang politikus dengan ide-ide yang kongkret, praktis, dan peka terhadapat prioritas-prioritas tindakan.
Machiavelli menangkap dan memahami realitas politik bertolak dari rangkaian aksi bangsa-bangsa yang diwarnai dengan kepentingan masing-masing bangsa. Interaksi hubungan internasional membawa Machiavelli ke pemahaman yang mendalam tentang hakikat manusia menurut pengalamannya. Machiavelli dalam bukunya Sang Penguasa, diperlihatkan pilihan utaman profesi Machiavelli, yakni seorang politikus praktis yang berminat pada tindakan nyata dengan pedoman-pedoman operasional yang langsung dapat diterapkan secara spontan karena sense of urgency (desakan keadaan) memaksa politikus u(desakan keadaan) memaksa politikus untuk memperhatitikan dan mengutamakan urutan prioritas tindakan-tindakannya. Dan justru karena saran-saran kongkret yang ditawarkan kepada penguasa untuk mencapai tujuan-tujuan jangka panjang sebuah negara yang pad umumnya diminati golongan moralis dapat diamankan. Di sini jelas kelihatan watak kenegarawan Machiavelli, dan sekaligus seorang filsuf politik yang ulung dalam barisan filsuf politik dunia saat ini.
B.                 SURAT DARI NICOLO MACHIAVELLI KEPADA YANG MULIA LORENZO DE’MEDICI
Sudah menjadi kebiasaan bagi orang yang ingin mengambil hati seorang Penguasa untuk menghadapi penguasa tersebut dengan membawa barang milik mereka yang paling berharga, atau membawa barang-barang yang mereka ketahui akan membuat sang Penguasa berkenaan di hati. Karenanya kita berap kali menyaksiakan para Penguasa menerima persembahan kuda, senjata, busana dari emas, intan permata, dan perhiasan-perhiasan semacam itu yang sangat cocok bagi keluhuran kedudukan seorang  Penguasa. Sekarang hamba ingin mempersembahkan diri hamba sendiri kepada Yang Mulia dengan membawa beberapa tanda  kesetiaan  dan hormat hamba kepada yang Mulia. Tetapi hamba tidak dapat menemukan milik yang sangat hamba cinta dan yang sangat hamba hargai selain pengetahuan hamba tentang karya-karya orang besar, yang hamba peroleh setelah lama mempelajari masalah- masalah zaman sekarang dan juga menekuni dunia masa silam. Lama masalah- masalah ini hamba pelajari dan renungkan dengan penuh ketekunan, dan kini setelah dirangkum dalam sebuah buku kecil, hamba persembahkan ke hadapan Paduka.
Walaupun saya berbeda pendapat bahwa karya-karya saya ini tidak pantas dipersembahkan ke hadapan Paduka, namun, saya yakin sepenuhnya bahwa Paduka akan berkenaan menerimanya, karena saya tidak dapat mempersembahkan pemberian yang lebih berharga selain ini yang dapat membantu Paduka dalam waktu singkat memahami segala sesuatu yang telah bertahun-tahun saya pelajari dan saya pahami dengan penuh penderitaan dan bahaya. Saya memang tidak menghiasi buku ini dengan kata-kata yang memukau, atau dengan kalimat –kalimat yang memikat, atau hiasan yang berlebihan seperti yang biasa digunakan banyak penulis dalam menguraikan atau menghias karya-karya yang mereka hasilkan. Saya tidak ingin buku ini dipandang istimewa, atau dianggap berkenan semata-mata karena keanekaragaman isinya dan pentingnya masalah yang dibahas. Saya yang berasal dari kalangan rendah kedudukan sosialnya, tidak ingin dianggap terlalu lancang membicarakan dan memberikan petunjuk bagaimana para raja harus memerintah, karena seperti orang-orang yang sedang melukis pemandangan, mereka akan duduk disuatu lembah untuk meneliti ciri-ciri gunung dan tanah-tanah yang berada di tempat yang tinggi, dan untuk meneliti lembah-lembah mereka akan mendaki gunung demikian juga, untuk dapat memahami sepenuhnya sifat dan ciri rakyat, orang harus menjadi raja, dan untuk memahami sepenuhnya ciri dan sifat raja-raja, orang harus menjadi seorang warga Negara biasa.
Karena itu, Paduka Yang Mulia, ambillah persembahan kecil ini sesuai dengan maksud buku ini saya persembahkan; dan jika Paduka membaca dan merenungkannya dengan tekun, Paduka akan menemukan dalam tulisa ini keinginan saya yang membara agar Paduka mencapai puncak kemuliaan yang datang dari kekayaan dan karya agung Paduka. Dan bila Paduka Yang Mulia berkenaan memandang ke bawah dari tahta Paduka, Paduka akan melihat betapa besar kemalangan yang telah saya derita meskipun tidak saya harapkan karena kekejaman nasib ini.
I.                   Berbagai Macam Kerajaan dan Cara Menegakkannya
Semua negara dan wilayah kekuasaan tempat umat manusia bernaung berbentuk suatu Negara republik atau suatu kerajaan. Kerajaan dapat berupa kerajaan karena warisan turun-temurun, dengan wangsa raja yang sudah lama memerintah sebagai penguasa, atau dapat pula berupa kerajaan baru. Kerajaan baru itu sendiri dapat berbentuk kerajaan yang baru sama sekali. Seperti kerajaan Milan.
II.                 Kerajaan Warisan
 Kerajaan warisan yang bersifat turun-temurun, kesulitan-kesulitan yang dihadapi jauh lebih sedikit dibandingkan dengan kesulitan yang dihadapi kerajaan-kerajaan baru. Karena bagi kerajaan-kerajaan warisan sudah cukup kalau tidak melalaikan lembaga-lembaga yang didirikan oleh nenek moyangnya dan kemudian menyesuaikan kebijaksanaan dengan situasi yang ada. Selama raja yang sah tidak melakukan hal-hal yang tidak mengobarkan rasa benci pada rakyat karena tindakannya yang benar-benar  jahat, sudah selayaknya rakyat dengan sendirinya tunduk kepadanya.
III.             Kerajaan Gabungan
Dalam kerajaan baru justru muncul kesulitan-kesulitan. Pertama, karena rakyat dengan senang hati mengganti penguasanya dengan harapan mereka dapat hidup lebih baik, tetapi mereka terkecoh sendiri sebagaimana mereka alami kemudian, dan kehidupan mereka semakin parah. Ini wajar karena raja baru terpaksa menimpakan beban kepada mereka yang memaksa rakyat tunduk pada pasukan raja. Dengan demikian raja akan dimusuhi rakyat yang telah merelakan daerahnya, tidak ada persahabatan dengan rakyat yang telah membantu raja, sementara raja berhutang kepadanya. Tetapi kalau orang menguasai daerah-daerah yang berbeda bahasa, adat-istiadat, dan hukum, sangat besarlah kesulitan yang harus dihadapi. Salah satu cara terbaik untuk berhasil menguasainya adalah pertama penguasa baru harus tinggal di daerah tersebut. Dengan ada di tempat, kerusuhan akan mudah diketahui dan dapat dicegah dengan cepat, kedua mendirikan koloni-koloni di salah satu wilayah tersebut yang seolah-olah kunci wilayah itu. Kalau tidak raja akan menguras biaya yang tinggi untuk menempatan sejumlah pasukan. Ketiga penguasa wilayah asing tersebut haruslah menjadi pemimpin dan pembela negara-negara tetangganya yang lemah, dan berusaha memperlemah negara-negara yang kuat dan menjaga mereka agar tidak diserbu oleh negara asing yang tidak kalah kekuatannya.
IV.             Mengapa Kerajaan Darius yang Ditaklukan Alexander Tidak Memberontak terhadap Para Penggantinya Setelah Kematiannya.
Jawabannya bahwa semua kerajaan yang diatur oleh seorang raja yang ditaati oleh semua penduduk dan para menterinya, dengan direstui dan atas persetujuannya, membantu memerintah, atau diatur oleh seorang raja dan para bangsawan yang tinggi rendah kedudukan mereka tidak ditentukan oleh persetujuan raja tetapi oleh garis keturunan mereka yang sudah lama ada.


V.                Bagaimana Kota atau Kerajaan yang Menjalankan hukum Mereka Sendiri Harus Diperintah Sesudah Ditaklukan
Jika negara yang baru saja direbut terbiasa hidup bebas dan mengikuti hukum mereka sendiri, ada tiga cara untuk memerintahnya secara aman. Pertama, dengan menghancurkannya, kedua, dengan secara pribadi bermukim di negara tersebut, ketiga, dengan mendirikan suatu oligarki yang akan menjamin negara tersebut tetap bersahabat dengan Anda. Tetapi kalau kota ataupun wilayah tersebut sudah terbiasa diperintah oleh raja , dan kalau keluarga raja ini ditumpas, karena di satu pihak mereka terbiasa patuh, dan di lain pihak mereka kehilangan raja mereka yang terdahulu dan mereka juga tidak tahu bagaimana mereka harus hidup tanpa seorang raja. Untuk itu seorang raja akan menundukkan mereka dengan mudah dan mengokohkan kedudukan dengan aman. Jika situasi di negara yang dikuasai lebih besar nafsunya untuk membalas dendam, cara terbaik adalah dengan mengenyahkan mereka.
VI.             Wilayah-wilayah Baru yang Direbut dengan Kekuatan Senjata dan Kemampuan Sendiri
Dalam negara-negara yang baru sama sekali, rajanya pun baru, besar kecilnya kesulitan yang dihadapi tergantung pada mampu tidaknya raja tersebut memerintah. Seseorang yang menjadi penguasa karena kekuatan sendiri dengan susah payah akan mudah mempertahankannya. Kesulitan yang mereka hadapi adalah dalam hal memberlakukan adat kebiasaan dan hukum baru dalam mendirikan negara dan mengamankan kedudukan mereka. Segala sesuatu harus dipersiapkan dengan baik sehingga kalau rakyat tidak lagi mau percaya, maka mereka dapat dipaksa untuk percaya.
VII.          Wilayah-wilayah Baru yang Direbut karena Nasib Mujur atau karena Bantuan Pasukan Asing
Penduduk biasa yang menjadi penguasa hanya karena nasib mujur tanpa mengalami kesulitan apa pun untuk naik jenjang. Besar kecil kesulitan akan dihadapi dalam mempertahankan kekuasaannya. Orang semacam ini sangat tergantung pada mereka yang telah membantu mereka menjadi penguasa, dan pada nasib mujur. Kedua hal tersebut bukan pegangan yang kuat dan bersifat goyah. Mereka tidak tahu bagaimana mereka harus mempertahankan kedudukan mereka. Untuk itu seharusnya orang yang berbakat besar yang dapat mempertahankan tugas yang diserahkan kepadanya oleh nasib mujur, dan kemudian meletakkan dasar-dasar yang dilakukan oleh semua orang sebelum menjadi penguasa. Bagi seorang penguasa baru tidak ada contoh yang lebih meyakinkan daripada contoh-contoh yang telah diberikan oleh sang pangeran, antara lain, bagaimana ia bertindak dan memandang perlu untuk mengamankan dirinya sendiri terhadap musuh-musuhnya, menjalin persahabatan, menaklukan entah melalui kekerasan atau tipu muslihat, menjadikan dirinya sendiri dicintai dan ditakuti oleh rakyat, ditaati dan disegani oleh para serdadunya, bagaimana dia bertekad untuk menghancurkan orang-orang yang dapat dan hendak merugikannya, memperbaiki adat-istiadat, bertindak kejam tetapi dicintai rakyat, bertindak dengan kebesaran hati, dan bagaimana ia memutuskan untuk menghancurkan pasukan-pasukan yang tidak setia dan menciptakan suatu pasukan yang terpercaya.
VIII.       Mereka Yang Berkuasa Dengan Jalan Kekejaman
Kalau mau merebut suatu negara, penguasa baru haruslah menentukan berat penderitaan yang ia anggap perlu dibebankan pada rakyat. Ia harus menimpakan penderitaan itu hanya untuk sekali, dan jangan mengulang-ulang penderitaan itu setiap hari. Dengan cara itu rakyat akan senang dan akan menarik simpati mereka kepadanya. Kekerasan harus dilakukan sekali saja, rakyat akan segera melupakannya dan tidak akan menentang lagi. Perlahan-lahan raja harus menunjukkan kebaikan kepada rakyatnya dan rakyat akan mengalami masa yang lebih baik.
IX.             Kekuasaan Konstitusional
Seorang rakyat biasa yang menjadi penguasa tanpa dengan jalan kejahatan ataupun kekejaman, tetapi karena jasa baik sesama rakyat, kita sebut dengan suatu kekuasaan konstitusional. Kedudukan ini dapat dicapai dengan dukungan rakyat atau golongan bangsawan.. Tetapi seorang penguasa harus hidup bersama dengan rakyat daripada dengan bangsawan.Harus diingat sehubungan dengan para bangsawan ini, yaitu mereka harus diperintah sedemikian rupa sehingga mereka sama seklai tergantung pada kekuasaan Anda.
X.                Bagaimana Mengukur Kekuatan Negara
Menurut pendapat Machiavelli, raja yang dapat berdiri sendiri adalah mereka yang mempunyai pasukan yang cukup besar atau mempunyai uang untuk menghimpun suatu  angkatan perang yang mampu menghadapi setiap serbuan dan tidak usah khawatir akan negara-negara yang ada di sekelilingnya. Kalau kota sudah diperkokoh dengan baik, pemerintahan diatur menurut cara yang sudah dikemukakan, maka musuh akan sangat berhati-hati untuk menyerangnya.
XI.             Negara Gereja
Negara-negara tersebut dikelola oleh lembaga-lembaga religius, yang sedemikian kuat dan berwibawa, sehingga mereka tetap mempertahankan penguasa memegang kekuasaan tanpa memperdulikan sikap dan cara hidup raja tersebut. Wilayah kekuasaan mereka, tidak akan direbut dari tangan mereka, dan rakyat tidak menolaknya, bahkan tidak terpikirkan oleh rakyat untuk menggulingkan penguasa, karena negara-negara terebut dikelola oleh kekuatan-kekuatan yang lebih luhur yang tak terjangkau oleh akal budi manusia.
XII.          Organisasi Militer Dan Pasukan Tentara Bayaran
Cara yang digunakan kerajaan-kerajaan ini dalam mengatur diri entah untuk menyerang atau untuk mempertahankan diri harus dibangun oleh landasan-landasan yang kuat, antara lain hukum dan pasukan yang baik; bisa angkatan perang sendiri, pasukan bayaran, atau pasukan bantuan, atau gabungan dari berbagai pasukan-pasukan tersebut. Kalu raja mengandalkan pertahanannya pada tentara bayaran, ketengangan dan keamanan tak pernah akan dicapainya, karena mereka sukar untuk dipersatukan, haus akan kekuasaan, tidak disiplin, dan tidak setia. Machiavelli ingin mengutarakan betapa menyedihkan kalau orang menggunakan pasukan bayaran, tetapi meskipun demikian haruslah pasukan itu dipimpin oleh seorang raja sebagai panglima perangnya.
XIII.       Pasukan Bantuan, Pasukan Gabungan , dan Pasukan Rakyat
Kalau orang meminta negara tetangga untuk mebantu dan mempertahankan negara dengan pasukannya, pasukan itu disebut pasukan bantuan dan pasukan ini sama tidak bergunanya seperti tentara bayaran. Karena itu, barang siapa tidak menginginkan suatu kemenangan militer baiklah kalau meminta bantuan dari pasukan semacam ini, karena pasukan ini jauh lebih berbahaya daripada pasukan bayaran. Pasukan bantuan sungguh fatal. Mereka merupakan pasukan terpadu, taat sepenuhnya pada perintah. Sebaliknya pasukan bayaran membutuhkan waktu lebih banyak dan peluang merugikan Anda. Karena itu, raja yang bijaksana selau menghindari pasukan bantuan dan menggunakan pasukan tentaranya sendiri. Mereka lebih suka kalah perang dengan pasukannya sendiri daripada menang dengan bantuan orang lain, karena yakin tidak ada kemenagan sejati dapat dicapai dengan pasukan asing. Pasukan sendiri adalah pasukan yang terdiri dari rakyat atau warga negara atau orang-orang yang dikuasainya.
XIV.       Kewajiban Raja terhadap Angkatan Perang
Raja hendaknya tidak mempunyai sasaran ataupun kesibukan lain, kecuali mempelajari perang, organisasi dan disiplinnya, karena itulah satu-satunya seni yang dibutuhkan seorang pemimpin. Sebaliknya, orang menyadari bahwa kalau raja-raja lebih mementingkan kemewahan hidup daripada senjata, negara akan hancur. Melalaikan seni perang merupakan cara untuk menghancurkan negara, sedangkan trampil dalam seni perang merupakan cara untuk mempertahankan negara. Seorang raja yang bijaksana harus memperhatikan ini. Ia tidak boleh santai pada masa damai, sebab kalau keberuntungan berubah, ia sudah siap untuk mengatasi kesulitan itu.
XV.          Hal-hal yang Dapat Menyebabkan Orang, Khususnya Para Raja, Terpuji atau Terkutuk
Kini tinggallah kita memikirkan bagaimana seorang raja harus bersikap terhadap bawahan dan sahabat-sahabatnya. Saya tahu orang akan setuju bahwa akan terpuji bila dalam diri seorang raja terdapat semua sikap yang dipandang baik. Tetapi karena semua sikap itu tidak dapat dimiliki dan dipenuhi, mengingat kodrat manusia, maka seorang raja harus cukup bijaksana untuk menghindari skandal sehubungan dengan keburukan-keburukan prilaku seperi sombong, santai, bobrok moralnya, suka menipu, keras kepala, dsb yang akan menghancurkan negara. Namun ia tidak boleh takut sedikitpun menghadapi tuduhan melakukan kejahatan, kalau kejahatan itu perlu dilakukan demi keselamatan negara.
XVI.       Kemurahan Hati dan Penghematan
Jika Anda ingin memperoleh nama baik karena kemurahan hati, Anda harus secara mencolok bertindak boros. Raja yang bertindak demikian akan segera menghabiskan hartanya. Akhirnya ia dengan terpaksa menarik pajak yang berat dan melakukan segala cara hanya supaya dapat meperoleh uang. Kalau ia menyadari hal ini dan mencoba menelusuri jalan yang benar, ia segera akan dicap sebagai seorang yang kikir. Karena itu raja tidak perlu bertindak murah hati untuk membuat dirinya tersohor, kecuali ia mau mempertaruhkan dirinya.Jika ia bijaksana, ia tidak akan berkeberatan dianggap sebagai orang yang sebetulnya murah hati, karena menyadari bahwa dengan menghemat pendapatan yang ada, ia dapat mempertahankan diri dari penyerbu/musuh, dan ia dapat melakukan perlawanan tanpa membebani rakyat.
XVII.   Sikap Kejam dan Penuh Belas Kasih; dan Apakah Lebih Baik Dicintai daripada Ditakuti, atau Sebaliknya
Dari sifat yang saya sebutkan di atas, saya utarakan bahwa seorang raja tentu ingin dihormati karena sikap penuh belas kasih daripada bersikap kejam. Namun ia harus bersikap waspada supaya ia tidak menggunakan secara salah sikap penuh belas kasihnya. Karena itu, seorang raja tidak perlu khawatir terhadap kecaman yang ditimbulkan karena kekejamannya selama ia mempersatukan dan menjadikan rakyat setia. Untuk itu, sebaiknya raja dicintai atau ditakuti. Tetapi karena sulit untuk mempertemukannya, jauh lebih baik ditakuti daripada dicintai Jika tidak dapat memperoleh keduanya, Anda harus berusaha untuk menghindari diri dibenci.


XVIII. Bagaimana Raja Harus Setia Memegang Janji
Para raja yang telah berhasil melakukan hal-hal yang besar adalah mereka yang menganggap mudah atas janji-janji mereka. Mereka yang tahu bagaimana memperdayakan orang dengan kelihaiannya dan akhirnya menang terhadap mereka yang memegang teguh prinsip-prinsip kejujuran. Ada dua cara berjuang yaitu melalui hukum (merupakan cara yang wajar bagi manusia) atau melalui kekerasan (cara bagi binatang). Seorang raja harus tahu bagaimana menggunakan dengan baik cara-cara manusia dan binatang. Hal ini dimaksudkan raja tidak boleh menyimpang dari yang baik, jika itu mungkin, ia harus mengetahui bagaimana bertindak jahat, jika perlu.
XIX.       Bagaimana Menghindari Aib dan Kebencian
Raja harus menghindari hal-hal yang akan membuatnya dibenci atau direndahkan, dan kalau ia berhasil, ia sudah melakukan kewajibannya dengan baik, dan tidak akan mengalami bahaya, meskipun ia melakukan kejahatan-kejahatan lainnya. Ada hal yang harus ditahuti oleh raja, subversi dari dalam di antara para bawahannya dan serangan dari luar oleh kekuatan asing. Mengenai yang pertama, perlu diingat bahwa orang yang dibenci karena perbuatan baik atau perbuatan jahat, sehingga seorang raja yang ingin mempertahankan pemerintahannya kerap kali terpaksa untuk tidak bertindak baik, karena perbuatan baik merupakan musuh Anda. Untuk masalah yang kedua ini, pertahanannya terletak pada persenjataan lengkap dan sekutu yang baik.
XX.          Apakah Benteng Perlindungan dan Banyak Hal Lain yang Kerap Kali Dibangun Raja Berguna atau Merugikan
Dalam usaha mempertahankan wilayah kekuasaan, para raja biasanya membangun benteng, yang berfungsi untuk menumpas mereka yang merencanakan pemberontan melawan raja, dan sebagai tempat perlindungan yang aman terhadap serangan mendadak. Namun demikian benteng yang terbaik yang perlu dibangun adalah untuk menghindari jangan sampai dibenci rakyat. Kalau pun raja membangun benteng, tetapi rakyat benci kepadanya, benteng tidak akan menyelamatkan raja, dan saya mengecam raja yang mengandalkan benteng-bentengnya, tetapi tidak peduli bahwa dirinya dibenci oleh rakyatnya.
XXI.       Bagaimana Seorang Raja Harus Bertindak untuk Tetap Disegani Rakyat
Tak ada hal yang lebih baik mendatangkan pujian bagi seorang raja daripada menunjukkan kemampuan pribadi dan keahliannya dalam berperang dan memimpin pasukan. Seorang raja jangan pernah masuk persekutuan yang agresif dengan seseorang yang lebih kuat daripada dirinya sendiri, kecuali kalau terpaksa, karena jika Anda menang, Anda akan menjadi tawanan sekutu Anda. Seorang raja harus menunjukkan penghargaannya terhadap bakat, secara aktif mendorong orang-orang berbakat, dan memberi penghargaan kepada seniman terkemuka. Dengan demikian ia harus mendorong rakyat melakukan tugasnya dengan tenang.
XXII. Para Menteri Raja
Kesan pertama kali mengenai raja dan kebijaksanaannya ialah kalau orang melihat orang-orang yang ada disekelilingnya. Kalau mereka cakap dan setia, raja akan selalu dipandang bijaksana, tetapi sebaliknya, raja akan mudah dikecam karena kesalahan yang dilakukan oleh para menteri yang dipilihnya. Untuk itu para menteri yang baik adalah yang tidak memikirkan dirinya sendiri.
XXIII. Para Penjilat Harus Disingkirkan
Suatu masalah yang penting di sini adalah jika raja tidak cukup bijaksana atau kalau raja tidak memilih para menterinya dengan baik. Yang dimaksudkan di sini adalah para penjilat, yang memenuhi istana, orang yang suka mengursi diri sendiri dan senag menutupi dirinya sendiri. Karena itu, seorang raja yang pintar akan menggunakan jalan tengah, memilih orang-orang bijaksana untuk mengurusi pemerintahan dengan baik.
XXIV. Mengapa Raja-raja Italia Kehilangan Negara Mereka
Kalau kita tengok raja-raja Italia, seperti Raja Napels, Pangeran Milan, dsb, yang telah kehilangan negaranya pada zaman kita ini, kita akan melihat bahwa mereka semua memiliki kelemahan yang sama dalam hal pengaturan angkatan perang mereka. Untuk itu satu-satunya pertahanan yang baik, pasti, dan langgeng adalah pertahanan yang didasarkan atas tindakan dan kesatriaan Anda sendiri.
XXV.  Sejauhmana Keberuntungan Menguasai Hidup Manusia dan Bagaimana Melawan Keberuntungan Tersebut
Saya bukannya tidak sadar bahwa banyak orang dahulu dan sekarang berpandangan bahwa peristiwa-peristiwa dikendalikan oleh nasib mujur dan oleh Tuhan sedemikian rupa sehingga kebijaksanaan manusia tidak dapat mengubahnya. Karena itu, mereka menyimpulkan bahwa tidak ada gunanya bekerja keras, tetapi orang harus menyerah pada kekuasaan nasib. Namun saya berpendapat bahwa benar nasib mujur menguasai separuh dari perbuatan-perbuatan kita, tetapi separuh tindakan lainnya dibiarkan untuk kita atur sendiri.
XXVI. Saran untuk Membebaskan Italia dari Bangsa Barbar
Dalam situasi dewasa ini untuk memilih raja Italia yang baru, mungkinkah bagi seorang yaag bijaksana dan cakap untuk memperkenalkan sistem baru yang akan mendatangkan kemakmuran bagi Italia yang telah tercabik-cabik. Untuk itu keberanian angkatan perang Italia yang sudah padam harus dibangun dengan organisasi yang baru dengan dilandasi itikad baik dan berjiwa besar. Karena itu, kalau mengikuti jejak orang-orang besar yang menyelamatkan negara mereka, pertama-tama sangat penting menghimpun pasukan sendiri. Karena tidak ada pasukan yang lebih setia, lebih sejati, dan lebih baik daripada pasukan sendiri. Hal-hal semacam ini kalau diperkenalkan akan mendatangkan keagungan dan kehormatan bagi seorang raja baru.
C.                 BUKTI MACHIAVELLLI DAINGGAP SEBAGAI GURU KEJAHATAN DAN MACHIAVELLI BUKAN SEBAGAI GURU KEJAHATAN
A.  Siapapun orang yang memperoleh kekuasaan atas wilayah-wilayah dan ingin mempertahankan kekuasaan atas wilayah tersebut harus memperhitungkan dua hal: pertama, keluarga wangsa raja yang lama harus ditumpas habis; kedua, jangan membuat perubahan-perubahan entah dalam hukum maupun sistem perpajakan mereka. Dengan jalan ini, dalam waktu yang singkat mereka akan dipersatukan kembali dengan negara mereka yang lama membentuk satu negara. (hal.8). untuk itu perlu dicatat bahwa orang harus disayangi atau ditumpas sama sekali; mereka akan membalas dendam atas penderitaan kecil yang mereka tanggung, tetapi mereka tidak dapat membalas dendam atas penderitaan-penderitaan yang besar. Karena itu penderitaan yang kita timpakan pada seseorang haruslah sedemikian sehingga kita tidak perlu khawatir akan pembalasan dendamnya. (hal. 10)
Karena ada du  cara untuk menjadi pengasa, yang sama sekali yang tidak dapat disebut karena nasib baik ataupun kemampuan, saya tidak dapat melewatkannya begitu saja, walaupun salah satu cara tersebut dapat diuraikan dengan panjang lebar dalam pembahasan negara republik. Kedua, cara yang saya maksudkan ialah orang menjadi penguasa di kota kelahirannya sendiri berdasarkan persetujuan sesama warga masysayarakatnya. Untuk membahas yang pertama, saya akan mengemukakan dua contoh, satu dari zaman kuno, dan lainnya di zaman modern, tanpa membahasnya lebih terinci mengenai manfaat cara-cara ini, karena contoh-contoh ini cukup jelas untuk siapapun yang ingin meniru mereka. (hal. 34).
B.     Sebaliknya, orang menyadari bahwa kalau raja-raja lebih mementingkan kemewahan hidup daripada senjata, negara akan hancur. Melalaikan seni perang merupakan cara untuk menghancurkan negara, sedangkan trampil dalam seni perang merupakan cara untuk mempertahankan negara. Seorang raja yang bijaksana harus memperhatikan ini. Ia tidak boleh santai pada masa damai, sebab kalau keberuntungan berubah, ia sudah siap untuk mengatasi kesulitan itu. (hal. 60).  Kini tinggallah kita memikirkan bagaimana seorang raja harus bersikap terhadap bawahan dan sahabat-sahabatnya. Saya tahu orang akan setuju bahwa akan terpuji bila dalam diri seorang raja terdapat semua sikap yang dipandang baik. Tetapi karena semua sikap itu tidak dapat dimiliki dan dipenuhi, mengingat kodrat manusia, maka seorang raja harus cukup bijaksana untuk menghindari skandal sehubungan dengan keburukan-keburukan prilaku seperi sombong, santai, bobrok moralnya, suka menipu, keras kepala, dsb yang akan menghancurkan negara. Namun ia tidak boleh takut sedikitpun menghadapi tuduhan melakukan kejahatan, kalau kejahatan itu perlu dilakukan demi keselamatan negara. (hal. 63)
Jika Anda ingin memperoleh nama baik karena kemurahan hati, Anda harus secara mencolok bertindak boros. Raja yang bertindak demikian akan segera menghabiskan hartanya. Akhirnya ia dengan terpaksa menarik pajak yang berat dan melakukan segala cara hanya supaya dapat meperoleh uang. Kalau ia menyadari hal ini dan mencoba menelusuri jalan yang benar, ia segera akan dicap sebagai seorang yang kikir. Karena itu raja tidak perlu bertindak murah hati untuk membuat dirinya tersohor, kecuali ia mau mempertaruhkan dirinya.Jika ia bijaksana, ia tidak akan berkeberatan dianggap sebagai orang yang sebetulnya murah hati, karena menyadari bahwa dengan menghemat pendapatan yang ada, ia dapat mempertahankan diri dari penyerbu/musuh, dan ia dapat melakukan perlawanan tanpa membebani rakyat. (hal. 65)
saya utarakan bahwa seorang raja tentu ingin dihormati karena sikap penuh belas kasih daripada bersikap kejam. Namun ia harus bersikap waspada supaya ia tidak menggunakan secara salah sikap penuh belas kasihnya. Karena itu, seorang raja tidak perlu khawatir terhadap kecaman yang ditimbulkan karena kekejamannya selama ia mempersatukan dan menjadikan rakyat setia. Untuk itu, sebaiknya raja dicintai atau ditakuti. Tetapi karena sulit untuk mempertemukannya, jauh lebih baik ditakuti daripada dicintai Jika tidak dapat memperoleh keduanya, Anda harus berusaha untuk menghindari diri dibenci. (hal. 74)
Kekerasan harus dilakukan sekali saja. Rakyat akan segera melupakan penderitaannya dan tidak akan menentang lagi. Perlahan-lahan raja harus menunjukkan kebaikan kepada rakyat dan dengan demikian rakyat akan mengalami masa yang lebih baik. Lebih-lebih harus hidup bersama rakyat sedemikian rupa sehingga perkembangan apapun, entah menguntungkan atau merugikannya, tidak akan menyebabkan dia mengubah sikapnya. Dalam keadaan yang sulit, tidak boleh raja bertindak kejam, karena kebaikan yang telah ditunjukkan kepada rakyat akan menguntungkannya, sebab kebaikan raja tersebut akan dipandang sebagai suatu yang tidak tulus dari hati dan karenanya tidak pantas menerima ucapan terima kasih. (hal. 39). Tak ada hal yang lebih mendatangkan pujian bagi seorang raja daripada meninjukkan kemampuan pribadinya dan keahliannya dalam berperang dan memimpin pasukan. (hal. 91) 



D.                KESIMPULAN
Setelah memahami Sang Penguasa karya Machiavelli, dalam hal ini, penulis berpadangan bahwa apa yang ditulis oleh Machiavelli tersebut  memberi dua alasan yang patut dianalisa. Pertama, terkait dengan  pandangan  Machiavelli yang menghalalkan adanya kekerasan sebagai jalan terbaik untuk dilakukan serang raja demi untuk menjaga kekuasaannya. Dan meninggalkan norma dan kebaikan. Machiavelli sebagai seorang pemikir yang tidak mengindahkan nilai-nilai moral. Di mana, Machiavelli  menulis, Penguasa yang disanjung umpamanya adalah orang yang sanggup memperoleh dan mempertahankan kekuasaan dan kemashyuran, lepas dari soal cara-cara yang dipergunakan. Oleh karena itu, Machiavelli merupakan kata lain dari sinisme kekuasaan yang membenarkan dusta, penipuan, penindasan dan pembunuhan, asal saja mendukung stabilitas kekuasaan di tangan Sang Penguasa. Oleh karena itu, Machiavelli dikutuk oleh para moralis, tidak jarang oleh orang yang tidak pernah membaca apa yang ditlisnya dan sekaligus diintip oleh para penguasa yang mengharapkan legitimasi daripadanya untuk sinisme kekuasaan mereka sendiri.
Kedua, bila dipahami secara mendalam surat Machiavelli ke Raja Lorenzo Me’dici. Tentu menunjukkan bahwa Machiavelli adalah seorang pemikir dan juga seorang politisi yang jujur terhadap dirinya seerta memiliki integritas yang tinggi. Di mana, machiaveli menulis, Sudah menjadi kebiasaan bagi orang yang ingin mengambil hati seorang Penguasa untuk menghadapi penguasa tersebut dengan membawa barang milik mereka yang paling berharga, atau membawa barang-barang yang mereka ketahui akan membuat sang Penguasa berkenaan di hati. Karenanya kita berap kali menyaksiakan para Penguasa menerima persembahan kuda, senjata, busana dari emas, intan permata, dan perhiasan-perhiasan semacam itu yang sangat cocok bagi keluhuran kedudukan seorang  Penguasa. Sekarang hamba ingin mempersembahkan diri hamba sendiri kepada Yang Mulia dengan membawa beberapa tanda  kesetiaan  dan hormat hamba kepada yang Mulia. Dalam tulisan ini jelas, bahwa Machiavelli mengutuk sikap kepura-puraan, nepotisme serta gemar melakukan penyogokan demi untuk mencari simpati penguasa. Oleh karenanya, mendorong Machiavelli mengritik sikap buruk semacam itu kepada raja dan member solusi atas kritiknya dalam bentuk buku sebagai bentuk baru dari sikap buruk yang telah menjadi teradisi dan dimaklumi oleh para penguasa dan masyarakat.
Dua-duanya tidak salah, namun tidak memadai Machiavelli adalah jauh daripada klise tersebut. Dan bila Machiavelli dilihat secara utuh, maupun dalam konteks sejarah dan situasi di mana ia menulis, arti dari tulisan Machiavelli yang sebenarnya akan terangkat. Yang luput dari perhatian ialah bahwa bukan pemerintahan Sang Penguasa yang menjadi tujuan pemikiran Machiavelli, melainkan kemantapan dan kejayaan komunitas politik satu bangsa, bangsa Italia. I dalam dan keperkasaan kekuatan ke luar, di mana para warga negara aktif mengurus kebijakan politik kota mereka, dan justru karena virtu itu, mampu untuk mengembangan kota mereka menjadi pusat kekuasaan tingkat dunia yang mantap dan pantas dikagumi, dengan sistem hukum yang kemudian menentukan sebagian besar hukum di Eropa dan dengan demikian merupakan struktur sebagian besar struktur-struktur hukum di dunia abad-21 ini.
Akan tetapi, Machiavelli juga menjadi orang modern pertama, dank arena itu dia mampu untuk membebaskan diri dengan kejam dari segala keterikatan pada tradisi-tradisi moralitas keagamaan. Modernitas Machiavelli kelihatan dalam ia tanpa ragu-ragu membuat fungsionalisme menjadi tolok ukur tepat-tidaknya sebuah tindakan politik. Karena itu, Machiavelli menuntut agar masyarakat terlebih dahulu ditata oleh penguasa dengan tangan besi. Itulah sebabnya Machiavelli mempermaklumkan bahwa penguasa harus membebaskan diri dari ikatan keagamaan dan moralitas tradisional, dan tidak boleh ragu-ragu mengambil segala tindakan yang perlu untuk menumpas pihak yang membuat kekacauan, tidak tertib, korup, licik, egois, atau yang mengancam kekuasaan penguasa. Dan yang ditawarkan Machiavelli adalah fungsionlaisme kekuasaan murni [1].
E.                 DAFTAR PUSTAKA
1.                  Niccolo Machiavelli, Sang Penguasa. Surat Seorang Negarawan kepada Pemimpin Republik. Ahli bahasa. C. Woekirsari. (Jakarta: PT. Gramedia. 1987)
2.                  ST. Sularto. Niccolo Machiavelli Penguasa Arsitek Masyarakat. (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2003)



[1] ST. Sularto. Niccolo Machiavelli Penguasa Arsitek Masyarakat. (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2003). Hal. Xii-xiii

1 komentar:

  1. Blog yang menarik tentang Machiavelli, “Machiavellianism” adalah istilah negatif yang digunakan secara luas untuk menggambarkan politikus tak bermoral seperti gambaran Niccolo yang masyur di buku “The Prince.
    Saya mencoba menulis blog tenatng Machiavelli semoga and juga suka: http://stenote-berkata.blogspot.hk/2018/02/wawancara-dengan-niccolo.html

    BalasHapus