KRITICAL
REVIEW
SELURUH
BUKU SANG PENGUASA
NICCOLO
MACHIAVELLI
Oleh: Kamaruddin Salim
A.
PENDAHULUAN
Machiavelli
hidup dalam suatu tradisi kekuasaan yang telah mengalami pendobrakan legitimasi
religius. Selubung gaib yang selama berabad-abad menutup wajah raja sebagai
manusia biasa menjadi wajah dewa atau wakil dari dunia gaib, telah terkuak dan
wajah penguasa menjadi wajah seorang manusia biasa kembali. Machiavelli
mewarisi paham kekuasaan dari tradisi agama Yahudi-Kristen yang menolak
identifikasi penguasa dari wilayah Illahi dan menempatkannya dalam tata tertib
kehidupan manusia biasa, yang tunduk pada kehendak Tuhan, dan dapt dikritik
serta meminta pertanggungjawaban dari segi moralitas. Dan dari tradisi
kekristenan berlaku sikap dasar terhadap segala kekuasaan duniawi, yakni bahwa
manusia harus lebih taat kepada Allah (menurut tuntutan hati nuraninya)
daripada kepada manusia.
Machiavelli
memainkan peranan sebagai politikus, pentas kekuasaan yang yang dinaikinya
sudah dibersihkan dari legitimasi religius dan tinggal legitimasi moral yang
dihadapinya. Dia tidak mengira bahwa filsafat politik yang ditulis pada bukunya
Sang Penguasa merupakan suatu
pendobrakan terhadap legitimasi moral, sehingga wajah seorang yang bersih,
suci, murni, sopan dan feminism, tetapi wajah penguasa yang licik, kotor,
berdaeah dan garang seperti layaknya wajah manusia yang penuh ambisi, yang
senantiasa gelisah dan resah sampai seluruh ambisinya terwujud menjadi
kenayataan.
Pada masa
pemerintahan Lorenzo Agung (1464-1492). Niccolo Machiavelli lahir (1469-1527)
dan dibesarkan dalam keluarga ayahnya yang ahli hukum dan kaya. Ayahnya
membantu Machiavelli untuk menikmati pendidikan yang terbaik pada waktu itu di
Florence. Ayahnya sebagai ahli hukum pemerintah dan bekerja di kantor pajak.
Ayahnya menginginkan dirinya menjadi teknokrat. Sedangkan ibunya menginginkan
Machiavelli menjadi imam atau rohaniawan. Akan tetapi Machiavelli sendiri
menjadi seorang politikus dengan ide-ide yang kongkret, praktis, dan peka
terhadapat prioritas-prioritas tindakan.
Machiavelli
menangkap dan memahami realitas politik bertolak dari rangkaian aksi
bangsa-bangsa yang diwarnai dengan kepentingan masing-masing bangsa. Interaksi
hubungan internasional membawa Machiavelli ke pemahaman yang mendalam tentang
hakikat manusia menurut pengalamannya. Machiavelli dalam bukunya Sang Penguasa,
diperlihatkan pilihan utaman profesi Machiavelli, yakni seorang politikus
praktis yang berminat pada tindakan nyata dengan pedoman-pedoman operasional
yang langsung dapat diterapkan secara spontan karena sense of urgency (desakan keadaan) memaksa politikus u(desakan
keadaan) memaksa politikus untuk memperhatitikan dan mengutamakan urutan
prioritas tindakan-tindakannya. Dan justru karena saran-saran kongkret yang
ditawarkan kepada penguasa untuk mencapai tujuan-tujuan jangka panjang sebuah
negara yang pad umumnya diminati golongan moralis dapat diamankan. Di sini
jelas kelihatan watak kenegarawan Machiavelli, dan sekaligus seorang filsuf
politik yang ulung dalam barisan filsuf politik dunia saat ini.
B.
SURAT
DARI NICOLO MACHIAVELLI KEPADA YANG MULIA LORENZO DE’MEDICI
Sudah menjadi
kebiasaan bagi orang yang ingin mengambil hati seorang Penguasa untuk
menghadapi penguasa tersebut dengan membawa barang milik mereka yang paling
berharga, atau membawa barang-barang yang mereka ketahui akan membuat sang
Penguasa berkenaan di hati. Karenanya kita berap kali menyaksiakan para
Penguasa menerima persembahan kuda, senjata, busana dari emas, intan permata,
dan perhiasan-perhiasan semacam itu yang sangat cocok bagi keluhuran kedudukan
seorang Penguasa. Sekarang hamba ingin
mempersembahkan diri hamba sendiri kepada Yang Mulia dengan membawa beberapa
tanda kesetiaan dan hormat hamba kepada yang Mulia. Tetapi
hamba tidak dapat menemukan milik yang sangat hamba cinta dan yang sangat hamba
hargai selain pengetahuan hamba tentang karya-karya orang besar, yang hamba
peroleh setelah lama mempelajari masalah- masalah zaman sekarang dan juga
menekuni dunia masa silam. Lama masalah- masalah ini hamba pelajari dan
renungkan dengan penuh ketekunan, dan kini setelah dirangkum dalam sebuah buku
kecil, hamba persembahkan ke hadapan Paduka.
Walaupun saya
berbeda pendapat bahwa karya-karya saya ini tidak pantas dipersembahkan ke
hadapan Paduka, namun, saya yakin sepenuhnya bahwa Paduka akan berkenaan
menerimanya, karena saya tidak dapat mempersembahkan pemberian yang lebih
berharga selain ini yang dapat membantu Paduka dalam waktu singkat memahami
segala sesuatu yang telah bertahun-tahun saya pelajari dan saya pahami dengan
penuh penderitaan dan bahaya. Saya memang tidak menghiasi buku ini dengan
kata-kata yang memukau, atau dengan kalimat –kalimat yang memikat, atau hiasan
yang berlebihan seperti yang biasa digunakan banyak penulis dalam menguraikan
atau menghias karya-karya yang mereka hasilkan. Saya tidak ingin buku ini
dipandang istimewa, atau dianggap berkenan semata-mata karena keanekaragaman
isinya dan pentingnya masalah yang dibahas. Saya yang berasal dari kalangan
rendah kedudukan sosialnya, tidak ingin dianggap terlalu lancang membicarakan
dan memberikan petunjuk bagaimana para raja harus memerintah, karena seperti
orang-orang yang sedang melukis pemandangan, mereka akan duduk disuatu lembah
untuk meneliti ciri-ciri gunung dan tanah-tanah yang berada di tempat yang
tinggi, dan untuk meneliti lembah-lembah mereka akan mendaki gunung demikian
juga, untuk dapat memahami sepenuhnya sifat dan ciri rakyat, orang harus
menjadi raja, dan untuk memahami sepenuhnya ciri dan sifat raja-raja, orang
harus menjadi seorang warga Negara biasa.
Karena itu,
Paduka Yang Mulia, ambillah persembahan kecil ini sesuai dengan maksud buku ini
saya persembahkan; dan jika Paduka membaca dan merenungkannya dengan tekun,
Paduka akan menemukan dalam tulisa ini keinginan saya yang membara agar Paduka
mencapai puncak kemuliaan yang datang dari kekayaan dan karya agung Paduka. Dan
bila Paduka Yang Mulia berkenaan memandang ke bawah dari tahta Paduka, Paduka
akan melihat betapa besar kemalangan yang telah saya derita meskipun tidak saya
harapkan karena kekejaman nasib ini.
I.
Berbagai
Macam Kerajaan dan Cara Menegakkannya
Semua
negara dan wilayah kekuasaan tempat umat manusia bernaung berbentuk suatu
Negara republik atau suatu kerajaan. Kerajaan dapat berupa kerajaan karena
warisan turun-temurun, dengan wangsa raja yang sudah lama memerintah sebagai
penguasa, atau dapat pula berupa kerajaan baru. Kerajaan baru itu sendiri dapat
berbentuk kerajaan yang baru sama sekali. Seperti kerajaan Milan.
II.
Kerajaan Warisan
Kerajaan warisan yang bersifat turun-temurun,
kesulitan-kesulitan yang dihadapi jauh lebih sedikit dibandingkan dengan
kesulitan yang dihadapi kerajaan-kerajaan baru. Karena bagi kerajaan-kerajaan
warisan sudah cukup kalau tidak melalaikan lembaga-lembaga yang didirikan oleh
nenek moyangnya dan kemudian menyesuaikan kebijaksanaan dengan situasi yang
ada. Selama raja yang sah tidak melakukan hal-hal yang tidak mengobarkan rasa
benci pada rakyat karena tindakannya yang benar-benar jahat, sudah selayaknya rakyat dengan sendirinya
tunduk kepadanya.
III.
Kerajaan
Gabungan
Dalam kerajaan baru justru muncul
kesulitan-kesulitan. Pertama, karena rakyat dengan senang hati mengganti penguasanya
dengan harapan mereka dapat hidup lebih baik, tetapi mereka terkecoh sendiri
sebagaimana mereka alami kemudian, dan kehidupan mereka semakin parah. Ini
wajar karena raja baru terpaksa menimpakan beban kepada mereka yang memaksa
rakyat tunduk pada pasukan raja. Dengan demikian raja akan dimusuhi rakyat yang
telah merelakan daerahnya, tidak ada persahabatan dengan rakyat yang telah
membantu raja, sementara raja berhutang kepadanya. Tetapi kalau orang menguasai
daerah-daerah yang berbeda bahasa, adat-istiadat, dan hukum, sangat besarlah
kesulitan yang harus dihadapi. Salah satu cara terbaik untuk berhasil
menguasainya adalah pertama penguasa baru harus tinggal di daerah
tersebut. Dengan ada di tempat, kerusuhan akan mudah diketahui dan dapat
dicegah dengan cepat, kedua mendirikan koloni-koloni di salah satu
wilayah tersebut yang seolah-olah kunci wilayah itu. Kalau tidak raja akan
menguras biaya yang tinggi untuk menempatan sejumlah pasukan. Ketiga penguasa
wilayah asing tersebut haruslah menjadi pemimpin dan pembela negara-negara
tetangganya yang lemah, dan berusaha memperlemah negara-negara yang kuat dan
menjaga mereka agar tidak diserbu oleh negara asing yang tidak kalah
kekuatannya.
IV.
Mengapa
Kerajaan Darius yang Ditaklukan Alexander Tidak Memberontak terhadap Para
Penggantinya Setelah Kematiannya.
Jawabannya bahwa semua kerajaan
yang diatur oleh seorang raja yang ditaati oleh semua penduduk dan para
menterinya, dengan direstui dan atas persetujuannya, membantu memerintah, atau
diatur oleh seorang raja dan para bangsawan yang tinggi rendah kedudukan mereka
tidak ditentukan oleh persetujuan raja tetapi oleh garis keturunan mereka yang
sudah lama ada.
V.
Bagaimana
Kota atau Kerajaan yang Menjalankan hukum Mereka Sendiri Harus Diperintah
Sesudah Ditaklukan
Jika negara yang baru saja
direbut terbiasa hidup bebas dan mengikuti hukum mereka sendiri, ada tiga cara
untuk memerintahnya secara aman. Pertama, dengan menghancurkannya, kedua,
dengan secara pribadi bermukim di negara tersebut, ketiga, dengan mendirikan
suatu oligarki yang akan menjamin negara tersebut tetap bersahabat dengan Anda.
Tetapi kalau kota ataupun wilayah tersebut sudah terbiasa diperintah oleh raja
, dan kalau keluarga raja ini ditumpas, karena di satu pihak mereka terbiasa
patuh, dan di lain pihak mereka kehilangan raja mereka yang terdahulu dan
mereka juga tidak tahu bagaimana mereka harus hidup tanpa seorang raja. Untuk
itu seorang raja akan menundukkan mereka dengan mudah dan mengokohkan kedudukan
dengan aman. Jika situasi di negara yang dikuasai lebih besar nafsunya untuk
membalas dendam, cara terbaik adalah dengan mengenyahkan mereka.
VI.
Wilayah-wilayah
Baru yang Direbut dengan Kekuatan Senjata dan Kemampuan Sendiri
Dalam negara-negara yang baru sama sekali, rajanya
pun baru, besar kecilnya kesulitan yang dihadapi tergantung pada mampu tidaknya
raja tersebut memerintah. Seseorang yang menjadi penguasa karena kekuatan
sendiri dengan susah payah akan mudah mempertahankannya. Kesulitan yang mereka
hadapi adalah dalam hal memberlakukan adat kebiasaan dan hukum baru dalam
mendirikan negara dan mengamankan kedudukan mereka. Segala sesuatu harus
dipersiapkan dengan baik sehingga kalau rakyat tidak lagi mau percaya, maka
mereka dapat dipaksa untuk percaya.
VII.
Wilayah-wilayah
Baru yang Direbut karena Nasib Mujur atau karena Bantuan Pasukan Asing
Penduduk biasa yang menjadi penguasa hanya karena
nasib mujur tanpa mengalami kesulitan apa pun untuk naik jenjang. Besar kecil
kesulitan akan dihadapi dalam mempertahankan kekuasaannya. Orang semacam ini
sangat tergantung pada mereka yang telah membantu mereka menjadi penguasa, dan
pada nasib mujur. Kedua hal tersebut bukan pegangan yang kuat dan bersifat
goyah. Mereka tidak tahu bagaimana mereka harus mempertahankan kedudukan
mereka. Untuk itu seharusnya orang yang berbakat besar yang dapat
mempertahankan tugas yang diserahkan kepadanya oleh nasib mujur, dan kemudian
meletakkan dasar-dasar yang dilakukan oleh semua orang sebelum menjadi
penguasa. Bagi seorang penguasa baru tidak ada contoh yang lebih meyakinkan
daripada contoh-contoh yang telah diberikan oleh sang pangeran, antara lain,
bagaimana ia bertindak dan memandang perlu untuk mengamankan dirinya sendiri
terhadap musuh-musuhnya, menjalin persahabatan, menaklukan entah melalui
kekerasan atau tipu muslihat, menjadikan dirinya sendiri dicintai dan ditakuti
oleh rakyat, ditaati dan disegani oleh para serdadunya, bagaimana dia bertekad
untuk menghancurkan orang-orang yang dapat dan hendak merugikannya, memperbaiki
adat-istiadat, bertindak kejam tetapi dicintai rakyat, bertindak dengan
kebesaran hati, dan bagaimana ia memutuskan untuk menghancurkan pasukan-pasukan
yang tidak setia dan menciptakan suatu pasukan yang terpercaya.
VIII.
Mereka
Yang Berkuasa Dengan Jalan Kekejaman
Kalau mau merebut suatu negara, penguasa baru
haruslah menentukan berat penderitaan yang ia anggap perlu dibebankan pada
rakyat. Ia harus menimpakan penderitaan itu hanya untuk sekali, dan jangan
mengulang-ulang penderitaan itu setiap hari. Dengan cara itu rakyat akan senang
dan akan menarik simpati mereka kepadanya. Kekerasan harus dilakukan sekali
saja, rakyat akan segera melupakannya dan tidak akan menentang lagi.
Perlahan-lahan raja harus menunjukkan kebaikan kepada rakyatnya dan rakyat akan
mengalami masa yang lebih baik.
IX.
Kekuasaan
Konstitusional
Seorang rakyat biasa yang menjadi penguasa tanpa
dengan jalan kejahatan ataupun kekejaman, tetapi karena jasa baik sesama
rakyat, kita sebut dengan suatu kekuasaan konstitusional. Kedudukan ini dapat
dicapai dengan dukungan rakyat atau golongan bangsawan.. Tetapi seorang
penguasa harus hidup bersama dengan rakyat daripada dengan bangsawan.Harus
diingat sehubungan dengan para bangsawan ini, yaitu mereka harus diperintah
sedemikian rupa sehingga mereka sama seklai tergantung pada kekuasaan Anda.
X.
Bagaimana
Mengukur Kekuatan Negara
Menurut pendapat Machiavelli, raja yang dapat
berdiri sendiri adalah mereka yang mempunyai pasukan yang cukup besar atau
mempunyai uang untuk menghimpun suatu angkatan
perang yang mampu menghadapi setiap serbuan dan tidak usah khawatir akan
negara-negara yang ada di sekelilingnya. Kalau kota sudah diperkokoh dengan
baik, pemerintahan diatur menurut cara yang sudah dikemukakan, maka musuh akan
sangat berhati-hati untuk menyerangnya.
XI.
Negara
Gereja
Negara-negara tersebut dikelola oleh lembaga-lembaga
religius, yang sedemikian kuat dan berwibawa, sehingga mereka tetap
mempertahankan penguasa memegang kekuasaan tanpa memperdulikan sikap dan cara
hidup raja tersebut. Wilayah kekuasaan mereka, tidak akan direbut dari tangan
mereka, dan rakyat tidak menolaknya, bahkan tidak terpikirkan oleh rakyat untuk
menggulingkan penguasa, karena negara-negara terebut dikelola oleh
kekuatan-kekuatan yang lebih luhur yang tak terjangkau oleh akal budi manusia.
XII.
Organisasi
Militer Dan Pasukan Tentara Bayaran
Cara yang digunakan kerajaan-kerajaan ini dalam
mengatur diri entah untuk menyerang atau untuk mempertahankan diri harus
dibangun oleh landasan-landasan yang kuat, antara lain hukum dan pasukan yang
baik; bisa angkatan perang sendiri, pasukan bayaran, atau pasukan bantuan, atau
gabungan dari berbagai pasukan-pasukan tersebut. Kalu raja mengandalkan
pertahanannya pada tentara bayaran, ketengangan dan keamanan tak pernah akan dicapainya,
karena mereka sukar untuk dipersatukan, haus akan kekuasaan, tidak disiplin,
dan tidak setia. Machiavelli ingin mengutarakan betapa menyedihkan kalau orang
menggunakan pasukan bayaran, tetapi meskipun demikian haruslah pasukan itu
dipimpin oleh seorang raja sebagai panglima perangnya.
XIII.
Pasukan
Bantuan, Pasukan Gabungan , dan Pasukan Rakyat
Kalau orang meminta negara tetangga untuk mebantu
dan mempertahankan negara dengan pasukannya, pasukan itu disebut pasukan
bantuan dan pasukan ini sama tidak bergunanya seperti tentara bayaran. Karena
itu, barang siapa tidak menginginkan suatu kemenangan militer baiklah kalau
meminta bantuan dari pasukan semacam ini, karena pasukan ini jauh lebih
berbahaya daripada pasukan bayaran. Pasukan bantuan sungguh fatal. Mereka
merupakan pasukan terpadu, taat sepenuhnya pada perintah. Sebaliknya pasukan
bayaran membutuhkan waktu lebih banyak dan peluang merugikan Anda. Karena itu,
raja yang bijaksana selau menghindari pasukan bantuan dan menggunakan pasukan
tentaranya sendiri. Mereka lebih suka kalah perang dengan pasukannya sendiri
daripada menang dengan bantuan orang lain, karena yakin tidak ada kemenagan
sejati dapat dicapai dengan pasukan asing. Pasukan sendiri adalah pasukan yang
terdiri dari rakyat atau warga negara atau orang-orang yang dikuasainya.
XIV. Kewajiban Raja terhadap Angkatan
Perang
Raja hendaknya tidak mempunyai sasaran ataupun
kesibukan lain, kecuali mempelajari perang, organisasi dan disiplinnya, karena
itulah satu-satunya seni yang dibutuhkan seorang pemimpin. Sebaliknya,
orang menyadari bahwa kalau raja-raja lebih mementingkan kemewahan hidup
daripada senjata, negara akan hancur. Melalaikan seni perang merupakan cara
untuk menghancurkan negara, sedangkan trampil dalam seni perang merupakan cara
untuk mempertahankan negara. Seorang raja yang bijaksana harus memperhatikan
ini. Ia tidak boleh santai pada masa damai, sebab kalau keberuntungan berubah,
ia sudah siap untuk mengatasi kesulitan itu.
XV.
Hal-hal
yang Dapat Menyebabkan Orang, Khususnya Para Raja, Terpuji atau Terkutuk
Kini tinggallah kita memikirkan bagaimana seorang
raja harus bersikap terhadap bawahan dan sahabat-sahabatnya. Saya
tahu orang akan setuju bahwa akan terpuji bila dalam diri seorang raja terdapat
semua sikap yang dipandang baik. Tetapi karena semua sikap itu tidak dapat
dimiliki dan dipenuhi, mengingat kodrat manusia, maka seorang raja harus cukup
bijaksana untuk menghindari skandal sehubungan dengan keburukan-keburukan
prilaku seperi sombong, santai, bobrok moralnya, suka menipu, keras kepala, dsb
yang akan menghancurkan negara. Namun ia tidak boleh takut sedikitpun
menghadapi tuduhan melakukan kejahatan, kalau kejahatan itu perlu dilakukan
demi keselamatan negara.
XVI. Kemurahan Hati dan Penghematan
Jika Anda ingin
memperoleh nama baik karena kemurahan hati, Anda harus secara mencolok
bertindak boros. Raja yang bertindak demikian akan segera menghabiskan
hartanya. Akhirnya ia dengan terpaksa menarik pajak yang berat dan melakukan
segala cara hanya supaya dapat meperoleh uang. Kalau ia menyadari hal ini dan mencoba
menelusuri jalan yang benar, ia segera akan dicap sebagai seorang yang kikir.
Karena itu raja tidak perlu bertindak murah hati untuk membuat dirinya
tersohor, kecuali ia mau mempertaruhkan dirinya.Jika ia bijaksana, ia tidak
akan berkeberatan dianggap sebagai orang yang sebetulnya murah hati, karena
menyadari bahwa dengan menghemat pendapatan yang ada, ia dapat mempertahankan
diri dari penyerbu/musuh, dan ia dapat melakukan perlawanan tanpa membebani
rakyat.
XVII. Sikap
Kejam dan Penuh Belas Kasih; dan Apakah Lebih Baik Dicintai daripada Ditakuti,
atau Sebaliknya
Dari sifat yang saya sebutkan di atas, saya
utarakan bahwa seorang raja tentu ingin dihormati karena sikap penuh belas
kasih daripada bersikap kejam. Namun ia harus bersikap waspada supaya ia tidak
menggunakan secara salah sikap penuh belas kasihnya. Karena itu, seorang raja
tidak perlu khawatir terhadap kecaman yang ditimbulkan karena kekejamannya
selama ia mempersatukan dan menjadikan rakyat setia. Untuk itu, sebaiknya raja
dicintai atau ditakuti. Tetapi karena sulit untuk mempertemukannya, jauh lebih
baik ditakuti daripada dicintai Jika tidak dapat memperoleh keduanya, Anda
harus berusaha untuk menghindari diri dibenci.
XVIII. Bagaimana Raja Harus Setia
Memegang Janji
Para raja yang telah berhasil melakukan hal-hal yang
besar adalah mereka yang menganggap mudah atas janji-janji mereka. Mereka yang
tahu bagaimana memperdayakan orang dengan kelihaiannya dan akhirnya menang
terhadap mereka yang memegang teguh prinsip-prinsip kejujuran. Ada dua cara
berjuang yaitu melalui hukum (merupakan cara yang wajar bagi manusia) atau
melalui kekerasan (cara bagi binatang). Seorang raja harus tahu bagaimana
menggunakan dengan baik cara-cara manusia dan binatang. Hal ini dimaksudkan raja
tidak boleh menyimpang dari yang baik, jika itu mungkin, ia harus mengetahui
bagaimana bertindak jahat, jika perlu.
XIX. Bagaimana Menghindari Aib dan
Kebencian
Raja harus menghindari hal-hal yang akan membuatnya
dibenci atau direndahkan, dan kalau ia berhasil, ia sudah melakukan
kewajibannya dengan baik, dan tidak akan mengalami bahaya, meskipun ia
melakukan kejahatan-kejahatan lainnya. Ada hal yang harus ditahuti oleh raja,
subversi dari dalam di antara para bawahannya dan serangan dari luar oleh
kekuatan asing. Mengenai yang pertama, perlu diingat bahwa orang yang dibenci
karena perbuatan baik atau perbuatan jahat, sehingga seorang raja yang ingin
mempertahankan pemerintahannya kerap kali terpaksa untuk tidak bertindak baik,
karena perbuatan baik merupakan musuh Anda. Untuk masalah yang kedua ini,
pertahanannya terletak pada persenjataan lengkap dan sekutu yang baik.
XX.
Apakah
Benteng Perlindungan dan Banyak Hal Lain yang Kerap Kali Dibangun Raja Berguna
atau Merugikan
Dalam usaha mempertahankan wilayah kekuasaan, para
raja biasanya membangun benteng, yang berfungsi untuk menumpas mereka yang
merencanakan pemberontan melawan raja, dan sebagai tempat perlindungan yang
aman terhadap serangan mendadak. Namun demikian benteng yang terbaik yang perlu
dibangun adalah untuk menghindari jangan sampai dibenci rakyat. Kalau pun raja
membangun benteng, tetapi rakyat benci kepadanya, benteng tidak akan
menyelamatkan raja, dan saya mengecam raja yang mengandalkan
benteng-bentengnya, tetapi tidak peduli bahwa dirinya dibenci oleh rakyatnya.
XXI. Bagaimana Seorang Raja Harus
Bertindak untuk Tetap Disegani Rakyat
Tak ada hal yang lebih baik mendatangkan pujian bagi
seorang raja daripada menunjukkan kemampuan pribadi dan keahliannya dalam
berperang dan memimpin pasukan. Seorang raja jangan pernah masuk persekutuan
yang agresif dengan seseorang yang lebih kuat daripada dirinya sendiri, kecuali
kalau terpaksa, karena jika Anda menang, Anda akan menjadi tawanan sekutu Anda.
Seorang raja harus menunjukkan penghargaannya terhadap bakat, secara aktif
mendorong orang-orang berbakat, dan memberi penghargaan kepada seniman
terkemuka. Dengan demikian ia harus mendorong rakyat melakukan tugasnya dengan
tenang.
XXII. Para Menteri Raja
Kesan pertama kali mengenai raja dan
kebijaksanaannya ialah kalau orang melihat orang-orang yang ada
disekelilingnya. Kalau mereka cakap dan setia, raja akan selalu dipandang
bijaksana, tetapi sebaliknya, raja akan mudah dikecam karena kesalahan yang
dilakukan oleh para menteri yang dipilihnya. Untuk itu para menteri yang baik
adalah yang tidak memikirkan dirinya sendiri.
XXIII. Para
Penjilat Harus Disingkirkan
Suatu masalah yang penting di sini adalah jika raja
tidak cukup bijaksana atau kalau raja tidak memilih para menterinya dengan
baik. Yang dimaksudkan di sini adalah para penjilat, yang memenuhi istana,
orang yang suka mengursi diri sendiri dan senag menutupi dirinya sendiri.
Karena itu, seorang raja yang pintar akan menggunakan jalan tengah, memilih
orang-orang bijaksana untuk mengurusi pemerintahan dengan baik.
XXIV.
Mengapa Raja-raja Italia Kehilangan Negara Mereka
Kalau kita tengok raja-raja Italia, seperti Raja
Napels, Pangeran Milan, dsb, yang telah kehilangan negaranya pada zaman kita
ini, kita akan melihat bahwa mereka semua memiliki kelemahan yang sama dalam
hal pengaturan angkatan perang mereka. Untuk itu satu-satunya pertahanan yang
baik, pasti, dan langgeng adalah pertahanan yang didasarkan atas tindakan dan
kesatriaan Anda sendiri.
XXV. Sejauhmana Keberuntungan Menguasai Hidup
Manusia dan Bagaimana Melawan Keberuntungan Tersebut
Saya bukannya tidak sadar bahwa banyak orang dahulu
dan sekarang berpandangan bahwa peristiwa-peristiwa dikendalikan oleh nasib
mujur dan oleh Tuhan sedemikian rupa sehingga kebijaksanaan manusia tidak dapat
mengubahnya. Karena itu, mereka menyimpulkan bahwa tidak ada gunanya bekerja
keras, tetapi orang harus menyerah pada kekuasaan nasib. Namun saya berpendapat
bahwa benar nasib mujur menguasai separuh dari perbuatan-perbuatan kita, tetapi
separuh tindakan lainnya dibiarkan untuk kita atur sendiri.
XXVI. Saran untuk Membebaskan Italia
dari Bangsa Barbar
Dalam situasi dewasa ini untuk memilih raja Italia
yang baru, mungkinkah bagi seorang yaag bijaksana dan cakap untuk
memperkenalkan sistem baru yang akan mendatangkan kemakmuran bagi Italia yang
telah tercabik-cabik. Untuk itu keberanian angkatan perang Italia yang sudah
padam harus dibangun dengan organisasi yang baru dengan dilandasi itikad baik
dan berjiwa besar. Karena itu, kalau mengikuti jejak orang-orang besar yang
menyelamatkan negara mereka, pertama-tama sangat penting menghimpun pasukan
sendiri. Karena tidak ada pasukan yang lebih setia, lebih sejati, dan lebih
baik daripada pasukan sendiri. Hal-hal semacam ini kalau diperkenalkan akan
mendatangkan keagungan dan kehormatan bagi seorang raja baru.
C.
BUKTI
MACHIAVELLLI DAINGGAP SEBAGAI GURU KEJAHATAN DAN MACHIAVELLI BUKAN SEBAGAI GURU
KEJAHATAN
A. Siapapun
orang yang memperoleh kekuasaan atas wilayah-wilayah dan ingin
mempertahankan kekuasaan atas wilayah tersebut harus memperhitungkan dua hal:
pertama, keluarga wangsa raja yang lama harus ditumpas habis; kedua, jangan
membuat perubahan-perubahan entah dalam hukum maupun sistem perpajakan mereka.
Dengan jalan ini, dalam waktu yang singkat mereka akan dipersatukan kembali
dengan negara mereka yang lama membentuk satu negara. (hal.8). untuk itu perlu
dicatat bahwa orang harus disayangi atau ditumpas sama sekali; mereka akan
membalas dendam atas penderitaan kecil yang mereka tanggung, tetapi mereka
tidak dapat membalas dendam atas penderitaan-penderitaan yang besar. Karena itu
penderitaan yang kita timpakan pada seseorang haruslah sedemikian sehingga kita
tidak perlu khawatir akan pembalasan dendamnya. (hal. 10)
Karena
ada du cara untuk menjadi pengasa, yang
sama sekali yang tidak dapat disebut karena nasib baik ataupun kemampuan, saya
tidak dapat melewatkannya begitu saja, walaupun salah satu cara tersebut dapat
diuraikan dengan panjang lebar dalam pembahasan negara republik. Kedua, cara
yang saya maksudkan ialah orang menjadi penguasa di kota kelahirannya sendiri
berdasarkan persetujuan sesama warga masysayarakatnya. Untuk membahas yang
pertama, saya akan mengemukakan dua contoh, satu dari zaman kuno, dan lainnya
di zaman modern, tanpa membahasnya lebih terinci mengenai manfaat cara-cara
ini, karena contoh-contoh ini cukup jelas untuk siapapun yang ingin meniru
mereka. (hal. 34).
B. Sebaliknya,
orang menyadari bahwa kalau raja-raja lebih mementingkan kemewahan hidup
daripada senjata, negara akan hancur. Melalaikan seni perang merupakan cara
untuk menghancurkan negara, sedangkan trampil dalam seni perang merupakan cara
untuk mempertahankan negara. Seorang raja yang bijaksana harus memperhatikan
ini. Ia tidak boleh santai pada masa damai, sebab kalau keberuntungan berubah,
ia sudah siap untuk mengatasi kesulitan itu. (hal. 60). Kini
tinggallah kita memikirkan bagaimana seorang raja harus bersikap terhadap
bawahan dan sahabat-sahabatnya. Saya tahu orang akan setuju bahwa akan
terpuji bila dalam diri seorang raja terdapat semua sikap yang dipandang baik.
Tetapi karena semua sikap itu tidak dapat dimiliki dan dipenuhi, mengingat
kodrat manusia, maka seorang raja harus cukup bijaksana untuk menghindari
skandal sehubungan dengan keburukan-keburukan prilaku seperi sombong, santai,
bobrok moralnya, suka menipu, keras kepala, dsb yang akan menghancurkan negara.
Namun ia tidak boleh takut sedikitpun menghadapi tuduhan melakukan kejahatan,
kalau kejahatan itu perlu dilakukan demi keselamatan negara. (hal. 63)
Jika
Anda ingin memperoleh nama baik karena kemurahan hati, Anda harus secara
mencolok bertindak boros. Raja yang bertindak demikian akan segera menghabiskan
hartanya. Akhirnya ia dengan terpaksa menarik pajak yang berat dan melakukan
segala cara hanya supaya dapat meperoleh uang. Kalau ia menyadari hal ini dan
mencoba menelusuri jalan yang benar, ia segera akan dicap sebagai seorang yang
kikir. Karena itu raja tidak perlu bertindak murah hati untuk membuat dirinya
tersohor, kecuali ia mau mempertaruhkan dirinya.Jika ia bijaksana, ia tidak
akan berkeberatan dianggap sebagai orang yang sebetulnya murah hati, karena
menyadari bahwa dengan menghemat pendapatan yang ada, ia dapat mempertahankan
diri dari penyerbu/musuh, dan ia dapat melakukan perlawanan tanpa membebani
rakyat. (hal. 65)
saya
utarakan bahwa seorang raja tentu ingin dihormati karena sikap penuh belas
kasih daripada bersikap kejam. Namun ia harus bersikap waspada supaya ia tidak
menggunakan secara salah sikap penuh belas kasihnya. Karena itu, seorang raja
tidak perlu khawatir terhadap kecaman yang ditimbulkan karena kekejamannya
selama ia mempersatukan dan menjadikan rakyat setia. Untuk itu, sebaiknya raja
dicintai atau ditakuti. Tetapi karena sulit untuk mempertemukannya, jauh lebih
baik ditakuti daripada dicintai Jika tidak dapat memperoleh keduanya, Anda
harus berusaha untuk menghindari diri dibenci. (hal. 74)
Kekerasan
harus dilakukan sekali saja. Rakyat akan segera melupakan penderitaannya dan
tidak akan menentang lagi. Perlahan-lahan raja harus menunjukkan kebaikan
kepada rakyat dan dengan demikian rakyat akan mengalami masa yang lebih baik.
Lebih-lebih harus hidup bersama rakyat sedemikian rupa sehingga perkembangan
apapun, entah menguntungkan atau merugikannya, tidak akan menyebabkan dia
mengubah sikapnya. Dalam keadaan yang sulit, tidak boleh raja bertindak kejam,
karena kebaikan yang telah ditunjukkan kepada rakyat akan menguntungkannya,
sebab kebaikan raja tersebut akan dipandang sebagai suatu yang tidak tulus dari
hati dan karenanya tidak pantas menerima ucapan terima kasih. (hal. 39). Tak
ada hal yang lebih mendatangkan pujian bagi seorang raja daripada meninjukkan
kemampuan pribadinya dan keahliannya dalam berperang dan memimpin pasukan.
(hal. 91)
D.
KESIMPULAN
Setelah memahami Sang Penguasa karya Machiavelli,
dalam hal ini, penulis berpadangan bahwa apa yang ditulis oleh Machiavelli
tersebut memberi dua alasan yang patut
dianalisa. Pertama, terkait dengan
pandangan Machiavelli yang
menghalalkan adanya kekerasan sebagai jalan terbaik untuk dilakukan serang raja
demi untuk menjaga kekuasaannya. Dan meninggalkan norma dan kebaikan.
Machiavelli sebagai seorang pemikir yang tidak mengindahkan nilai-nilai moral. Di
mana, Machiavelli menulis, Penguasa yang
disanjung umpamanya adalah orang yang sanggup memperoleh dan mempertahankan
kekuasaan dan kemashyuran, lepas dari soal cara-cara yang dipergunakan. Oleh
karena itu, Machiavelli merupakan kata lain dari sinisme kekuasaan yang
membenarkan dusta, penipuan, penindasan dan pembunuhan, asal saja mendukung
stabilitas kekuasaan di tangan Sang Penguasa. Oleh karena itu, Machiavelli
dikutuk oleh para moralis, tidak jarang oleh orang yang tidak pernah membaca
apa yang ditlisnya dan sekaligus diintip oleh para penguasa yang mengharapkan
legitimasi daripadanya untuk sinisme kekuasaan mereka sendiri.
Kedua, bila dipahami secara mendalam surat
Machiavelli ke Raja Lorenzo Me’dici. Tentu menunjukkan bahwa Machiavelli adalah
seorang pemikir dan juga seorang politisi yang jujur terhadap dirinya seerta
memiliki integritas yang tinggi. Di mana, machiaveli menulis, Sudah menjadi
kebiasaan bagi orang yang ingin mengambil hati seorang Penguasa untuk
menghadapi penguasa tersebut dengan membawa barang milik mereka yang paling
berharga, atau membawa barang-barang yang mereka ketahui akan membuat sang
Penguasa berkenaan di hati. Karenanya kita berap kali menyaksiakan para
Penguasa menerima persembahan kuda, senjata, busana dari emas, intan permata,
dan perhiasan-perhiasan semacam itu yang sangat cocok bagi keluhuran kedudukan
seorang Penguasa. Sekarang hamba ingin
mempersembahkan diri hamba sendiri kepada Yang Mulia dengan membawa beberapa
tanda kesetiaan dan hormat hamba kepada yang Mulia. Dalam
tulisan ini jelas, bahwa Machiavelli mengutuk sikap kepura-puraan, nepotisme
serta gemar melakukan penyogokan demi untuk mencari simpati penguasa. Oleh
karenanya, mendorong Machiavelli mengritik sikap buruk semacam itu kepada raja
dan member solusi atas kritiknya dalam bentuk buku sebagai bentuk baru dari
sikap buruk yang telah menjadi teradisi dan dimaklumi oleh para penguasa dan
masyarakat.
Dua-duanya tidak salah, namun tidak memadai
Machiavelli adalah jauh daripada klise tersebut. Dan bila Machiavelli dilihat
secara utuh, maupun dalam konteks sejarah dan situasi di mana ia menulis, arti
dari tulisan Machiavelli yang sebenarnya akan terangkat. Yang luput dari
perhatian ialah bahwa bukan pemerintahan Sang Penguasa yang menjadi tujuan
pemikiran Machiavelli, melainkan kemantapan dan kejayaan komunitas politik satu
bangsa, bangsa Italia. I dalam dan keperkasaan kekuatan ke luar, di mana para
warga negara aktif mengurus kebijakan politik kota mereka, dan justru karena virtu itu, mampu untuk mengembangan kota
mereka menjadi pusat kekuasaan tingkat dunia yang mantap dan pantas dikagumi,
dengan sistem hukum yang kemudian menentukan sebagian besar hukum di Eropa dan
dengan demikian merupakan struktur sebagian besar struktur-struktur hukum di
dunia abad-21 ini.
Akan tetapi, Machiavelli juga menjadi orang modern
pertama, dank arena itu dia mampu untuk membebaskan diri dengan kejam dari
segala keterikatan pada tradisi-tradisi moralitas keagamaan. Modernitas
Machiavelli kelihatan dalam ia tanpa ragu-ragu membuat fungsionalisme menjadi
tolok ukur tepat-tidaknya sebuah tindakan politik. Karena itu, Machiavelli
menuntut agar masyarakat terlebih dahulu ditata oleh penguasa dengan tangan
besi. Itulah sebabnya Machiavelli mempermaklumkan bahwa penguasa harus
membebaskan diri dari ikatan keagamaan dan moralitas tradisional, dan tidak
boleh ragu-ragu mengambil segala tindakan yang perlu untuk menumpas pihak yang
membuat kekacauan, tidak tertib, korup, licik, egois, atau yang mengancam
kekuasaan penguasa. Dan yang ditawarkan Machiavelli adalah fungsionlaisme
kekuasaan murni [1].
E.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Niccolo
Machiavelli, Sang Penguasa. Surat Seorang
Negarawan kepada Pemimpin Republik. Ahli bahasa. C. Woekirsari. (Jakarta:
PT. Gramedia. 1987)
2.
ST.
Sularto. Niccolo Machiavelli Penguasa
Arsitek Masyarakat. (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2003)
[1] ST. Sularto. Niccolo Machiavelli Penguasa Arsitek
Masyarakat. (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2003). Hal. Xii-xiii
Blog yang menarik tentang Machiavelli, “Machiavellianism” adalah istilah negatif yang digunakan secara luas untuk menggambarkan politikus tak bermoral seperti gambaran Niccolo yang masyur di buku “The Prince.
BalasHapusSaya mencoba menulis blog tenatng Machiavelli semoga and juga suka: http://stenote-berkata.blogspot.hk/2018/02/wawancara-dengan-niccolo.html