Laman

Selasa, 29 Oktober 2013

DI KALA MANUSIA MEMANGSA



DI KALA MANUSIA MEMANGSA

Dunia modern itu baik katanya!
Semua bebas berekspresi tanpa titik dan koma
Suara lantang memaki, menghujat hal biasa
Inilah era liberalisasi yang diagungkan manusia sejagad raya
Politik bibir ranum, lidah katak dan bermuka badak jadi idola
Dalam waktu yang berjalan siang malam, kita disuguhi aneka sajian yang fantastis
Politisi saling Sandra demi citra partai dan kuasa di parlemen dan ruang birokrasi Istana
Polisi di buru, pendekar hantu malam tanpa bayangan, lalu mati di jalan raya
Mencekam, sembari meninggalkan tanda Tanya bagi keluarga dan publik
Siapa sesungguhnya manusia pemangsa itu?
Lalu kita kembali merenungi, para siswa ibu ibu kota beradu kekuatan di halaman sekolah menuju jalan raya sambil melukai satu sama lain
Jalanan menjadi arena tinju para petarung
Kaum terpelajar seakan kehilangan mata batin dan akal sehat
Setumpuk undang-undang prosuksi Departemen Pendidikan, demi mencerdaskan kehidupan anak bangsa
Kini, lapuk di gudang sekolah yang hanya dibaca rayap dan kecoak
Orang tua tampil sebagai sapi perah anak kandung sendiri demi harga diri yang terstruktur
Lalu bangga kami adalah anak bangsa yang pandai
Inilah dunia bebas merdeka yang dikehendaki kaum reformis
Mengucilkan Orde Baru dari catatan resmi negara kemudian menggayang Soeharto
Kaum akademisi kini berpesta, kita bebas menulis, mengkritis bahkan menghujat sesuka hati
Tembok Pembatas pencerahan telah ambruk bersama politik Dinasti dan Etnisitas
Namun, semua berbeda dalam kisah dan fakta
Kaum Pemburu kekuasaan kian menggeliat dan binal dibalik soko guru yang mereka punya
Para pendekar kini bermunculan dari segala medan laga dan perguruan silat lidah
Kemudian menggandeng jemari lentik kaum bunda putri demi satu kehormatan dan wibawa
Cita-cita emansipasi terwujud pula seirama habis gelap terbitlah terang
Oh, ternyata liberalisme itu seksi dan menantang
Dunia politik ramai dari kampanye pencitraan diri dan iklan kemajuan palsu
Membedah teori hutan rimba, gunung emas dan batas wilayah dalam rung seminar yang mulai rapai para kapitalis baru
Mengkapling lahan gapan, membunuh kaum latah atas nama pembangunan
Sungguh, praktik barbarisme menjamur sudah
Mereka semua kaum pemikir ulung yang diproduksi ibu kandung
Namun, kawan. Kata dari generasi yang menanti kemurkaan alam yang selalu datang
Antara tsunami, air bah dan gempa bumi berulang-ulang meradang
Dan kita, dianjurkan istigosah lalu memaafkan. Itulah budaya Indonesia
Kawan, aku hanya menulis apa yang ada hari ini
Tentu, esok hari. Para pemburu akan kembali meneror dalam beragam gaya dan sikapnya
Untuk kita dan generasi mendatang

Kamaruddin Salim

Pejaten- Pasar Minggu, 29 Oktober 2013
Pukul, 19.00. Wib

Tidak ada komentar:

Posting Komentar