Laman

Kamis, 24 Oktober 2013

HARI PAHLAWAN, Ritualitas Tanpa Koma




HARI PAHLAWAN, Ritualitas Tanpa Koma
Kamaruddin Salim [1][1]
 Keberadaan bangsa yang merdeka, dari satu masa dan generasi. Sudah barang tentu bertolak dari peran orang-orang yang berjuang di masa lalu. Dengan cita-cita perubahan, nyawa dan materi,dan semua untuk kebebasan dan kedamaian tanah air yang mereka punya. Epos

10 November 1945 itulah catatan sejarah yang abadi dalam kitab sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Satu ritus sejarah perjuangan yang lahir dari semangat nasionalisme kebangsan yang bertujuan demi mewujudkan kemerdekaan dari belenggu kolonialisme dan imperialisme bangsa asing. Walaupun apa yang terjadi di Surabaya awal mula pergolakan nasional dan melegitimasi satu proses perjuangan yang panjang sejak bangsa asing menginjakkan kaki di Ibu Pertiwi, yang sebelum terbentuknya NKRI, akan tetapi, 10 Novermber telah menjadi satu titik klimaks dari perjuangan kaum pribumi di Jawa Timur dan berhasil mengusir tentara Sekutu bersama sukarelawan Gurka danri India.
Kemerdekaan Indonesia yang kini berusia 68 tahun, tentunya merupakan cita-cita luhur para pahlawan yang dengan berani memperjuang apa yang mereka miliki demi terwujudnya kemerdeaan bangsanya. Tentunya, apa yang diabdikan tersebut menjadi hal yang memberatkan oleh para pejuang kemerdekaan. Logikanya dalam suatu situasi yang yang serba sulit dan bergolak kala itu, persatuan dan semangat kolektif tetap menjadi utama, tanpa mengedepankan ego individualisme pribadi maupun kelompok. Fakta empiris membuktikan bahwa dengan semangat kolektifitas dari rakyat Indonesia dapat meraih kemerdekaan. Di mana, penantian selama beberapa abad di kala Nusantara ini dijajah oleh bangsa asing seperti Spanyol, Portugis, Belanda, Jepang dan Inggris.
Ritualitas hari pahlawan diperingati sebagai suatu bentuk penghargaan atas jasa para pejuang telah gugur di medan pertempuran maupun di usia senja setelah kemerdekaan. Ritualitas yang dilakukan dengan berbagai cara dan tema tak ubahnya sebuah serimonial tahunan. Kesan apresiasi sarat makna dan nilai heroik,  pada hakikatnya untuk mengingatkan kepada masyarakat bahwa buah dari perubahan dan kemerdekaan hari ini adalah transaksi yang tragis dan kegigihan generasi terdahulu tanpa nilai tukar apapun berlabu dalam pikiran mereka. Merekalah adalah insan patriotik yang dikenali oleh seluruh anak bangsa dengan sebutan “Pahlawan”.
Pahlawan, kata ini tentunya akrab ditelinga semua orang, dan menyisyaratkan suatu daya tarik tersendiri. Terminologi pahlawan dalam realitas selalu dikaitkan dengan satu daya juang, pengorbanan seseorang dalam hidupnya dan itu dinilai berguna bagi orang lain. Hal ini, tentu tidak mengaburkan pengertian pahlawan sesungguhnya. Akan tetapi pahlawan dalam arti yang sempit kadang dijumpai dalam tutur kata, baik lisan ataupun tulisan. Dan semua seakan terfokus pada seseorang yang berlatar dengan pendekatan lebel atau simbol yang dilegalkan negara atau pemerintah, seperti Tentara ataupun kaum birokrasi. Disamping itu, di Indonesia terdapat beberapa kategori pahlawan bangsa, antara lain pahlawan nasional, pahlawan kemerdekaan nasional, pahlawan proklamator, dan pahlawan revolusi. Namun dengan runtuhnya hegemoni kuasa rezim Orde Baru, bermunculan orang yang dikategorikan sebagai pahlawan, diantaranya Pahlawan Reformasi dan Pahlawan Devias (TKI)
 Terlepas dari perdebatan gelar kepahlawanan, yang sepatutnya di soroti serius adalah, prosesi serimonial memperingati hari pahlawan itu sendiri dan bagaimana implementasi pokok dari hasil perjuangan para pahlawan di masa kini?. Di mana, ragam argumentasi terkait dengan dinamika berbangsa dan negara yang belum merdeka dari penjajahan asing dan dijajah bangsa sendiri. Wacananya kritis semacam ini, tentunya mengingatkan kepada pengambil kebijakan bahwa perjuangan belum berakhir.  Karena, kemerdekaan yang dinikmati saat ini sepatutnya dipertahankan dengan baik. Sehingga penjajahan gaya baru tidak lagi tampil sebagai bentuk algojo baru di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang merdeka.disamping itu ada pula bentuk penghargaan lain yang diapresiasikan kepada jasa-jasa para pahlawan dengan menulis biografi para pahlawan.
Buah pemikiran, perjuangan dan jasa-jasa para pahlawan adalah warisan abadi bagi generasi penerus bangsa untuk dijaga dan dilestarikan keberadaanya. Begitu pula sejarah para pahlawan akan selalu terkenang tak lapuk termakan zaman. Dengan melalui karya inilah tentunya menjadi jembatan antara peristiwa yang masalalu dan masyarakat dapat dibangun sebagai salah satu bentuk rekam jejak yang hidup dan menginspirasi dari masa kemasa. Dari apresiasi yang baik, tentunya mengingatkan kita pada ungkapan Presiden RI Pertama, Ir. Soekarno, Jangan Sekali-kali Lupoakan Sejarah (JASMERAH). Bila bangsa Indonesia melupakan sejarahnya, maka dampak yang terjadi tentunya lebih masif penjajahan gaya baru yang akan melanda bangsa  dan negara ini. Di mana, era globaliasi dan moderniasi yang menandakan kemajuan tekhnologi yang menggila saat ini, akan dengan mudah memecah belah Indonesia dengan sekejab mata!!!!





[1][1] Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Politik Universitas Nasional Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar