HARI PAHLAWAN, Ritualitas Tanpa Koma
Kamaruddin Salim [1][1]
Keberadaan bangsa yang merdeka, dari satu masa dan generasi. Sudah barang
tentu bertolak dari peran orang-orang yang berjuang di masa lalu. Dengan
cita-cita perubahan, nyawa dan materi,dan semua untuk kebebasan dan kedamaian
tanah air yang mereka punya. Epos

Kemerdekaan Indonesia yang kini berusia 68 tahun,
tentunya merupakan cita-cita luhur para pahlawan yang dengan berani memperjuang
apa yang mereka miliki demi terwujudnya kemerdeaan bangsanya. Tentunya, apa
yang diabdikan tersebut menjadi hal yang memberatkan oleh para pejuang
kemerdekaan. Logikanya dalam suatu situasi yang yang serba sulit dan bergolak
kala itu, persatuan dan semangat kolektif tetap menjadi utama, tanpa
mengedepankan ego individualisme pribadi maupun kelompok. Fakta empiris
membuktikan bahwa dengan semangat kolektifitas dari rakyat Indonesia dapat
meraih kemerdekaan. Di mana, penantian selama beberapa abad di kala Nusantara
ini dijajah oleh bangsa asing seperti Spanyol, Portugis, Belanda, Jepang dan
Inggris.
Ritualitas hari pahlawan diperingati sebagai
suatu bentuk penghargaan atas jasa para pejuang telah gugur di medan
pertempuran maupun di usia senja setelah kemerdekaan. Ritualitas yang dilakukan
dengan berbagai cara dan tema tak ubahnya sebuah serimonial tahunan. Kesan
apresiasi sarat makna dan nilai heroik, pada hakikatnya untuk mengingatkan kepada
masyarakat bahwa buah dari perubahan dan kemerdekaan hari ini adalah transaksi
yang tragis dan kegigihan generasi terdahulu tanpa nilai tukar apapun berlabu
dalam pikiran mereka. Merekalah adalah insan patriotik yang dikenali oleh
seluruh anak bangsa dengan sebutan “Pahlawan”.
Pahlawan, kata ini tentunya akrab ditelinga semua
orang, dan menyisyaratkan suatu daya tarik tersendiri. Terminologi pahlawan
dalam realitas selalu dikaitkan dengan satu daya juang, pengorbanan seseorang
dalam hidupnya dan itu dinilai berguna bagi orang lain. Hal ini, tentu tidak
mengaburkan pengertian pahlawan sesungguhnya. Akan tetapi pahlawan dalam arti
yang sempit kadang dijumpai dalam tutur kata, baik lisan ataupun tulisan. Dan
semua seakan terfokus pada seseorang yang berlatar dengan pendekatan lebel atau simbol yang dilegalkan negara atau pemerintah, seperti Tentara
ataupun kaum birokrasi. Disamping
itu, di Indonesia terdapat beberapa kategori pahlawan bangsa,
antara lain pahlawan nasional, pahlawan kemerdekaan nasional, pahlawan
proklamator, dan pahlawan revolusi. Namun
dengan runtuhnya hegemoni kuasa rezim Orde Baru, bermunculan orang yang dikategorikan
sebagai pahlawan, diantaranya Pahlawan Reformasi dan Pahlawan Devias (TKI)
Terlepas dari perdebatan gelar
kepahlawanan, yang sepatutnya di soroti serius adalah, prosesi serimonial
memperingati hari pahlawan itu sendiri dan bagaimana implementasi pokok dari
hasil perjuangan para pahlawan di masa kini?. Di mana, ragam argumentasi
terkait dengan dinamika berbangsa dan negara yang belum merdeka dari penjajahan
asing dan dijajah bangsa sendiri. Wacananya kritis semacam ini, tentunya
mengingatkan kepada pengambil kebijakan bahwa perjuangan belum berakhir. Karena, kemerdekaan yang dinikmati saat ini
sepatutnya dipertahankan dengan baik. Sehingga penjajahan gaya baru tidak lagi
tampil sebagai bentuk algojo baru di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
yang merdeka.disamping itu ada pula bentuk penghargaan lain yang diapresiasikan
kepada jasa-jasa para pahlawan dengan menulis biografi para pahlawan.
Buah pemikiran, perjuangan dan jasa-jasa
para pahlawan adalah warisan abadi bagi generasi penerus bangsa untuk dijaga
dan dilestarikan keberadaanya. Begitu pula sejarah para pahlawan akan selalu
terkenang tak lapuk termakan zaman. Dengan
melalui karya inilah tentunya menjadi jembatan
antara peristiwa yang masalalu dan masyarakat dapat dibangun sebagai salah satu
bentuk rekam jejak yang hidup dan menginspirasi dari masa kemasa. Dari
apresiasi yang baik, tentunya mengingatkan kita pada ungkapan Presiden RI
Pertama, Ir. Soekarno, Jangan Sekali-kali
Lupoakan Sejarah (JASMERAH). Bila bangsa Indonesia melupakan sejarahnya,
maka dampak yang terjadi tentunya lebih masif penjajahan gaya baru yang akan
melanda bangsa dan negara ini. Di mana,
era globaliasi dan moderniasi yang menandakan kemajuan tekhnologi yang menggila
saat ini, akan dengan mudah memecah belah Indonesia dengan sekejab mata!!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar