Laman

Senin, 18 Maret 2013

BUDAYA LOKAL LEMAH SYAHWAT NASIONAL



BUDAYA LOKAL LEMAH SYAHWAT NASIONAL

Dan ketika budaya sendiri di obral murah
Anak-anak sekolah liar berlari tak tentu arah
Kaum muda-mudi menggila di sepanjang jalan raya kemang dan Hayam Wuruk
Mengeskploitasi diri antara sadar dan rekayasa syahawat
Telanjangi diri, antara malam menuju pagi dalam gaya raut wajah dipoles rupawan
Kawan, Budaya ketimuran, kini kalah mode ala Barat menggila merasuk jiwa Nasionalisme kita
Tontonan ini menjadi bioskop jalan-jalan protocol kenegaraan
Jiwa meringgis, berapa lama generasi kita bertarung dalam medan juang ini
Bertarung dalam kecintaan akan budaya kesantuan dan rasa malu
Budaya lokal, di terror syahwat nasional menggila
Tarian kecak misteriuas mengaung suaranya di bawah remang purnama
Langkah seirama Zapin Melayu pecahkan suasana
ketoprak dan lenong terkubur dalam arus globalisasi
Diteror pula erotisme Lady Gaga menyihir kaum muda
Ini tontonan mengupas mata jiwa ke-Indonesiaan kita kawan
irama Jaipongan di sihir menyerupai dunia klub malam menggiurkan
generasi muda kita larut dalam hedonisme baru beragam gaya dan bahasa
mereka liar tak tentu arah, ibarat Tari Piring  Padang membalikan tangan seni terlihat
sekali terisi, habis di santap lalu menyemburkan kotoran sendiri
generasi kini tak lagi mengilhami pepatah lama "Bhineka Tunggal Ika"
Sasando dan Tifa hanyalah artefak sejarah sebentar lagi punah
Kulintang, angklung, rebana dan gamelan sunyi senyap suaranya di alam Nusantara kita kawan
Kawan, seluang Minang merdu suaranya mengantar si Midun melamar Halimah dalam Roman “sengsara membawa nikmat” mati rasa
Tarian Tor-tor Tapanuli mengisyaratkan kita pada masa harmoni di dalam raya ibu pertiwi
Lantunan pujian para penikmat Tari Saman Meuseukat mistisme rindingkan bulu kuduk
kawan, manusia Indonesia tak serupa robot industrialisme pabrik Jepang
Robot tak memahami budaya ke Indonesiaan kita kawan
Kidung Jawa dan keroncong sepi peminat dalam peradaban masyarakat modern yang gila
Ludruk di tubruk, lalu ambruk bersama lenong dan ketoprak, semua tak seindah bersama kuasa PKI menjiwainya.
Kawan, wayang kulit dan orang berapa lama usianya dalam logika nilai
Ya, Manusia indonesia kini krisis rasa sahaja dan budaya
Kekerasan dan kemalasan merambah segenap ruang kota hingga desa terpencil
Budaya Asmat seringkali di tafsir sebatas busur panah, teriakan dan darah kaum melata
Budaya kekerasan di pupuk entah lalui tangan siapa?
Cukuplah sejarah silam, Sampit, Ambon, Aceh dan Timor Leste dilepas pergi
Kita jauh terlena dan lelap tertidur kawan
Indonesia kita luka lara dan sekarat nasibnya
Bangsa Dayak di mata Indonesia kaya akan batu bara dan minyak bumi
layaklah Tari Gong mengusir penjarah tanah air keluar Borneo
Rasa Sayang sebatas syair lama Maluku diperdebatkan sesaat antar budaya serumpun
Mengisyaratkan kita pada angin mamiri tepian pantai Losari yang sejuk
kawan, kita telah kalah dalam perang terbuka kali ini
perang antara generasi kuno dan kaum modernis Barat, anak cedas pula
JASMERAH, hanya slogan sejarah tercatat dalam kisah Bung Karno
Kawan, akulturasi budaya Korea menancapkan kuasanya menuju layar TV
Kaula muda dipoles jatidirinya dalam waktu singkat
Rambut di reparasi beragam warna, mirip grup gerak jalan 17-an
kebaya kurung, balonkon dan peciterbang entah kemana kawan
Etika sopan santung Pancasila tragis nasibnya di ruang diskusi
Budaya gotong royong tak lagi terpatri dalam jiwa sanubari sosio Indonesia
Budaya lokal di karantina dalam kemegahan Mall, Apartemen/gedung pewarna langit
Kawan, Tari Balumpa Kendari tentu beda dalam budaya lompat kedepan ala Mao Tze Tung di China
Bangsa ini lemah syahwat nasional gila hormat pula penguasanya
kawan, cukuplah sudah kita menambah luka membakar negeri ini
ingatlah nasihat Gurindam 12 Raja Ali Hadji.Tuan betulkan dengan sempurna
Benar kawan, kembalikan budaya kita pada altarnya
jangan dirusaki, diimitasikan dan dibinasakan pula, kawan
Kawan, pesan Bung Karno "Bangunlah suatu dunia di mana semua bangsa hidup dalam damai dan persaudaraan. Ini Indonesia
kita semua bersaudara dalam budaya dan Negara kawan.

Karya: Kamaruddin Salim
Jakarta, UNAS 6 Juni 2012

Puisi ini di dedikasikan untuk memperingati 111 tahun kelahiran Putra Sang Fajar Bung Karno dan untuk Generasi Pecinta Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar