Laman

Jumat, 22 Maret 2013

MAHALNYA KEBENARAN DI NEGERI INI

MAHALNYA KEBENARAN DI NEGERI INI

Oleh: Kamaruddin Salim


 
Semenjak kecil orang tua kita selalu menganjurkan kepada kita untuk selalu berbuat sesuatu yang benar dan baik, anjuran orang tua tersebut agar tidak musuhi oleh sesama teman main kita. Belajar dari sikap kehati-hatian orang tua dalam menganjurkan serta mendidik anak seperti itu, secara tidak langsung para orang tua paham benar bahwa pendidikan di dalam keluarga begitu berarti bagi anaknya kedepan. Sebab bekal untuk masa depan anak tergantung bagai mana pendidikan dalam keluarganya.
Tetapi, bagaimana sekalipun pentingnya masa kanak-kanak untuk pembentukan kesadaran etik, kita tidak boleh melebih-lebihkan kepentingannya itu. Pengaruh kontak sosial dengan kebudayaan individu sesudah masa kanak-kanak tak kurang pentingnya dari pengaruh orang tua selama bertahun-tahun pertama atas seorang anak. Dalam hal ini kita sependapat dengan David Riesman; “ Tetapi bertambah lama, tambah di akui, bahwa watak dapat berubah banyak sesudah meninggalkan masa kanak-kanak dan bahwa orang-orang selain dari orang tua penting dari pengaruh kebudayaannya”. Dalam kaitan dengan penyataan Riesman tersebut, penulis sependapat dengan Ibnu Khaldun, bahwa Lingkunganlah yang paling besar mempengaruhi perubahan perilaku manusia.
Berangkat dari pernyataan tersebut, yang mungkin setiap anak di seluruh negeri ini pastilah mendapatkan nasehat yang sama pula. Nasehat akan kebenaran tersebut tidak hanya berlaku dalam keluarga kecil seperti dalam rumah tetapi di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Adapula nasehat para pendiri negara ini kepada rakyatnya. Oleh karena itu setiap warga Negara patut menjalankan nilai-nilai kebenaran yang sudah diamanatkan lewat Undang-undang Dasar 1945 tersebut.
Kebenaran menjadi nilai yang mempunyai kekuatan tersendiri dalam kehidupan sosial dan budaya setiap umat manusia. Ketika kebenaran itu di perjual belikan ataupun di jungkir balikan oleh manusia akan memunculkan mala petak yang dashyat. Dan memakan korban para manusia lain yang hidup di Negara Indonesia ini. Kita perlu sadari bahwa betapa kebenaran itu begitu mahal dalam kehidupan kita.
Para filsuf semenjak zaman yunani kuno sampai Zaman Modern saat ini selalu mempelajari serta melaksanakan prinsip-prinsip kebenaran tersebut. Lihat saja Sokrates siap meminum racun yang di suguhkan para pembesar Negara pada saat itu. Karena tetap mempertahankan kebenaran yang di akuinya. Atau Tan Malaka yang siap di eksekusi oleh lawan politiknya karena mempertahankan prinsip kebenaran yang di lakukannya dengan perjuangan lewat bawah tanah untuk melawan Kaum Penjajah. Begitu pula tokoh spiritual India, Mahatma Gandhi tetap menjalanlankan prinsip kebenaran dan cinta kasih sebagai kunci untuk memerdekakan india dari penjajahan Inggris walaupun prinsipnya tersebut di tentang oleh kelompok garis keras yang berbeda prinsip dengan Gandhi.
Kebenaran bisa di umpamakan seperti gadis desa yang di perebutkan setiap pemuda di kampungnya. Kebenaran kian mahal dan langka untuk di temukan kemuarniannya dewasa ini. Walaupun lewat media Televisi, Radio dan Koran serta majalah sering kita nonton dan membaca para elit polotik sampai masyarakat biasa tampil untuk mewacanakan tentang kebenaran. Terkadang membuat kita terkagum-kagum, kadang juga membuat kita merasa mual.
 Banyak teori baru di suguhkan untuk membedah esensi kebenaran yang nantinya akan berlaku dalam masyarakat kita misalnya; Kebenaran menurut si ini dan si itu. Kebenaran menurut nilai ideologi merah, putih, kuning, biru, hijau, hitam dan lain-lain pun di acungkan demi menarik simpati rakyat untuk mengikutinya. Di samping itu, kebenaran agama pula di pertontonkan secara terbuka untuk publik agar para umat beragama tidak jauh dari Tuhan-Nya. Maka kebenaran menjadi kian seksi di perbincangkan dalam meraih simpati dari berbagai sendi kehidupan bernegara.
Para aktivis mahasiswapun tak mau ikut ketinggalan mendengungkan syair kebenaran lewat sumpah saktinya; Berbahasa satu bahasa kebenaran,tidak ada bahasa yang lain yang di perjuangkan oleh mahasiswa, mereka tidak mengenal bahasa kompromi, kemunafikan ataupun bahasa penindasan. Keberpihakan aktivis mahasiswa dalam memperjuangkan kebenaran adalah demi mewujudkan kehidupan yang adil dan sejahtera. Kebenaran yang tidak hanya di pakai oleh para penguasa. Disini perlu kita acungkan jempol kepada para aktivis mahasiswa tersebut. Tetapi disisi yang lain para aktivis mahasiswa di negeri ini terkadang bertindak sesuai dengan kebenaran menurut mereka sendiri. Semoga kebenaran menurut para mahasiswa tersebut tidak menyimpang dari garis lurus kebenaran yang membudaya di dalam negara ini.
Dimana kebenaran bukanlah mitos atau    
Disini perlu kta hayati pendapat seorang penulis perempuan asal Cekoslowakia, Milan Kundera; “ Perjuangan Terbesar Manusia adalah Perjuangan melawan lupa” jadi apa yang di katakan Milan Kundera tersebut menjadi dasar bahwa, banyak tatangan bagi manusia bagaimana mempertahankan relasi sosial yang sudah dilakukan secara konsisten dan tanpa mengedepankan keretakan. Lupa memang suatu sifat yang dimiliki oleh stiap manusia. Lupa menjadi penyakit yang menghinggapi pikiran manusia tanpa dasar kelas dan tingkat pendidikannya. Namun ironisnya kalau lupa menjadi satu alasan sosial yang pada akhirnya membuat manusia tidak mempunyai lagi kemampuan untuk menyaring pokok-pokok penting dari sebuah kebenaran dari suatu hubungan yang dijalaninya.
Penyataan Milan tersebut, seakan menunjukan kepada kita akan seuatu nilai kebenaran yang hingga detik ini selalu mewarnai kehidupan semua manusia dimuka bumi ini. Dimana, semua manusia lupa akan jati dirinya sebagai mahluk sosial. Kebenran seirng dibelokan menjadi suatu kemunafikan yang bersifat laten dan tumbuh subur dalam jiwa manusia di era globalisasi ini. Meminjam pernyataanya Betrand Russell, bahwa manusia yang hidup di zaman modern ini, dalam melihat manusia lainnya hanya dari hal yang negatif semata.mereka tidak lihat lagi hal yang positif dan sisi baik dari apa yang dilakukan oleh manusia itu sendiri. Oleh karena itu, kita tidak heran kalau dalam setiap pergumulan sosial masyarakat selalu berujung pada konflik yang tidak berkesudahan. Zaman ini memang zaman yang gila.
Idealnya, kita benar-benar sadar bahwa, kebenaran yang di gariskan Tuhan lewat agama beserta Kitab Sucinya, perlu di pelajari dan di implemntasikan dengan cara yang baik dan ditafsirkan dengan hukum rasional dan positif. Hal ini perlu dilakukan demi menjaga suatu kondisi yang harmonis dan dinamis dalam masyarakat. Harapan positif semacam ini, didorong juga oleh para Nabi, Filsuf dan juga pemuka agama beserta para pejuang kebenaran yang konsistensi mereka baik secara lisan, tulisan maupun praktek langsung tetang hal itu yang dapat kita lihat entah berwujud buku maupun penganutnya sampai detik ini. Dan semua yang mereka lakukan itu, tak sedikit jua akan hilang di pikiran, jiwa dan kehidupan manusia dunia. Walaupun zaman dan peradaban berganti wajah dan waktunya.
Kebenaran dalam kitab suci yang dimiliki oleh agama Samawi (agama Tuhan) maupun agama duniawi yang di sebarkan oleh manusia yang selalu memperjuangkan kebenaran dan keadilan di muka bumi ini, misalnya Buddha Gautama, Confucius, Nabi Muhammad, Isa dan lain-lain. Pada hakikatnya semua mengedepankan kebenaran. Namun, entah kenapa kebenaran yang diusung agama dan penyebar kebenaran tersebut berakhir dengan sebuah sikap yang kontradiksi dengan konteks sesungguhnya.  Sepaturnya ajaran ataupun perkataan selaras dengan apa yang dilakukan. Kita tentu tidak berkeinginan bahwa kebenaran semu itu terjadi dalam ruang interaksi umat beragama. Apabila hal itu terjadi, manusia akan menjadi serigala bagi manusia yang lain tanpa memperdulikan nilai agama yang pada prinsipnya menjunjung tinggi kebenaran sejati. Seperti yang di katakan Mahatma gandhi, bahwa “ukuran keimanan seseorang bukan di lihat dari apa yang diucapkannya, tetapi apa yang dilakukannya” semoga kita menjadi manusia yang selalu memperjuangkan nilai kebenaran tanpa maksud apapun.
Salam Kasih sayang.

Jakarta, 21 Desember 2010
Kosan katapang-PasarMinggu
Jakarta Selatan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar