MAHALNYA KEBENARAN DI NEGERI INI
Oleh: Kamaruddin Salim

Tetapi,
bagaimana sekalipun pentingnya masa kanak-kanak untuk pembentukan
kesadaran etik, kita tidak boleh melebih-lebihkan kepentingannya itu.
Pengaruh kontak sosial dengan kebudayaan individu sesudah masa
kanak-kanak tak kurang pentingnya dari pengaruh orang tua selama
bertahun-tahun pertama atas seorang anak. Dalam hal ini kita sependapat
dengan David Riesman; “ Tetapi
bertambah lama, tambah di akui, bahwa watak dapat berubah banyak sesudah
meninggalkan masa kanak-kanak dan bahwa orang-orang selain dari orang
tua penting dari pengaruh kebudayaannya”. Dalam kaitan dengan penyataan Riesman tersebut, penulis sependapat dengan Ibnu Khaldun, bahwa Lingkunganlah yang paling besar mempengaruhi perubahan perilaku manusia.
Berangkat
dari pernyataan tersebut, yang mungkin setiap anak di seluruh negeri
ini pastilah mendapatkan nasehat yang sama pula. Nasehat akan kebenaran
tersebut tidak hanya berlaku dalam keluarga kecil seperti dalam rumah
tetapi di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Adapula nasehat para
pendiri negara ini kepada rakyatnya. Oleh karena itu setiap warga Negara
patut menjalankan nilai-nilai kebenaran yang sudah diamanatkan lewat
Undang-undang Dasar 1945 tersebut.
Kebenaran
menjadi nilai yang mempunyai kekuatan tersendiri dalam kehidupan sosial
dan budaya setiap umat manusia. Ketika kebenaran itu di perjual belikan
ataupun di jungkir balikan oleh manusia akan memunculkan mala petak
yang dashyat. Dan memakan korban para manusia lain yang hidup di Negara
Indonesia ini. Kita perlu sadari bahwa betapa kebenaran itu begitu mahal
dalam kehidupan kita.
Para
filsuf semenjak zaman yunani kuno sampai Zaman Modern saat ini selalu
mempelajari serta melaksanakan prinsip-prinsip kebenaran tersebut. Lihat
saja Sokrates siap meminum racun yang di suguhkan para pembesar Negara
pada saat itu. Karena tetap mempertahankan kebenaran yang di akuinya.
Atau Tan Malaka yang siap di eksekusi oleh lawan politiknya karena
mempertahankan prinsip kebenaran yang di lakukannya dengan perjuangan
lewat bawah tanah untuk melawan Kaum Penjajah. Begitu pula tokoh
spiritual India, Mahatma Gandhi tetap menjalanlankan prinsip kebenaran
dan cinta kasih sebagai kunci untuk memerdekakan india dari penjajahan
Inggris walaupun prinsipnya tersebut di tentang oleh kelompok garis
keras yang berbeda prinsip dengan Gandhi.
Kebenaran
bisa di umpamakan seperti gadis desa yang di perebutkan setiap pemuda
di kampungnya. Kebenaran kian mahal dan langka untuk di temukan
kemuarniannya dewasa ini. Walaupun lewat media Televisi, Radio dan Koran
serta majalah sering kita nonton dan membaca para elit polotik sampai
masyarakat biasa tampil untuk mewacanakan tentang kebenaran. Terkadang
membuat kita terkagum-kagum, kadang juga membuat kita merasa mual.
Banyak
teori baru di suguhkan untuk membedah esensi kebenaran yang nantinya
akan berlaku dalam masyarakat kita misalnya; Kebenaran menurut si ini
dan si itu. Kebenaran menurut nilai ideologi merah, putih, kuning, biru,
hijau, hitam dan lain-lain pun di acungkan demi menarik simpati rakyat
untuk mengikutinya. Di samping itu, kebenaran agama pula di pertontonkan
secara terbuka untuk publik agar para umat beragama tidak jauh dari
Tuhan-Nya. Maka kebenaran menjadi kian seksi di perbincangkan dalam
meraih simpati dari berbagai sendi kehidupan bernegara.
Para aktivis mahasiswapun tak mau ikut ketinggalan mendengungkan syair kebenaran lewat sumpah saktinya; Berbahasa satu bahasa kebenaran,tidak
ada bahasa yang lain yang di perjuangkan oleh mahasiswa, mereka tidak
mengenal bahasa kompromi, kemunafikan ataupun bahasa penindasan.
Keberpihakan aktivis mahasiswa dalam memperjuangkan kebenaran adalah
demi mewujudkan kehidupan yang adil dan sejahtera. Kebenaran yang tidak
hanya di pakai oleh para penguasa. Disini perlu kita acungkan jempol
kepada para aktivis mahasiswa tersebut. Tetapi disisi yang lain para
aktivis mahasiswa di negeri ini terkadang bertindak sesuai dengan
kebenaran menurut mereka sendiri. Semoga kebenaran menurut para
mahasiswa tersebut tidak menyimpang dari garis lurus kebenaran yang
membudaya di dalam negara ini.
Dimana kebenaran bukanlah mitos atau
Disini perlu kta hayati pendapat seorang penulis perempuan asal Cekoslowakia, Milan Kundera; “ Perjuangan Terbesar Manusia adalah Perjuangan melawan lupa” jadi apa yang di katakan Milan Kundera
tersebut menjadi dasar bahwa, banyak tatangan bagi manusia bagaimana
mempertahankan relasi sosial yang sudah dilakukan secara konsisten dan
tanpa mengedepankan keretakan. Lupa memang suatu sifat yang dimiliki
oleh stiap manusia. Lupa menjadi penyakit yang menghinggapi pikiran
manusia tanpa dasar kelas dan tingkat pendidikannya. Namun ironisnya
kalau lupa menjadi satu alasan sosial yang pada akhirnya membuat manusia
tidak mempunyai lagi kemampuan untuk menyaring pokok-pokok penting dari
sebuah kebenaran dari suatu hubungan yang dijalaninya.
Penyataan
Milan tersebut, seakan menunjukan kepada kita akan seuatu nilai
kebenaran yang hingga detik ini selalu mewarnai kehidupan semua manusia
dimuka bumi ini. Dimana, semua manusia lupa akan jati dirinya sebagai
mahluk sosial. Kebenran seirng dibelokan menjadi suatu kemunafikan yang
bersifat laten dan tumbuh subur dalam jiwa manusia di era globalisasi
ini. Meminjam pernyataanya Betrand Russell,
bahwa manusia yang hidup di zaman modern ini, dalam melihat manusia
lainnya hanya dari hal yang negatif semata.mereka tidak lihat lagi hal
yang positif dan sisi baik dari apa yang dilakukan oleh manusia itu
sendiri. Oleh karena itu, kita tidak heran kalau dalam setiap pergumulan
sosial masyarakat selalu berujung pada konflik yang tidak berkesudahan.
Zaman ini memang zaman yang gila.
Idealnya,
kita benar-benar sadar bahwa, kebenaran yang di gariskan Tuhan lewat
agama beserta Kitab Sucinya, perlu di pelajari dan di implemntasikan
dengan cara yang baik dan ditafsirkan dengan hukum rasional dan positif.
Hal ini perlu dilakukan demi menjaga suatu kondisi yang harmonis dan
dinamis dalam masyarakat. Harapan positif semacam ini, didorong juga
oleh para Nabi, Filsuf dan juga pemuka agama beserta para pejuang
kebenaran yang konsistensi mereka baik secara lisan, tulisan maupun
praktek langsung tetang hal itu yang dapat kita lihat entah berwujud
buku maupun penganutnya sampai detik ini. Dan semua yang mereka lakukan
itu, tak sedikit jua akan hilang di pikiran, jiwa dan kehidupan manusia
dunia. Walaupun zaman dan peradaban berganti wajah dan waktunya.
Kebenaran
dalam kitab suci yang dimiliki oleh agama Samawi (agama Tuhan) maupun
agama duniawi yang di sebarkan oleh manusia yang selalu memperjuangkan
kebenaran dan keadilan di muka bumi ini, misalnya Buddha Gautama,
Confucius, Nabi Muhammad, Isa
dan lain-lain. Pada hakikatnya semua mengedepankan kebenaran. Namun,
entah kenapa kebenaran yang diusung agama dan penyebar kebenaran
tersebut berakhir dengan sebuah sikap yang kontradiksi dengan konteks
sesungguhnya. Sepaturnya
ajaran ataupun perkataan selaras dengan apa yang dilakukan. Kita tentu
tidak berkeinginan bahwa kebenaran semu itu terjadi dalam ruang
interaksi umat beragama. Apabila hal itu terjadi, manusia akan menjadi
serigala bagi manusia yang lain tanpa memperdulikan nilai agama yang
pada prinsipnya menjunjung tinggi kebenaran sejati. Seperti yang di
katakan Mahatma gandhi, bahwa “ukuran keimanan seseorang bukan di lihat dari apa yang diucapkannya, tetapi apa yang dilakukannya” semoga kita menjadi manusia yang selalu memperjuangkan nilai kebenaran tanpa maksud apapun.
Salam Kasih sayang.
Jakarta, 21 Desember 2010
Kosan katapang-PasarMinggu
Jakarta Selatan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar