Perempuan
berbaju kumal, meratapi masib di bawah jembatan Senen malam tadi
Wajah lusuh,
rambutnya kusut tak terawat menanda tak tersentuh shampoo
Perempuan separuh
baya itu, pengemis kota dan tentu hina di mata manusia kota
Riuh
kehidupan jalanan sedikit jua sepi dari gelombang kendaraan
Parade
kemegahan, kejantanan dan kematian menjamur setiap ruang kota
Jalan raya
serupa medan perang yang ganas
Perempuan itu,
nampak acuh antara jebakan defenisi dan logika ekonomi
Dia duduk
bersila, sembari membuka kantong hitam di depannya
Perlahan
tangannya mengeluarkan nasi kepal demi kepalan tangannya
Kawan, air
mata ku tak kuasa menatap kemulian hatinya
Perempuan
itu, mulia hatinya kebebasan jelas nyata kawan
Di temanis
segerombol kucing setia menari di antara pangkuan dan kakinya
Kotoran yang
menghiasi makanan di tangannya satu per satu di buang kawan
Kawan,
kucing-kucing lena dalam kelejatan menu malam ini
Nasi hasil pungutan
sisa manusia kota dalam tong sampah Mall dan restoran megah itu
Di nikmati
bersama sang Tuannya, yang setia memberi nafkah
Perempuan
itu, ku tatap dalam rasa iba bercampur malu kawan
Kawan, ini
teguran berbentuk dari kritik terbuka pencipta padaku dan kita
Hinanya
manusia, tak serupa anggapan manusia terdidik pada kaum miskin
Mulianya
manusia tak semata kaum kaya, berilmu dan gelar hajinya kawan
Perempuan
itu kini menjadi guru penyadaranku
Sang Guru
ilmu kehidupan memperteguh prinsip hidup untuk berbagi
Prinsip
hidup kemuliaan manusia dan ilmunya tak sebatas kata di bangku sekolah dan
gedung mewah kawanku..
Kawan, Tuhan
tak menilai dari yang tak tergambarkan nyatanya…..
Kamaruddin
Salim
Pejaten, 8
Juni 2012
Terilhami
dari perempuan pengemis di bawah jembatan baypass Senen-Jakarta Pusat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar