Dalam
ruang kehidupan keseharian kita, sering di perdengarkan kata yang
bernuansa sejarah ataupun mitos masa silam. ya, zaman ini tak lepas dari
peran sejarah di dalamnya. namun, uninya jika wacana sejarah hanya
berkutat pada kata tanpa pembuktian dan berujung pada rekayasa sejarah.
kaitan dengan hal ini, saya ingin menampilkan satu bentuk fakta sejarah yang di rekayasa namun, ini fakta atau rekasya, tergantung yang menilai. tulisan ini hanya menjadi refleksi atas acara dama nyili-nyili (pawai Obor) ataupun Lofu kie (keliling Pulau) di Kota Tidore Kepulauan, beberapa hari lalu.
kaitan dengan hal ini, saya ingin menampilkan satu bentuk fakta sejarah yang di rekayasa namun, ini fakta atau rekasya, tergantung yang menilai. tulisan ini hanya menjadi refleksi atas acara dama nyili-nyili (pawai Obor) ataupun Lofu kie (keliling Pulau) di Kota Tidore Kepulauan, beberapa hari lalu.
fakta
sejarah yang telah d irekayasa, adalah mesjid Kesultanan Tidore, yang
kini di sulap menjadi bangunan megah menyerupai aslinya. namun,
ironisnya. namanya tetap menjadi mesjid sultan. secara sosiologis,
arsitektur sejarah itu adalah bangunan masa depan. bagaimana kita mau
menjelaskan kepada generasi berukut, kalau bangunan sejarah itu telah di
hancurkan dan di tampilkan bangunan imitasi, ada apa di balik pemugaran
itu.
saya hanya prihatin dengan kondisi negeri Limau Duko, negeri para sultan ini. sebagai seorang sosiolog, saya ingin meneropong Tidore dari perspektif yang berbeda.
pada 22 Maret yang lalu, ada acara yang di l
saya hanya prihatin dengan kondisi negeri Limau Duko, negeri para sultan ini. sebagai seorang sosiolog, saya ingin meneropong Tidore dari perspektif yang berbeda.
pada 22 Maret yang lalu, ada acara yang di l
namun, semua hanya merupakan prasasti ataupun pajangan fisualitas bergamar buram. jika, semua tak di maknai sebagai suatu nilai histirikal yang memotivasi anak negeri untuk mewujudkan semangat Nuku Muda kedepan yang jauh lebih bernilai membangun.
pameran foto yang mengagumkan itu, namun belum memberi makna yang berarti. di mana, tempa bersejarah itu jauh dari rasa perduli akan kelestariannya. semua serba imitasi. Mssjid berubah, Benteng dan Kadaton(karaton)pun berubah. semua demi jatah ekonomis, para kontraktor menyerupai penjajah belanda yang sifatnya merusak bangunan bersejarah atau membakar. semua tidak salah. tetapi itu keliru dalam mempertahankan nilai sejarah dan kejayaan Sultan yang konon kayanya sekarang berusia 904 tahun Lamanya.
sebagai anak negeri yang mencintai tanah air dan nilai sejarah. berkeingina memberi sedikit kata atau masukan kritis yang kini mulai lapuk dari jiwa manusia merdeka. yang kecenderungan mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat. orisinilitas kita kadang menjadi barang langka. kita seakan takut kehilangan popularitas, jabatan dan status sosial. ya, semua kebaikan itu harus di serukan untuk generasi berikut.
saya, ingin kita melihat Tidore dengan semangat Toma Loa Sebanari. beberapa waktu lalu saya mengunjungi tidore, saya bertemu dengan beberapa peneliti LIPI, salah satunya Arif. selaku Dosen FIB, Satra Prancis yang menguasai bahasa Sapnyol dan portugis, dengan beberapa kawannya melakukan riset terkai dengan budaya kesultanan Tdiore dan lingusitik di Tidore. ada hal yang membuat saya terperanjat, di mana, Arif berkata. bahasa tidore banyak mengadopsi bahasa Portugis, Misalnya Milu (millao) pardidu dan masih banyak yang lainnya. kuliner banyak yang sama, misalnya ikan asin, kue bengka secara vasion juga sama, misalnya cara berpakaian dan kesenian. ya inilah bukti sejarah yang patut di pertahankan, namun siapa yang dapat melakukannya?
Tidore yang jumlah peninggalan sejarah Portugis terbanyak, seperti Benteng dan Kastil, namun yang masih nampak di permukana tinggal beberapa, ini butuh perhatian kita semua. saya meyakini, dengan usia yang terpilang sangat Tua, 904 tahun ini. mari kita sama-sama benari dan merefleksikan hal positif agar tidore kedepan jauh lebih baik
dengan pikiran yang jernih, jauh dari pragmatisme semu, sebab, Karl Marx berkata, ketergantungan ekonomi, pasti melahirkan ketergantungan yang lainnya. jadi, jangan karena asalan ekonomis, kita mengabaikan nilai sejarah dan menjadi masuia perusak banguna bersejarah. ayo, bangkitkan semangat para Lelahur (SULTAN< KOLANO,GOSIOMO) kita yang dengan luar biasa meletakkan dasar Toma Loa Se banari di negeri ini. jadi, belajar lah menghargai sejarah dari diri dan yang terlihat bernilai.
fangari hanya sekedar menyampaikan sedikit keluh kesah terkait dengan daerah Tidore, seoga ini menjadi pelajaran bagi kita semua.
Kalau salah itu salah, yang benar pasti selalu benar. kebenaran tak jatuh dari Langit. semua orang adalah Guru, di mana Tempat Adlah Sekolah. Paolu Freire.
Kamaruddin Salim,
mengenang Tidore, yang ke 904 Tahun.....
Tidore selalu dalam aliran darah
Jakarta, 11 April 2012

Tidak ada komentar:
Posting Komentar