Judul Buku : Politik Lokal, Pola, Aktor
dan Alur Dramatikal (Perspektif Teori Powercube,
Modal dan Panggung)
Penulis : H.Abdul Halim
Penerbit : LP2B-Yogyakarta
Tahun
Terbit : 2014
Oleh :Kamaruddin Salim
Dalam buku Politik Lokal, Pola, Aktor dan Alur Dramatikal
(Perspektis Teori Powercube, Modal
dan Panggung) yang terdiri dari VII Bab ini. Yang terdiri dari, Pendahuluan,
Politik Lokal-Ruang serta kekuasan politik Lokal, Tinjauan teori Modal dan
Dramaturgi, Peran Elit dalam Politik Lokal, Dramatika politik Lokal, Problem
Politik di tingkat Lokal, dan Kritik Teori Powercube. Menurut Halim, berbicara
tentang politik lokal dalam konteks territorial. Politik lokal dalam ruang
teritorial (bermakna wilayah atau daerah) adalah ruang regional. Menurut Halim,
daerah sebagai panggung politik telah menjadi arena pertunjukan”drama” politik
bagi masyarakat lokal, terutama dari para elitnya. Pada era sekarang ini,
Pemilukada tak kalah menarik dengan Pemilu Nasional. Ketika diterapkan
pemilihan langsung di berbagai daerah, hampir setiap pesta demokrasi di daerah
selalu di warnai dengan konflik, ketegangan, dan berbagai dinamika politik yang
lebih keras dan tajam.
Menurut Halim, kebijakan desentralisasi kekuasaan yang bergulir
ketika terjadinya Reformasi pada tahun 1998 yang kini telah berlangsung
kemudian berjalan semakin menarik ketika bersentuhan dengan budaya-budaya lokal
di berbagai daerah di Indonesia yang jenisnya sangat plural. Langgam daerah
menurut Halim, tak semata menjadi ornament, melainkan justru menajdi penentu
karakter bagi berlangsung dramatika politik lokal. Termasuk praktik demokrasi
di daerah, karena dengan berbagai corak ketegangan, persaingan, konflik dan
jenis dramatika dari praktik demokrasi di daerah itu sangat mempengaruhi oleh
kultur dan tradisi etnis dan masyarakat setempat.
Menurut Halim, Budaya lokal di berbagai daerah di
Indoensia yang jenisnya beragam itu, ketika bersentuhan dengan ssstem demokrasi
kemudian melahirkan dua pandangan yang berbeda, pertama, budaya politik demokratis tidak meiliki akar dalam budaya
lokal masyarakat. Kedua. Nilai-nilai
demokratis dengan berbagai variannya telah tumbuh sejak lama di Indonesia
seiring degan dinamika budaya lokal masyarakat. Halim menambahkan, kedua
pendapat tersebut mengacu epada praktik dan tradisi di berbagai daerah di
Indonesia. Pendapat yang menyatakan anatara demokrai dan budaya daerah
Indonesia mempunyai titik sambungan kebih mengacu pada tradisi masyarakat lokal
di Indoensia yang sudah terbiasa dengan tradirsi musyawarah untuk mufakat.
Disamping itu, untuk menjawab permasalah maraknya
intervensi pusat dalam perkembangan politik di daerah, Halim menguraikan
tentang Politik Dinasti dan Oligarki politik,s ecara sektoral dan structural,
bukan hanya terjadi di sekitar pemerintahan. Hal ini menurut Halim, akan
membawa ambiguitas dan absurditas ekssitensi partai politik. Hal ini
digambarkan Halim merujuk pada fenomena dinasti dan oligarki partai politik
yang terjadi didaerah. Disamping itu, terjadinya proses sentralisasi di era
demokratisasi ini, juga cenderung melahirkan ketimpangan dan disparitas yang
berujung pada konflik anata pusat dan daerah. Dalam proses reduksi kekuasaan
lokal oleh pemerintah pusat ini membuka ruang sekaligus menyamai potensi
konflik pemerintah pusat dan daerah sebagai penyakit akut warisan sejarah masa
lalu yang justru melemahkan integrasi nasional.
Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah saat ini, menurut
Halim, tidak serta merta membawa kebaikan bagi daerah. Dalam konteks politik
lokal. desentralisasi dan Otonomi Daerah justru turut menyebabkan kasus korupsi
meluas dan semakin tidak terkendali. Keaktifann dan kritisme masyarakat daerah
dibutuhkan untuk mengontrol aktivitas politik di daerah. Kerja KPK yang semakin
gesut pula tentunya di butuhkan untuk memberanta skorupsi di daerah. Meningkatnya
kasus korupsi di pusat hingga daerah Menurut Halim, menunjukkan pengaruh
pemilik modal material terhadap proses pembuatan kebijakan politik. Pemilik
modal material besar cenderung semakain liar dan berani membeli kebijakan
public, dengan cara menyuap pemegang kekuasaan. Kasus terkini seperti
melibatkan Ketua Mahkama Konstitusi (MK) Akil Mochtar. Persoalan lain yang
terkait dengan Desentralisasi dan Otonomi Daerah, menurut Halim, adalah masalah
yang terkait dengan sektarianisme dan sparatisme disebabkan oleh ketidak puasan
terhadap kebijakan pemerintah pusat dan
elit politik di daerah.
Dalam buku ini, Halim menggunakan teori Powercube Gaventa, untuk memahami
tentang persoalan politik lokal di Indonesia. Di mana berdarkan teori Powercube
berangkat dari persoalan kekuasaan yang sangat berpengaruh dalamm kehidupan
manusia. Berdasarkan teori Powercube, secara
umum, kekuasaan dipahami sebagai control seseorang atau kelompok
terhadap orang atau kelompok lain. Gaventa, mendefenisikan sebuah kerangka
pemikiran untuk menganalisis tiga dimensi kekuasaan: level, rung dan bentuk dan hubungan internal antara tiga unsur
tersebut. Kelebihan dari teori ini adalah terletak pada kemampuannya membukakan
jalan bagi kita untuk menemukan jalan dan mengekplorasi beragam askpek
kekuasaan dan bagaimana interaksi antar aspek—aspek tersebut.
Dalam teori powercube, ketiga dimensi kekuasan dengan
beragam jeni dan warnanya tidak berdiri sendiri melainkan saling terkait dan
bahkan saling mempengaruhi, baik dalam konteksrelasi internal (hubungan di
antara jenis dalam satu dimensi) maupun interelasi (hubungan jenis-jenis dalam
dimensi yang berbeda). Misalnya, kebijakan di tingkan nasional berdampak
terhadap baik buruknya, kehidupan masyrakat di tingkat lokal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar