Laman

Rabu, 18 Mei 2016

Politik Lokal, Pola, Aktor dan Alur Dramatikal (Perspektif Teori Powercube, Modal dan Panggung)

Judul Buku                : Politik Lokal, Pola, Aktor dan Alur Dramatikal (Perspektif Teori Powercube, Modal dan Panggung)
Penulis                          : H.Abdul Halim
Penerbit                        : LP2B-Yogyakarta
Tahun Terbit               : 2014
Oleh                            :Kamaruddin Salim    

            Dalam buku Politik Lokal, Pola, Aktor dan Alur Dramatikal (Perspektis Teori Powercube, Modal dan Panggung) yang terdiri dari VII Bab ini. Yang terdiri dari, Pendahuluan, Politik Lokal-Ruang serta kekuasan politik Lokal, Tinjauan teori Modal dan Dramaturgi, Peran Elit dalam Politik Lokal, Dramatika politik Lokal, Problem Politik di tingkat Lokal, dan Kritik Teori Powercube. Menurut Halim, berbicara tentang politik lokal dalam konteks territorial. Politik lokal dalam ruang teritorial (bermakna wilayah atau daerah) adalah ruang regional. Menurut Halim, daerah sebagai panggung politik telah menjadi arena pertunjukan”drama” politik bagi masyarakat lokal, terutama dari para elitnya. Pada era sekarang ini, Pemilukada tak kalah menarik dengan Pemilu Nasional. Ketika diterapkan pemilihan langsung di berbagai daerah, hampir setiap pesta demokrasi di daerah selalu di warnai dengan konflik, ketegangan, dan berbagai dinamika politik yang lebih keras dan tajam.
            Menurut Halim, kebijakan desentralisasi kekuasaan yang bergulir ketika terjadinya Reformasi pada tahun 1998 yang kini telah berlangsung kemudian berjalan semakin menarik ketika bersentuhan dengan budaya-budaya lokal di berbagai daerah di Indonesia yang jenisnya sangat plural. Langgam daerah menurut Halim, tak semata menjadi ornament, melainkan justru menajdi penentu karakter bagi berlangsung dramatika politik lokal. Termasuk praktik demokrasi di daerah, karena dengan berbagai corak ketegangan, persaingan, konflik dan jenis dramatika dari praktik demokrasi di daerah itu sangat mempengaruhi oleh kultur dan tradisi etnis dan masyarakat setempat.
            Menurut Halim, Budaya lokal di berbagai daerah di Indoensia yang jenisnya beragam itu, ketika bersentuhan dengan ssstem demokrasi kemudian melahirkan dua pandangan yang berbeda, pertama, budaya politik demokratis tidak meiliki akar dalam budaya lokal masyarakat. Kedua. Nilai-nilai demokratis dengan berbagai variannya telah tumbuh sejak lama di Indonesia seiring degan dinamika budaya lokal masyarakat. Halim menambahkan, kedua pendapat tersebut mengacu epada praktik dan tradisi di berbagai daerah di Indonesia. Pendapat yang menyatakan anatara demokrai dan budaya daerah Indonesia mempunyai titik sambungan kebih mengacu pada tradisi masyarakat lokal di Indoensia yang sudah terbiasa dengan tradirsi musyawarah untuk mufakat.
            Disamping itu, untuk menjawab permasalah maraknya intervensi pusat dalam perkembangan politik di daerah, Halim menguraikan tentang Politik Dinasti dan Oligarki politik,s ecara sektoral dan structural, bukan hanya terjadi di sekitar pemerintahan. Hal ini menurut Halim, akan membawa ambiguitas dan absurditas ekssitensi partai politik. Hal ini digambarkan Halim merujuk pada fenomena dinasti dan oligarki partai politik yang terjadi didaerah. Disamping itu, terjadinya proses sentralisasi di era demokratisasi ini, juga cenderung melahirkan ketimpangan dan disparitas yang berujung pada konflik anata pusat dan daerah. Dalam proses reduksi kekuasaan lokal oleh pemerintah pusat ini membuka ruang sekaligus menyamai potensi konflik pemerintah pusat dan daerah sebagai penyakit akut warisan sejarah masa lalu yang justru melemahkan integrasi nasional.
            Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah saat ini, menurut Halim, tidak serta merta membawa kebaikan bagi daerah. Dalam konteks politik lokal. desentralisasi dan Otonomi Daerah justru turut menyebabkan kasus korupsi meluas dan semakin tidak terkendali. Keaktifann dan kritisme masyarakat daerah dibutuhkan untuk mengontrol aktivitas politik di daerah. Kerja KPK yang semakin gesut pula tentunya di butuhkan untuk memberanta skorupsi di daerah. Meningkatnya kasus korupsi di pusat hingga daerah Menurut Halim, menunjukkan pengaruh pemilik modal material terhadap proses pembuatan kebijakan politik. Pemilik modal material besar cenderung semakain liar dan berani membeli kebijakan public, dengan cara menyuap pemegang kekuasaan. Kasus terkini seperti melibatkan Ketua Mahkama Konstitusi (MK) Akil Mochtar. Persoalan lain yang terkait dengan Desentralisasi dan Otonomi Daerah, menurut Halim, adalah masalah yang terkait dengan sektarianisme dan sparatisme disebabkan oleh ketidak puasan terhadap  kebijakan pemerintah pusat dan elit politik di daerah.
            Dalam buku ini, Halim menggunakan teori Powercube Gaventa, untuk memahami tentang persoalan politik lokal di Indonesia. Di mana berdarkan teori Powercube berangkat dari persoalan kekuasaan yang sangat berpengaruh dalamm kehidupan manusia. Berdasarkan teori Powercube, secara  umum, kekuasaan dipahami sebagai control seseorang atau kelompok terhadap orang atau kelompok lain. Gaventa, mendefenisikan sebuah kerangka pemikiran untuk menganalisis tiga dimensi kekuasaan: level, rung dan bentuk dan hubungan internal antara tiga unsur tersebut. Kelebihan dari teori ini adalah terletak pada kemampuannya membukakan jalan bagi kita untuk menemukan jalan dan mengekplorasi beragam askpek kekuasaan dan bagaimana interaksi antar aspek—aspek tersebut.

            Dalam teori powercube, ketiga dimensi kekuasan dengan beragam jeni dan warnanya tidak berdiri sendiri melainkan saling terkait dan bahkan saling mempengaruhi, baik dalam konteksrelasi internal (hubungan di antara jenis dalam satu dimensi) maupun interelasi (hubungan jenis-jenis dalam dimensi yang berbeda). Misalnya, kebijakan di tingkan nasional berdampak terhadap baik buruknya, kehidupan masyrakat di tingkat lokal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar