Laman

Sabtu, 14 Mei 2016

KONSEP PARTAI POLITIK

BAB 7
                                                             PARTAI  POLITIK
 OLEH:KAMARUDDIN SALIM
A.           PENDAHULUAN
Setiap organisasi memiliki sistem, dan setiap keberadaan suatu organisasi termasuk organisasi politik pun mempunyai sistem. Persoalan politik yang selalu dihadapkan pada penyelenggaraan Pemilihan Umum ialah sejauhmana peran aktif partai politik dalam memainkan fungsi pendidikan politik bagi masyarakat. Keberadaan partai politik sebenarnya tidak hanya sebagai syarat mutlak dalam proses sirkulasi elit, tetapi sebelumnya sejauhmana partai politik tersebut memainkan peran dan fungsi posotif konstruktif di dalam mengembangkan kualitas demokrasi termasuk di dalamnya ikut menciptakan Pemilu yang demokratis.
Sebagai seorang warga bangsa, seorang warga bangsa, kegiatan politik memang tidak dititikberatkan pada aspek formal tetapi juga informal kegiatan politik yang dijalankan seseorang tersebut tidak mengarah pada tindakan-tindakan destruktif. Dan agar aktivitas partai politik secara kelembagaan formal dan diakui negara maka sebaiknya kegiatan politik dilakukan setiap warga negara politik dalam suatu organisasi politik atau yang lazim dikenal partai politik (parpol). Melalui partai politik kegiatan setiap warga bangsa akan lebih diakui pemerintah daripada kegiatan-kegiatan politik yang dilakukan setiap rakyat lebih bersifat individu. Melalui partai politik semua politisi diberi kesempatan yang sama untuk berekpresi berdasarkan aturan main yang disepakati bersama lewat partai politik.     
  
B.            GAMBARAN ISI BUKU
ASAL, CIRI, DAN ARTI
Ada tiga teori yang mencoba menjelaskan asal usul partai politik. Ramlan Surbakti membagi partai poltik menjadi tiga teori. Tiga tersebut diantaranya menurut Surbakti ialah, Pertama teori kelembagaan yang melihat ada hubungan antara parlemen awal dan timbulnya partai politik. Kedua, teori situasi historis yang lihat timbulnya partai politik sebagai upaya suatu sistem politik untuk mengatasi krisis yang ditimbulkan dengan perubahan masyarakat secara luas. Ketiga, teori pembangunan yang melihat partai politik sebagai prosuk modernisasi sosial ekonomi.
Teori pertama mengatakan partai politik dibentuk oleh kalangan legislatif (dan eksekutif) karena ada kebutuhan para anggota parlemen (yang ditentukan berdasarkan pengangkatan) untuk mengadakan kontak dengan masyarakat dan membina dukungan dari masyarakat. Setelah partai politik terbentuk dan menjalankan fungsi, muncul partai politik lain yang dibentuk oleh kalangan masyarakat. Partai politik yang terakhir ini biasanya dibentuk oleh kelompok kecil pemimpin masyarakat yang sadar politik berdasarkan penilaian bahwa partai politik yang dibentuk pemerintah tidak mampu menampung dan memperjuangkan kepentingan mereka. Hal ini tidak hanya ditemui dalam wilayah atau bangsa yang tengah dijajah yang membentuk partai politik sebagai alat mobilisasi massa untuk memperjuangkan kemerdekaan, tetapi juga dapat ditemuai dalam masyarakat-negara maju dalam mana kelompok masyarakat yang kepentingannya kurang terwakili dalam sistem kepartaian yang ada membentuk partai sendiri seperti Partai buruh di Inggris dan Australia, dan Partai Hijau di Jerman.
Teori kedua menjelaskan bahwa krisis situasi historis terjadi manakala suatu sistem politik mengalami masa transisi karena perubahan masyarakat dari bentuk tradisional yang berstruktur sederhana menjadi msayarakat modern yang berstruktur kompleks. Pada situasi ini terjadi berbagai perubahan, seperti pertambahan penduduk karena perbaikan fasilitas kesehatan, perluasan pendidikan, mobilitas okupasi, perubahan pola pertanian dan industri, partisipasi media, urbanisasi, ekonomi berorientasi pasar, peningkatan aspirasi dan harapan- harapan baru, dan munculnya gerakan-gerakan populis.
Perubahan-perubahan itu menimbulkan tiga macam krisis, yakni legitimasi. Intergrasi, dan partisipasi. Artinya, perubahan-perubahan mengakibatkan masyarakat mempertanyakan prinsip-prinsip yang mendasari legitimasi kewenangan pihak yang memerintah, menimbulkan masalah dalam identitas yang menyatukan masyarakat sebagai suatu bangsa, dan mengakibatkan timbulnya tuntutan yang semakin besar untuk ikut serta dalam proses politik. Untuk mengatasi tiga permasalahan inilah, partai politik dibentuk. Partai politik yang berakar kuat dalam masyarakat diharapkan dapat mengendalikan pemerintah, sehingga terbentuk semacam pola hubungan kewenangan yang berlegitimasi antara pemerintah dan masyarakat. Partai politik yang terbuka bagi setiap anggota masyarakat dan sosial ekonomi diharapkan dapat berperan sebagai pengintegrasi umum, yaitu sebagai sarana konstitusional untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan. Diharapkan partai politik dapat pula berperan sebagai saluran partisipasi politik masyarakat.
Terori ketiga melihat modernisasi sosial ekonomi, seperti pembangunan teknologi komunikasi berupa media massa dan transportasi. Perluasan dan peningkatan pendidikan, industrialisasi, urbanisasi, perluasan kekusaan negara seperti birokratisasi, pembentukan berbagai kelompok kepentingan dan organisasi profesi, dan peningkatan kemampuan individu yang mempengaruhi lingkungan, melahirkan suatu organisasi politik yang mampu memadukan dan memperjuangkan berbagai aspirasi tersebut. Jadi partai politik merupakan produk logis dari modernisasi sosial ekonomi. Dengan demikian, teori ketiga memiliki kesamaan dengan teori kedua bahwa partai politik berkaitan dengan perubahan yang ditimbulkan moderniasi. Perbedaan kedua ini terletak dalam proses pembentukannya. Teori kedua mengatakan bahwa perubahan menimbulkan tiga krisis dan partai politik dibentuk untuk mengatasi krisis, sedangkan teori ketiga mengatakan perubahan-perubahan itulah yang melahirkan kebutuhan adanya partai politik.
     Apabila membicarakan partai politik, demikian tegas Lapalombara dan weiner, yang dimaksudkan bukan organisasi politik yang mempunyai hubungan terbatas dan kadang-kadang saja dengan pendukungnya di daerah-daerah. Namun, yang dumaksud dengan partai politik ialah organisasi yang mempunyai kegiatan yang berkesinambungan. Artinya, masa hidupnya tak bergantung pada masa jabatan atau masa hidup para pemimpinnya. Organisasi yang terbuka dan permanen tidak hanya ditingkat pusat, tetapi juga ditingkat lokal. Para pemimpin di tingkat pusat dan lokal berkehendak kuat untuk mencari dan mempertahankan kekuasaan untuk membuat keputusan politik baik secara sendiri maupun dengan berkoalisi dengan partai lain, dan melakukan kegiatan mencari dukungan dari para pemilih melalui pemilihan umum. Jadi ciri-ciri partai politik menurut kedua ilmuwan ini ialah berakar dalam masyarakat  lokal, melakukan kegiatan secara terus-menerus, berusaha memeroleh dan mempertahankan kekauasaan dalam pemerintahan, dan ikut serta dalam pemilihan umum.
Surbakti menjelaskan, berdasarkan ciri-ciri itu, suatu organisasi politik yang tidak berakar di tengah-tengah, masyarakat tidak memiliki cabang di daerah-daerah, tidak mempunyai kegiatan berkesinambungan, tidak ikut serta dalam pemelihan umum. Dan tidak mempunyai wakil di parlemen, tidak dapat dikategori sebagai partai politik. Sebab tanpa memenuhi persyaratan ini, organisasi politik sulit menjalankan fungsi untuk memadukan berbagai kepentingan dalam masyarakat dan memperjuangkan melalui proses politik.
Surbakti menjelakan bahwa, dua catatan perlu dikemukakan terhadap kedua ilmuwan ini. Pertama, ideologi tidak dianggap sebagai ciri penting suatu partai politik. Padahal apapun defenisi yang diberikan atas ideologi, setiap partai meski memiliki ideologi yang berfungsi tidak hanya sebagai identitas pemersatu, tetapi juga sebagai tujuan perjuangan partai. Kedua, bagi Surbakti adalah kesimpulan ini tidak berlaku sepenuhnya pada masyarakat yang tengah dijajah ketika partai politik lebih berfungsi sebagai Pembina ked\sadaran nasional dan mengerahkan massa untuk mencapai kemerdekaan.  
            Surbakti menggambarkan dengan meluasnya gagasan bahwa rakyat harus diikutsertakan dalam proses politik, partai politik telah lahir, dan berkembang menjadi penghubung penting antara rakyat dan pemerintah. Bahkan partai politik dianggap sebagai perwujudan atau lambing negara modern. Oleh karena itu, hampir semua negara demokrasi dan komunis, Negara maju maupun Negara berkembang memiliki partai politik. Namun, bentuk dan fungsi partai politik di berbagai negara berbeda satu sama lain sesuai dengan sistem politik yang diterapkan Negara itu. Surbakti menambahkan, gagasan mengenai partisipasi politik rakyat melalui partai politik di negara-negara yang menerapkan sistem politik demokrasi, memiliki dasar budaya politik dan ideologi yang kuat bahwa rakyat berhak ikut serta menentukan seseorang yang akan menjadi pemimpin mereka, dan untuk menentukan isi kebijakan umum yang memengaruhi kehidupan mereka.
Surbakti berpendapat bahwa, dalam sistem  politik otoriter seperti komunis dan fasis, gagasan mengenai partisipasi rakyat melalaui partai politik di landasi dengan pandangan elit bahwa rakyat harus dibina dan dimobilisasikan untuk mencapai tujuan masyarakat. Untuk mencapai tujuan itu dibentuknya partai tunggal dengan kader-kader yang militan dan struktur  organisasi yang hirarkis ketat dipandang sebagai sarana yang tangguh. Dalam sistem demokrasi partai politik berfungsi sebagai pemandu berbagai kepentingan, kemudian memperjuangkannya melalui proses politik sengan terlebih dahulu berupaya mencari dan mempertahankan kekuasaan melalui pemilihan umum, partai politik dalam sistem politik totaliter lebih berfungsi sebagai pengendalipemerintahan dan sebagai alat untuk memobilisasi seluruh rakyat untuk melaksanakan keputusan partai. Partai politik di negara demokrasi juga melakukan fungsi sosialisasi yang dilakukan oleh partai politik, tetapi bukan dengan indoktrinasi sebagaimana yang dilakukan oleh partai politik.
            Ada berabagai difinisi yang diberikan oleh ilmuan politik seperti Carl Friendrich memberi  batasan  partai politik, sebagai kelompok manusia yang terorganisasi secara stabil dengan tujuan untuk merebut dan mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan bagi pimpinan materiil dan  adil kepada para anggotanya. Sementara itu Soltau, menjelaskan partai politik  sebagai yang sedikit banyak terorganisasikan, yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik, dan memanfatkan kekuasaannya untuk kebijakan umum yang mereka  buat. Lopalombara dan Weiner, kedua ilmuan terakhir ini mangabaikan faktor ideologi. Menurut Surbakti, bahwa pendapat keempat ilmuwan ini barangkali dipengaruhi oleh pandangan di barat pada waktu itu bahwa ideologi sudah mati (the and of ideology). Dari uraian ini Surbakti merumuskan partai politik merupakan kelompok anggota yang terorganisasi secara rapid an stabil yang dipersatukan dan dimotivasi dengan ideologi tertentu, dan yang berusaha mencari dan mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan melalui pemilihan umum guna melaksanakan alternatif kebijakan umum yang mereka susun. Alternatif kebijakan umum yang disusun ini merupakan hasil pemanduan berbagai kepentingan yang hidup dalam masyarakat, sedangkan cara mencari dan mempertahankan kekuasaan guna melaksanakan kebijakan umum dapat melalui pemilihan umum dan cara-cara lain yang sah.
           
7.2  Fungsi Partai Politik.
            Surbakti menjelaskan bahwa, fungsi partai politik ialah mencari dan memepertahankan kekuasaan guna mewujudkan program-program yang disusun berdasarkan ideologi tertentu. Cara yang digunakan oleh suatu partai politik dalam sistem politik demokrasi untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan ialah ikut serta dalam pemilihan umum. Sedangkan cara yang digunakan partai tunggal dalam sistem politik totaliter berupa paksaan fisik dan psikologik oleh suatu dictatorial kelompok (komunis) maupun oleh dictatorial indivisu (fasis). Partai politik dalam sistem demokrasi melakukan tiga fungsi itu, kegiga kegiatan itu meliputi seleksi calon-calon, kampanye, dan melaksanakan fungspemerintahan (legislatif dan atau eksekutif). Apabila kekuasaan untuk memerintah telah diperoleh, partai politik berperan pula sebagai pembuat keputusan politik. Partai politik yang tidak mencapai mayoritas di badan perwakilan rakyat akan berperan sebagai pengontrol terhadap partai mayoritas. Dalam sistem politik totaliter, kalaupun dilaksanakan, pemilihan umum lebih berfungsi sebagai sarana pengesahan calon tunggal yang ditetapkan lebih dulu oleh partai tunggal. Namun, menurut Surbakti, semua partai politik baik dalam  sistem demokrasi maupun sistem politik totaliter, juga melaksanakan fungsi lain diantaranya:


7.2.1             Sosialisasi politik.
Surbakti  berpendapat bahwa sosialisai politik adalah proses pembentukan sikap orentasi politik para anggota masyarakat. Melalui sosialisasi politik inilah para anggota masyarakat  memperoleh  sikap terhadap kehidupan  politik yang berlangsung dalam masyarakat.  Proses ini berlangsung seumur hidup yang diperoleh baik secara sengaja melalui pendidikan formal, nonformal dan informal maupun secara tidak disengaja melalui kontak dan pengalaman sehari-hari, baik dalam kehidupan keluarga dan tetangga maupun dalam kehidupan masyarakat. Dari segi metode penyampaian pesan, sosialiasi dibagi dua, yakni pendidikan politik dan indoktrinasi politik. Pendidikan politik merupakan suatu proses dialogis di antara pemberi dan penerima pesan. Melalui proses ini para anggota masyarakat mengenal dan mempelajari nilai, norma-norma, dan simbol-simbol politik negaranya dari berbagai pihak dalam sistem politik seperti, sekolah, pemerintah, dan partai politik. Melalui kegiatan kursus, latihan kepemimpinan, diskusi. Dan keikutsertaan dalam berbagai forum pertemuan, partai politik dalam sistem demokrasi dapat melaksanakan fungsi pendidikan politik. Yang dimaksud dengan indoktrinasi ialah proses sepihak ketika penguasa memobilisasi dan memanipulasi  warga  masyarakat  untuk  menerima nilai, norma dan sibolik  yang dianggap pihak yang berkuasa sebagai ideal yang baik. Melalaui berbagai forum pengarahan yang penuh paksaan psikologis dan pelatiahan yang penuh disiplin, partai politik dalam sistem politik totaliter melaksanakan fungsi indoktrinasi politik..

7.2.2 Rekrutmen Politik
            Surbakti berpendapat bahwa rekrutmen politik adalah seleksi dan pemilihan atau seleksi dan panggangkatan seseorang atau sekelompok orang untuk malaksanakan sejumlah peranan dalam sistem  politik pada umumnya dan pemerintahan pada kususnya. Fungsi rekrutmen merupakan kelanjutan dari fungsi mencari dan mempertahankan kekuasaan selain itu, fungsi rekrutmen politik sangat penting bagi kelangsungan sistem politik sebab tanpa elit yang mampu melaksanakan peranannya, kelangsungan hidup sistem politik akan terancam.

7.2.3 Partisipasi Politik
             Surbakti menjelaskan bahwa partisipasi politik ialah kegiatan warga negara biasa dalam mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan kebijaksanaan umum dan dalam ikut menentukan pimpinan pemerintahan. Dalam hal ini, partai politik memepunyai fungsi untuk membuka kesempatan, mendorong, dan mengajak para anggota dan anggota masyarakat yang lain untuk menggunakan partai politik  sebagai saluran kegiatan memengaruhi proses politik. Jadi, partai politik merupakan wadah partisipasi politik.

7.2.4        Pemadu Kepentingan
           Surbakti menguraikan bahwa dalam masyarakat terdapat sejumlah kepentingan berbeda-beda bahkan acap kali bertentengan, seperti antara kehendak mendapatkan keuntunggan sebanyak-banyaknya dan kehendak untuk mendapatkan barang dan jasa, dengan harga murah tetapi bermutu; antara kehendak untuk mencapai efisien dan penerapan teknologi yang canggih, tetapi memerlukan tenaga kerja sedikit; antara hendak untuk mencapai memperthankan pendidikan tinggi yang bermutu tinggi, tetapi dengan jumlah penerimaan mahasiswa yang lebih sedikit dengan kehendak masyarakat untuk menyekolahkan anak ke perguruan tinggi; anatra kehendak menciptakan dan memelihara kestabilan politik dengan kehendak, seperti mahasiswa, intelektual, pers, dan kelompok agama untuk berkumpul dan menyatakan pendapat secara bebas.
Untuk menampung dan memadukan berbagai kepentingan yang berbeda bahkan bertentangan, maka partai politik dibentuk. Kegiatan menampung, menganalisis dan memadukan pelbagai kepentingan yang berbeda bahkan bertentangan menjadi pelbagai alternatif kebijakan umum, kemudian diperjuangkan dalam proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik. Itulah yang dimaksud engan fungsi pemandu kepentingan. Fungsi ini merupaka salahsatu fungsi utama partai politik sebelum mencari dan mempertahankan kekuasaan.

7.2.5 Komunikasi Politik
           Surbakti menjelakan bahwa komunikasi politik, ialah proses penyampaian informasi mengenai politik dari pemerintah kepada masyarakat dan dari masyarakat kepada pemerintah. Dalam melaksanakan fungsi ini, partai politik tidak menyampaikan begitu saja segala informasi dari pemerintah kepada masyarakat atau dari masyarakat kepada pemerintah, tetapi merumuskan sedemikian rupa sehingga penerima informasi (komunikan) dapat dengan mudah memahami dan memanfaatkan. Dengan demikian, segala kebijakan pemerintah yang biasanya dirumuskan dalam bahasa teknis dapat diterjemahkan ke dalam bahasa yang dipahami masyarakat. Sebaliknya, segala aspirasi, keluhan dan tuntutan masyarakat yang biasanya tidak terumuskan dalam bahasa yang dapat dipahami oleh pemerintah. Jadi, proses kmunikasi politik antara pemerintah dan masyarakat dapat berlangsung secara efektif melalui partai politik.

7.2.6. Pengendalian Konflik
           Surbakti menguraikan terkait dengan konflik yang dalam arti yang  luas, mulai dari perbedaan pendapat sampai pada pertikaian fisik antara individu ataau kelompok dalam masyarakat. Partai politik sebagai salah satu lembaga demokrasi berfungsi untuk mengendalikan konflik melalui cara berdialog dengan pihak-pihak yang berkonflik, menampung dan memadukan pelbagai aspirasi dan kepentingan dari pihak-pihak yang berkonflik dan membawa permasalahan ke dalam musyrawarah badan perwakilan rakyat untuk mendapatkan penyelesaian berupa keputusan politik. Untuk mencapai penyelesaian berupa keputusan itu, diperlukan kesediaan berkompromi di antara para wakil rakyat, yang berasal dari partai-partai politik. Apabila partai-partai politik keberatan untuk mengadakan kompromi, partai politik bukannya mengendalikan konflik, melainkan menciptakan konflik dalam masyarakat.

7.2.7 Kontrol Politik
Surbakti berpendapat bahwa kontrol politik ialah kegiatan untuk menunjukan kesalahan,  kelemahan , dan menyimpangan  dalam isi suatu kebijakan atau dalam  pelaksanaan kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan oleh pemerintah. Menurut Surbakti, Tolok ukur suatu kontrol politik berupa nilai-nilai politik yang dianggap ideal dan baik (ideologi) yang dijabarkan kedalam berbagai kebijakan atau peraturan perundang-undangan. Tujuan kontrol politik, adalah meluruskan kebijakan atau pelaksanaan kebijakan yang menyimpang dan memperbaiki yang keliru sehingga kebijakan dan pelaksanaannya sejalan dengan tolok ukur tersebut. Fungsi dari kontrol  politik ini merupakan salah satu mekanisme politik dalam sistem politik  demokrasi untuk memperbaiki dan memperbaharui dirinya secra terus-menerus.  Dalam melaksanakan suatu kontrol politik atau pengawasan, partai politik juga harus menggunakan tolok ukur tersebut sebab tolok ukur itu pada dasarnya merupakan hasil kesepakatan bersama sehingga seharusnya menjadi pegangan bersama.



7.3              Tipologi Partai Politik
Surbakti menjelakan bahwa Tipologi partai politik ialah pengklasifikasian berbagai partai politik berdasarkan kriteria tertentu, seperti asas dan orentasi, komposisi dan fungsi anggota, basis sosial dan tujuan. Kalisfikasi ini cederung bersifat tipe ideal karena dalam kenyataan, tidak sepenuhnya demikian. Di bawah ini, diuraikan sejumlah tipologi partai politik menurut kriteria-kriteris tersebut.
7.3.1   Asas dan Orentasi
Berdasarkan asas dan orentasinya, partai politik diklasifikasikan menjadi tiga tipe. Yang meliputi, partai politik pragmatis, partai politik doktriner, dan partai politik  kepentingan. Yang dimaksud dengan partai politik pragmatis adalah suatu partai yang mempunyai program dan kegiatan yang tak terikat kaku pada suatu dokrin dan ideologi tertentu. Artinya, perubahan waktu, situasi, dan kepemimpinan akan juga mengubah program, kegiatan, dan penampilan partai politik tersebut. Partai ini biasanya terorganisisr secara longgar. Hal ini tidak berarti partai politik pragmatis tidak memiliki ideologi sebagai identitasnya. Ideologi yang dimaksud lebih merupakan sejumlah gagasan umum daripada sejumlah doktrin dan program kongkret yang siap dilaksanakan. Partai biasanya muncul dalam sistem dua partai berkompetisi yang relativf stabil. Contoh; Partai Republik dan Partai Demokrat di Amerika serikat.
            Partai doktriner ialah, suatu partai politik  yang memiliki sejumlah program  dan kegiatan kongret sebagai penjabaran ideologi. Ideologi yang dimaksud adalah separangkat nilia-nilai politik yang dirumuskan secara kongret dan sistematis dalam bentuk program-program kegiatan yang diawasi secara ketat oleh aparat politik. Contoh; partai komunis.         
Selanjutnya, Partai kepentingan  merupakan suatu partai  yang dibentuk dan dikelola atas dasar kepentingan tertentu, seperti petani, buruh, etnis, agama, atau lingkungan hidup yang secara langsung berpartisipasi dalam pemerintah.  Partai ini sering ditemui dalam sistem banyak partai, tetapi kadangkala terdapat pula dalam sistem dua partai berkompetisi namun tak mampu mengakomodasikan sejumlah kepentingan dala masyarakat. Misalnya, Partai Hijau di Jerman, Partai buruh di Australia, dan Partai Petani di Swiss.

7.3.2 Komposisi dan Fungsi Anggota
            Surbakti menggolongkan konposisi dan fungsi anggota, partai politik menjadi dua, yaitu  massa atau lindungan dan partai kader. Yang dimaksud dengan partai politik massa atau lindungan (patronage ) ialah partai yang mengandalkan kekuatan pada keunggulan jumlah anggota dengan cara memobilisasi massa sebanyak-banyaknya, dan mengembangkan diri sebagai pelindug bagi berbagai kelompok dalam masyarakat sehingga pemelihan umum dapat dipelihara, tetapi juga masyarakat dapat dimobilisasi untuk mendukung dan melaksanakaan kebijakan tertentu. Partai ini seringkali merupakan gabungan berbagai aliran politik yang sepakat untuk berada dalam lindungan partai guna memperjuangkan dan melaksanakan program-program yang umumnya bersifat sangat umum. Kelemahan partai ini tampak pada saat pembagian kursi (jabatan) dan perumusan kebijakan karena karakter dan kepentingan setiap kelompok dan aloran akan sangat menonjol. Ketidak mampuan partai dalam membuat keputusan yang dapat diterima semua pihak merupakan ancaman bagi keutuhan partai. Contoh: Partai barisan nasional Malaysia, yang merupakan koalisi antara kelompok Melayu, Cina dan Indai merupakan salah satu partai massa.
            Partai kader ialah partai yang mengandalkan kualitas anggota, keketatan organisasi, dan disiplin anggota sebagai sumber kekutan utama. Seleksi anggota daam partai  kader biasanya sangat ketat, yaitu melalui kaderisasi yang berjenjang dan intensif, serta penegakan disiplin partai yang  konsisten dan tampa pandang bulu. Struktur organisasi partai ini sangat hirarkis sehingga jalur perintah dan tanggungjawab sangat jelas. Karena sifatnya demikian partai kader acap kali disebut sebagai partai yang sangat elitis. Contoh: Partai Nazi di Jerman dan partai Komunis di mana pun.

7.3.3 Basis Sosial dan Tujuan
            Almond  menggolongkan partai politik berdasrakan basis sosial dan tujuannya. Menurut basis sosial dan tujuannya. Menurut basis sosialnya, partai politik dibagi menjadi empat tipe yaitu:
1.      Partai politik beranggota  lapisan-lapisan sosial dalam  masyarakat, seperti kelas atas, kelas menengah, dan kelas bahwa.
2.      Partai politik yang anggotanya berasal dari kalangan kelompok kepentingan tertentu, seperti petani, buruh, dan pengusaha.
3.      Partai politik yang anggota-anggotnya berasal dari pemeluk agama tertentu, seperti Islam, Katolik, Protestan, dan Hindu, dan
4.      Partai politik yang anggota-anggotanya berasal dari kelompok kebudaya tertentu, seperti suku bangsa, bahasa dan daerah tertentu.
Berdasarkan tujuan, partai politik terbagi menjadi tiga. Pertama partai perwakilan kelompok.  Artinya, partai yang menghimpun berbagai kelompok masyarakat untuk memenangkan sebanyak mungkin kursi di parlemen seperti Barisan Nasional Malasyia. Kedua partai pembina bangsa. Artinya, partai yang bertujuan menciptakan kesatuan naisonal  dan biasanya menindas kepetingan-kepentingan sempit, seperti Partai Aksi Rakyat Singapura. Ketiga, partai mobilisasi. Artinya,  partai yang berupaya memobilisasi masyarakat ke arah pencapain tujuan-tujuan yang ditetapkan oleh pimpinan partai. Sedangkan partisipasi dan perwakilan kelompok cenderung diabaikan. Partai ini cenderung bersifat monopilistis karena hanya ada satu partai saja  dalam masyarakat. Partai Komunis di negara-negara komunis merupak contoh partai mobilisasi.

7. 4. Sistem Kepartaian
Surbakti mendefenisikan Sistem kepartaian adalah pola prilaku dan iteraksi di antara sejumlah partai dalam suatu sistem politik. Maurice Duverger, menggolongkan sistem kepartai menjadi tiga yaitu: sistem partai tunggal, sistem dwipartai, sistem banyak partai.
7.4.1 Jumlah Partai
Penggolongan  sistem kepartaian berdasarkan jumlah partai dapat dikemukan sebagai berikut. Bentuk partai tunggal ( totaliter, otoriter, dan dominan ), sistem dua partai dominan bersaing dan bersaing, dan sistem banyak partai. Dalam negara yang menerapkan bentuk partai tunggal totaliter, terdapat satu partai yang tidak hanya memegang kendali atas meliter dan pemerintahan, tetapi menguasai seluruh aspek kehidupan masyarakat. Bentuk partai tunggal totariter ialah sistem kepartaian yang di dalamnya terdapat lebih dari satu partai, tetapi terdapat satu partai besar yang digunakan oleh penguasa sebagai alat mobilisasi masyarakat dan mengesahkan kekuasaan, sedangkan partai-partai lain kurang dapat menampilkan diri karena ruang gerak dibatasi penguasa. Apabila dalam bentuk partai tunggal totaliter, partailah yang menguasai pemerintahan dan militer dalam bentuk partai tunggal otoriter, pemerintahan dan militer yang menguasai partai. Contoh partai Uni Afrika Tazania ( UNAT ), dan Partai Aksi Rakyat Singgapura merupakan contoh partai otoriter.
            Bentuk partai tunggal dominan tetapi demokratis ialah suatu sistem kepartaian yang di dalamnya terdapat lebih dari suatu partai, namun satu partai saja yang dominan (secara terus- menerus berhasil mendapatkan dukungan untuk berkuasa), sedangkan partai-partai yang lain tidak mampu menyaingi partai yang dominan walaupaun terdapat kesepatan dukungan melalui pemelihan umum. Salah satu conto Partai Liberal Demokrat di Jepang merupakan conton partai dominan.
            Sistem dua partai merupakan satu sistem kepartaian yang di dalamnya terdapat dua partai yang bersaing untuk mendapatkan dan mempertahankan kewenangan memerintah melalui pemilihan umum.  Dalam sistem ini, terdapat pembagian tugas di antara kedua partai, yaitu partai yang menang pemeilihan umum menjadi partai yang memerintah, sedangakan partai yang kalah dalam pemiliham umum berperan sebagai kekuatan oposisi loyal. Walaupun berupaya keras untuk mengalahkan partai yang berkuasa, partai tersebut tidak berupaya mengganti sistem politik yang berlaku. Pada dasarya kedua partai memiliki ideologi yang sama. Yang membedakan dua partai hanyalah titik berat dan cara menyelesaikan masalah. Partai Republik di Amerika  Serikat lebih menekankan kepada kebebasan dan persiangan, sedangkan Partai Demoktar lebih menekankan persamaan kesempatan dan keadilan. Namun keduanya memiliki ideologi indiviodualisme dan kapitalisme. Sistem  pemilihan ini cenderung menghambat perkembangan partai-partai kecil sehingga memperkokoh dua sistem dua partai.  Contoh, Negara yang menerapkan sistem dua partai bersaingan ialah di Ameriak serikat (Partai Republik dan Partai Demokrat), Australia (Partai Liberal dan Partai Buruh).
            Sistem banyak partai merupakan suatu sistem yang terdiri atas libih dari dari dua partai yang dominan. Sistem ini merupakan produk dari struktur masyarakat yang majemuk, baik secara kultur maupun secara sosial ekonomi. Sistem kabinet yang diterapkan sistem parlementer. Di dalam hal ini kabinet bertanggungjawab kepada perlemen. Pada sistem ini, lembaga legislatif ( parlemen ) yang kuat dari lembaga eksekitif, karena parlemen dapat menjatukan kabinet dengan mosi dan tak percaya. Sistem pemilihan umum yang digunakan meliputi satu atau lebih kursi per distrik, memilih orang dan tanda gambar partai, dan perwakilan berimbang sebagai formula pemilihan. Dengan sistem ini, partai kecil sekalipun kemungkinan besar akan mendapatkan kursi di parlemen. Contoh seperti,  Negara Belanda, Prancis, Jerman Barat, dan Italia merupakan negara yang nenerapkan sistem banyak partai.

7.4.2. Jarak Ideologi
 Ilmuan politik italia bernama Giovanni Sartori berpendapat lain tentang sistem kepartaian ini. Menurutnya, pengolongan sistem kepartaian bukan masalah jumlah partai, melainkan jarak ideologi di antara partai-partai yang ada. Kongretnya penggolongan sistem kepartaian didasarkan atas jumlah kutub ( polar ), jarak di antara kutub-kutub itu (polaritas), dan arah prilaku politiknya.
Oleh karan itu, Sartori mengklasifikasikan sistem kepartaian menjadi tiga, yaitu pluralisme sederhana, pluralisme moderat, pluralisme ekstrim. Yang dimaksud denga biporal ialah kegiatan actual suatu sistem partai yang bertempu pada dua kutub, meskipun jumlah partai lebih dari dua karena sistem kepartai ini tidak memiliki perbedaan ideologi yang tajam. Multipolar ialah sistem partai yang bertumpu pada lebih dari dua kutub biasanya terdiri atas lebih dari dua partai dan antar kutub-kutub itu terdapat perbedaan ideologi yang tajam.
Sistem dua partai dua partai di Ameriak Seriakat merupakan contoh sistem partai berupa pluralisme sedrhana, yakni bipolar (dua partai), tidak terpolarisasi dan sentripental. Sistem banyak partai di negeri Belanda dapat ditunjukan sebagai contoh sistem partai pluralisme moderat: bipolar (tiga atau empat partai sebagai basis), polaritas kecil (proses depolarisasi), dan sentripetal. Italia merupakan negara yang sistem kepartaian berupa pluralisme ekstrim: multipolar (banyak partai), polarisasi sangat besar (polarisasi dan redekalisasi terjadi karena jarak ideologi di antara kutub-kutub sangat jauh, seperti komunis yang kiri, neofasis yang kanan, sosialis yang kiri-kanan dan Kristen Demokrat yang kanan tengah), dan sentrifugal.
Sistem kepartaian  pluralisme ekstern (  polarized pluralism ) biasanya tetrbentuk dalam masyakat yang cara sosial kultur sangat mejemuk. Jumlah partai dalam sistem ini sangat banyak (lima atau lebih), yang masing-masing memiliki ideologi yang bertentangan sehinga sukar sekali mencapai konsensus. Kegagalan sistem pluralisme eksteren melahirkan suatu situasi akan penting kekuatan yang tidak hanya menciptakaa ketertiban, tetapi memobilisasi masyarakat kearah modernisasi sosial ekonomi.
Sartori membagi sistem politik ini menjadi dua tipe: yaitu sistem hegemoni  yang bersifat ideologis dan sistem hegomoni yang bersifat pragmatis. Dalam sistem bersifat ideologis, partai-partai satelit terwakili dalam pemerintah tetapi tanpa hak-hak yang penuh. Sedangkan dalam sistem yang bersifat pragmatis, partai-partai marginal mamiliki hak penuh berpartisipasi dalam proses politik. Sistem partai hegomoni ini begitu inklusif dan menampung semua kepentingan sehingga partai-partai kecil tak mampu menandingi partaio-partai yang hegemoni. Penjelasan yang diberikan dengan sistem kepartaian ini terhadap masalah ketidak stabilan politik di Italia misalnya, karena menerapkan sistem banyak partai.
           
C.         Analisis Laporan Bacaan.
Memahami tugas dan fungsi partai politik sebagai satu organisasi yang dibentuk dalam suatu negara tentunya merupakan salah satu upaya yang dilakukan demi mewujudkan perubahan yang baik dalam masyarakat dan pemerintahan. Partai politik  merupakan sebuah lembaga  yang mempunyai fungsi penyaringan pendapat  melalui suatu komuniaksi untuk dapat memenangkan pemilihan umum. Dengan asumsi lain bahwa demokrasi tidak dapat tumbuh tanpa partai politik, namun ,kita  mengakui demokrasi tidak sempurna tanpa partai politik. Dan melalui partai politik kegiatan setiap warga bangsa akan lebih diakui pemerintah daripada kegiatan-kegiatan politik yang dilakukan setiap rakyat lebih bersifat individu. Atau dengan kata lain partai politik ialah organisasi yang mempunyai kegiatan yang berkesinambungan. Artinya hidupnya tak bergantung pada masa jabatan atau masa hidup para pemimimpinnya. Melalui partai politik semua politisi diberi kesempatan yang sama untuk berekpresi berdasarkan aturan main yang disepakati bersama lewat partai politik.
Partai politik tidak saja berfungsi menjadi mesin politik dalam mengendalikan dan mengorganisasikan kekuatan warga masyarakat tetapi fungsi partai politik menjadi begitu penting dalam pemilu. Oleh sebab itu, Pemilu menjadi sangat penting dalam perpolitikan suatu Negara. Pemilu memiliki alas an yang begitu penting untuk disenggelarakan oleh sebuah pemerintahan demokratis. Semua partai yang dibentukuntuj berkonsentrasi dalam Pemilu sejatinya konsisten mengikuti aturan yang sudah disepakati bersama. Syarat pembentukan partai politik pun seharusnya diperketat sehingga tidak semua orang dengan gampang membuat  partai politik dan tidak bertanggungjawab dalam memberikan pendidikan politik pada rakyat.
Memang pendidikan politik memberikan pengarahan dan pendewasaan bagi masyarakat dalam memahami persoalan politik. Di mana, komunikasi politik yang pada hakekatnya ialah proses penyampaian informasi mengenai politik dari pemerintah kepada masyarakat dan dari masyarakat kepada pemerintah. Tentunya, proses pendikan politik perlu dilakukan oleh setiap partai politik, karena dengan proses pendidikan politik yang intens tentu dapat mendorong kesadaran berpolitik yang cerdas dapat berkembang di dalam masyarakat. Selain partai politik yang berfungsi memberikan pendidikan dan pendewasaan politik melalui sosialisasi partai politik juga dituntut senantiasa mendorong partisipasi politik masyarakat dalam Pemilu yang cerdas. Sehingga dapat mengedukasi masyarakat menjadi pemilih yang otonom atau pemilih yang sadar dalam memilih pemimpin atau wakil rakyat yang cerdas, bermoral serta bertanggungjawab tanpa ada unsur paksaan dari pihak manapun. Sebab janji kampanye apakah dapat direalisasikan. Jika tidak, maka di masa selanjutnya rakyat dapat mengalihkan suaranya apda yang lain. Karena demokrasi tidak menawarkan stabilitas politik yang memadai. Sebuah pemerintah kerap berganti dalam proses demokrasi, juga membuat kebijakan yang kerab berganti pula dan berpengaruh baik secara domestik maupun internasional.
Disamping itu, Sosialisasi politik adalah sebuah proses penanaman nilai-nilai budaya politik dari satu generasi ke generasi, atau sebagai suatu pembentukan sikap orientasi politik para anggota masyarakat. Oleh sebab itu sosialisasi politik diperlukan dalam upaya untuk mendidik rakyat untuk memahami apa yang dilakukan oleh partai politik itu sendiri. Karena Sosialisasi politik adalah salah satu faktor yang penting dalam partai politik sebab dengan sosialisi maka, masyarakat dapat mengetahui tentang sebuah berpolitik yang baik, dan dapat di mengerti oleh semua masyarakat serta dapat mengenal wajah-wajah para aktor politik yang mencalonkan diri sebagai pimpinan. 
Menurut Jimly Assiddiqie, Dalam negara-negara yang demokratis fungsi partai politik dalam proses penyelenggaraan negara berfungsi antara lain, sebagai sarana komunikasi politik, sarana sosialisasi politik, sarana rekrutmen politik, serta menjadisarana pengatur konflik (conflict management). Sedangkan di negara-negara berkembang fungsi partai politik (1) menyediakan dukungan basis massa stabil, (2). Integrasi dan mobilisasi dan (3) memelihara kelangsungan kehidupan politik.  
Menurut penulis, Dari fungsi partai-partai politik tersebut sebagaimana dikemukakan di atas, maka tugas penting politisi dalam kehidupan politik ialah bagaimana membangun dan dan menyiapkan insfraksturuktur dan suprastuktur politik yang kuat agar tujuan membangun sistem politik demokratis bisa tercapai pada sasaran yang dikehendaki bersama. Maka Rekrutmen dilakukan agar dapat menyeliksi calon-calon para kader politik yang baik, berkualitas  dan dapat memperjuangkan aspirasi anggota-anggotany serta dan memperjuangkan aspirasi rakyat. Oleh karenanya dalam proses rekrutmen  perlu ada partisipasi baik dari anggota partai politik maupun dari masyarakat agar suatu pemelihan dapat berjalan dengan baik tampa adanya hambatan-hambatan. Di mana, dalam hal ini partai politik memberikan kesempatam terhadap masyarakat untuk menggunakan partai  politik sebagai wadah dalam berpolitikan dan menyalurkan hak politik mereka.
Dalam proses politik yang dilakukan partai politik, tentu ada hal yang perlu perhatikan yang berkaitan langsung dengan upaya untuk meraih kemenangan dalam Pemilu, tentu semua partai memerlukan dukungan yang aktif dari basis massa mereka sendiri. Sebab dalam sistem demokrasi maupun sistem totaliter, baik partai kader maupun partai massa, tentu memerlukan dukungan yang kongkret dari basis massa mereka. Bila basis massa tidak didedukasi secara baik, tentu partai-partai peserta pemilu tentu tidak mencapai hasil maksimal sesuai dengan target politik yang telah digagas oleh partai tersebut. Disamping itu, persolan mendasar dari hilangnya dukungan dari basis massa terhadap partai politik, menurut  Daniel Dhakedae, persoalan partai cenderung mengambil jalur dan aliran. Partai yang mengambil jalur kelas membedakan dirinya dari yang lain pandangan terhadap modal, yang akhirnya membagi masyarakat itu atas kelas pemilik modal dengan kaum buruh dengan segala kompleksitasnya. Partai yang mengambil jalur aliran membedakan dirinya dari yang lain berdasarkan pandangannya terhadap dunia dan persoalannya, dan bagimana cara memecahkannya, jalur agama dan kebudayaan menjadi pilihannya. Dua sumbu memisahkan seluruh pengelompokan partai-partai politik yang berkompetisi di dalam pemilihan umum yang akan datang. Hal ini sesuai dengan pandangan penulis, melihat realitas partai politik di Indonesia. Di mana, tingkat Golongn Putih (golput) meningkat dsebabkan karena partai politik cenderung ekslusif dan memanfaatkan suara rakyat semata untuk meraih kekuasaan di legislatif dan eksekutif, dan cenderung korupsi serta pemilih mayoritas secara kuturil berasal dari pulau Jawa sebagai penduduk Indonesia yang mayoritas.        

Bahan bacaan.
Ramlan Subarki. MEMAHAMI ILMU POLITIK. Jakarta: PT Gramedia widiasaran Indonesia. 2010.
Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. MENEGAKKAN ETIKA PENYELENGGARAAN PEMILU. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2013.

Anung Wendyartaka dkk Tim Peneliti dan Pengembangan KOMPAS, Partai-Partai Politik Ideologi, Strategis dan Program. Jakarta: KOMPAS. 1999

Tidak ada komentar:

Posting Komentar