BAB 7
PARTAI
POLITIK
OLEH:KAMARUDDIN SALIM
A.
PENDAHULUAN
Setiap organisasi memiliki
sistem, dan setiap keberadaan suatu organisasi termasuk organisasi politik pun
mempunyai sistem. Persoalan politik yang selalu dihadapkan pada penyelenggaraan
Pemilihan Umum ialah sejauhmana peran aktif partai politik dalam memainkan
fungsi pendidikan politik bagi masyarakat. Keberadaan partai politik sebenarnya
tidak hanya sebagai syarat mutlak dalam proses sirkulasi elit, tetapi
sebelumnya sejauhmana partai politik tersebut memainkan peran dan fungsi
posotif konstruktif di dalam mengembangkan kualitas demokrasi termasuk di
dalamnya ikut menciptakan Pemilu yang demokratis.
Sebagai seorang warga
bangsa, seorang warga bangsa, kegiatan politik memang tidak dititikberatkan
pada aspek formal tetapi juga informal kegiatan politik yang dijalankan
seseorang tersebut tidak mengarah pada tindakan-tindakan destruktif. Dan agar
aktivitas partai politik secara kelembagaan formal dan diakui negara maka
sebaiknya kegiatan politik dilakukan setiap warga negara politik dalam suatu
organisasi politik atau yang lazim dikenal partai politik (parpol). Melalui
partai politik kegiatan setiap warga bangsa akan lebih diakui pemerintah
daripada kegiatan-kegiatan politik yang dilakukan setiap rakyat lebih bersifat
individu. Melalui partai politik semua politisi diberi kesempatan yang sama
untuk berekpresi berdasarkan aturan main yang disepakati bersama lewat partai
politik.
B.
GAMBARAN ISI BUKU
ASAL, CIRI, DAN ARTI
Ada tiga teori yang mencoba
menjelaskan asal usul partai politik. Ramlan Surbakti membagi partai poltik
menjadi tiga teori. Tiga tersebut diantaranya menurut Surbakti ialah, Pertama
teori kelembagaan yang melihat ada hubungan antara parlemen awal dan timbulnya
partai politik. Kedua, teori situasi historis yang lihat timbulnya partai
politik sebagai upaya suatu sistem politik untuk mengatasi krisis yang ditimbulkan
dengan perubahan masyarakat secara luas. Ketiga, teori pembangunan yang melihat
partai politik sebagai prosuk modernisasi sosial ekonomi.
Teori pertama mengatakan
partai politik dibentuk oleh kalangan legislatif (dan eksekutif) karena ada
kebutuhan para anggota parlemen (yang ditentukan berdasarkan pengangkatan)
untuk mengadakan kontak dengan masyarakat dan membina dukungan dari masyarakat.
Setelah partai politik terbentuk dan menjalankan fungsi, muncul partai politik
lain yang dibentuk oleh kalangan masyarakat. Partai politik yang terakhir ini
biasanya dibentuk oleh kelompok kecil pemimpin masyarakat yang sadar politik
berdasarkan penilaian bahwa partai politik yang dibentuk pemerintah tidak mampu
menampung dan memperjuangkan kepentingan mereka. Hal ini tidak hanya ditemui
dalam wilayah atau bangsa yang tengah dijajah yang membentuk partai politik
sebagai alat mobilisasi massa untuk memperjuangkan kemerdekaan, tetapi juga
dapat ditemuai dalam masyarakat-negara maju dalam mana kelompok masyarakat yang
kepentingannya kurang terwakili dalam sistem kepartaian yang ada membentuk
partai sendiri seperti Partai buruh di Inggris dan Australia, dan Partai Hijau
di Jerman.
Teori kedua menjelaskan
bahwa krisis situasi historis terjadi manakala suatu sistem politik mengalami
masa transisi karena perubahan masyarakat dari bentuk tradisional yang
berstruktur sederhana menjadi msayarakat modern yang berstruktur kompleks. Pada
situasi ini terjadi berbagai perubahan, seperti pertambahan penduduk karena
perbaikan fasilitas kesehatan, perluasan pendidikan, mobilitas okupasi,
perubahan pola pertanian dan industri, partisipasi media, urbanisasi, ekonomi
berorientasi pasar, peningkatan aspirasi dan harapan- harapan baru, dan
munculnya gerakan-gerakan populis.
Perubahan-perubahan itu
menimbulkan tiga macam krisis, yakni legitimasi. Intergrasi, dan partisipasi.
Artinya, perubahan-perubahan mengakibatkan masyarakat mempertanyakan
prinsip-prinsip yang mendasari legitimasi kewenangan pihak yang memerintah,
menimbulkan masalah dalam identitas yang menyatukan masyarakat sebagai suatu
bangsa, dan mengakibatkan timbulnya tuntutan yang semakin besar untuk ikut
serta dalam proses politik. Untuk mengatasi tiga permasalahan inilah, partai
politik dibentuk. Partai politik yang berakar kuat dalam masyarakat diharapkan
dapat mengendalikan pemerintah, sehingga terbentuk semacam pola hubungan
kewenangan yang berlegitimasi antara pemerintah dan masyarakat. Partai politik
yang terbuka bagi setiap anggota masyarakat dan sosial ekonomi diharapkan dapat
berperan sebagai pengintegrasi umum, yaitu sebagai sarana konstitusional untuk
mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan. Diharapkan partai politik dapat pula
berperan sebagai saluran partisipasi politik masyarakat.
Terori ketiga melihat
modernisasi sosial ekonomi, seperti pembangunan teknologi komunikasi berupa
media massa dan transportasi. Perluasan dan peningkatan pendidikan,
industrialisasi, urbanisasi, perluasan kekusaan negara seperti birokratisasi,
pembentukan berbagai kelompok kepentingan dan organisasi profesi, dan
peningkatan kemampuan individu yang mempengaruhi lingkungan, melahirkan suatu
organisasi politik yang mampu memadukan dan memperjuangkan berbagai aspirasi
tersebut. Jadi partai politik merupakan produk logis dari modernisasi sosial
ekonomi. Dengan demikian, teori ketiga memiliki kesamaan dengan teori kedua
bahwa partai politik berkaitan dengan perubahan yang ditimbulkan moderniasi.
Perbedaan kedua ini terletak dalam proses pembentukannya. Teori kedua
mengatakan bahwa perubahan menimbulkan tiga krisis dan partai politik dibentuk
untuk mengatasi krisis, sedangkan teori ketiga mengatakan perubahan-perubahan
itulah yang melahirkan kebutuhan adanya partai politik.
Apabila membicarakan partai politik, demikian tegas Lapalombara
dan weiner, yang dimaksudkan bukan organisasi politik yang mempunyai hubungan
terbatas dan kadang-kadang saja dengan pendukungnya di daerah-daerah. Namun,
yang dumaksud dengan partai politik ialah organisasi yang mempunyai kegiatan yang
berkesinambungan. Artinya, masa hidupnya tak bergantung pada masa jabatan atau
masa hidup para pemimpinnya. Organisasi yang terbuka dan permanen tidak hanya
ditingkat pusat, tetapi juga ditingkat lokal. Para pemimpin di tingkat pusat
dan lokal berkehendak kuat untuk mencari dan mempertahankan kekuasaan untuk
membuat keputusan politik baik secara sendiri maupun dengan berkoalisi dengan
partai lain, dan melakukan kegiatan mencari dukungan dari para pemilih melalui
pemilihan umum. Jadi ciri-ciri partai politik menurut kedua ilmuwan ini ialah berakar
dalam masyarakat lokal, melakukan
kegiatan secara terus-menerus, berusaha memeroleh dan mempertahankan kekauasaan
dalam pemerintahan, dan ikut serta dalam pemilihan umum.
Surbakti menjelaskan, berdasarkan
ciri-ciri itu, suatu organisasi politik yang tidak berakar di tengah-tengah, masyarakat
tidak memiliki cabang di daerah-daerah, tidak mempunyai kegiatan berkesinambungan,
tidak ikut serta dalam pemelihan umum. Dan tidak mempunyai wakil di parlemen,
tidak dapat dikategori sebagai partai politik. Sebab tanpa memenuhi persyaratan
ini, organisasi politik sulit menjalankan fungsi untuk memadukan berbagai
kepentingan dalam masyarakat dan memperjuangkan melalui proses politik.
Surbakti menjelakan bahwa,
dua catatan perlu dikemukakan terhadap kedua ilmuwan ini. Pertama, ideologi
tidak dianggap sebagai ciri penting suatu partai politik. Padahal apapun
defenisi yang diberikan atas ideologi, setiap partai meski memiliki ideologi
yang berfungsi tidak hanya sebagai identitas pemersatu, tetapi juga sebagai
tujuan perjuangan partai. Kedua, bagi Surbakti adalah kesimpulan ini tidak
berlaku sepenuhnya pada masyarakat yang tengah dijajah ketika partai politik
lebih berfungsi sebagai Pembina ked\sadaran nasional dan mengerahkan massa
untuk mencapai kemerdekaan.
Surbakti
menggambarkan dengan meluasnya gagasan bahwa rakyat harus diikutsertakan dalam
proses politik, partai politik telah lahir, dan berkembang menjadi penghubung
penting antara rakyat dan pemerintah. Bahkan partai politik dianggap sebagai
perwujudan atau lambing negara modern. Oleh karena itu, hampir semua negara
demokrasi dan komunis, Negara maju maupun Negara berkembang memiliki partai
politik. Namun, bentuk dan fungsi partai politik di berbagai negara berbeda
satu sama lain sesuai dengan sistem politik yang diterapkan Negara itu.
Surbakti menambahkan, gagasan mengenai partisipasi politik rakyat melalui
partai politik di negara-negara yang menerapkan sistem politik demokrasi,
memiliki dasar budaya politik dan ideologi yang kuat bahwa rakyat berhak ikut
serta menentukan seseorang yang akan menjadi pemimpin mereka, dan untuk
menentukan isi kebijakan umum yang memengaruhi kehidupan mereka.
Surbakti berpendapat bahwa, dalam
sistem politik otoriter seperti komunis dan
fasis, gagasan mengenai partisipasi rakyat melalaui partai politik di landasi
dengan pandangan elit bahwa rakyat harus dibina dan dimobilisasikan untuk
mencapai tujuan masyarakat. Untuk mencapai tujuan itu dibentuknya partai tunggal
dengan kader-kader yang militan dan struktur
organisasi yang hirarkis ketat dipandang sebagai sarana yang tangguh.
Dalam sistem demokrasi partai politik berfungsi sebagai pemandu berbagai
kepentingan, kemudian memperjuangkannya melalui proses politik sengan terlebih
dahulu berupaya mencari dan mempertahankan kekuasaan melalui pemilihan umum,
partai politik dalam sistem politik totaliter lebih berfungsi sebagai
pengendalipemerintahan dan sebagai alat untuk memobilisasi seluruh rakyat untuk
melaksanakan keputusan partai. Partai politik di negara demokrasi juga
melakukan fungsi sosialisasi yang dilakukan oleh partai politik, tetapi bukan
dengan indoktrinasi sebagaimana yang dilakukan oleh partai politik.
Ada berabagai
difinisi yang diberikan oleh ilmuan politik seperti Carl Friendrich memberi batasan partai politik, sebagai kelompok manusia yang
terorganisasi secara stabil dengan tujuan untuk merebut dan mempertahankan
kekuasaan dalam pemerintahan bagi pimpinan materiil dan adil kepada para anggotanya. Sementara itu
Soltau, menjelaskan partai politik
sebagai yang sedikit banyak terorganisasikan, yang bertindak sebagai
suatu kesatuan politik, dan memanfatkan kekuasaannya untuk kebijakan umum yang
mereka buat. Lopalombara dan Weiner,
kedua ilmuan terakhir ini mangabaikan faktor ideologi. Menurut Surbakti, bahwa
pendapat keempat ilmuwan ini barangkali dipengaruhi oleh pandangan di barat
pada waktu itu bahwa ideologi sudah mati (the
and of ideology). Dari uraian ini Surbakti merumuskan partai politik
merupakan kelompok anggota yang terorganisasi secara rapid an stabil yang
dipersatukan dan dimotivasi dengan ideologi tertentu, dan yang berusaha mencari
dan mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan melalui pemilihan umum guna
melaksanakan alternatif kebijakan umum yang mereka susun. Alternatif kebijakan
umum yang disusun ini merupakan hasil pemanduan berbagai kepentingan yang hidup
dalam masyarakat, sedangkan cara mencari dan mempertahankan kekuasaan guna
melaksanakan kebijakan umum dapat melalui pemilihan umum dan cara-cara lain yang
sah.
7.2 Fungsi Partai Politik.
Surbakti
menjelaskan bahwa, fungsi partai politik ialah mencari dan memepertahankan
kekuasaan guna mewujudkan program-program yang disusun berdasarkan ideologi
tertentu. Cara yang digunakan oleh suatu partai politik dalam sistem politik
demokrasi untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan ialah ikut serta dalam
pemilihan umum. Sedangkan cara yang digunakan partai tunggal dalam sistem
politik totaliter berupa paksaan fisik dan psikologik oleh suatu dictatorial
kelompok (komunis) maupun oleh dictatorial indivisu (fasis). Partai politik
dalam sistem demokrasi melakukan tiga fungsi itu, kegiga kegiatan itu meliputi
seleksi calon-calon, kampanye, dan melaksanakan fungspemerintahan (legislatif
dan atau eksekutif). Apabila kekuasaan untuk memerintah telah diperoleh, partai
politik berperan pula sebagai pembuat keputusan politik. Partai politik yang
tidak mencapai mayoritas di badan perwakilan rakyat akan berperan sebagai
pengontrol terhadap partai mayoritas. Dalam sistem politik totaliter, kalaupun
dilaksanakan, pemilihan umum lebih berfungsi sebagai sarana pengesahan calon
tunggal yang ditetapkan lebih dulu oleh partai tunggal. Namun, menurut
Surbakti, semua partai politik baik dalam
sistem demokrasi maupun sistem politik totaliter, juga melaksanakan
fungsi lain diantaranya:
7.2.1
Sosialisasi politik.
Surbakti berpendapat bahwa sosialisai politik adalah
proses pembentukan sikap orentasi politik para anggota masyarakat. Melalui
sosialisasi politik inilah para anggota masyarakat memperoleh sikap terhadap kehidupan politik yang berlangsung dalam masyarakat. Proses ini berlangsung seumur hidup yang
diperoleh baik secara sengaja melalui pendidikan formal, nonformal dan informal
maupun secara tidak disengaja melalui kontak dan pengalaman sehari-hari, baik
dalam kehidupan keluarga dan tetangga maupun dalam kehidupan masyarakat. Dari
segi metode penyampaian pesan, sosialiasi dibagi dua, yakni pendidikan politik
dan indoktrinasi politik. Pendidikan politik merupakan suatu proses dialogis di
antara pemberi dan penerima pesan. Melalui proses ini para anggota masyarakat
mengenal dan mempelajari nilai, norma-norma, dan simbol-simbol politik
negaranya dari berbagai pihak dalam sistem politik seperti, sekolah,
pemerintah, dan partai politik. Melalui kegiatan kursus, latihan kepemimpinan,
diskusi. Dan keikutsertaan dalam berbagai forum pertemuan, partai politik dalam
sistem demokrasi dapat melaksanakan fungsi pendidikan politik. Yang dimaksud
dengan indoktrinasi ialah proses sepihak ketika penguasa memobilisasi dan
memanipulasi warga masyarakat untuk menerima nilai, norma dan sibolik yang dianggap pihak yang berkuasa sebagai
ideal yang baik. Melalaui berbagai forum pengarahan yang penuh paksaan
psikologis dan pelatiahan yang penuh disiplin, partai politik dalam sistem
politik totaliter melaksanakan fungsi indoktrinasi politik..
7.2.2 Rekrutmen Politik
Surbakti
berpendapat bahwa rekrutmen politik adalah seleksi dan pemilihan atau seleksi
dan panggangkatan seseorang atau sekelompok orang untuk malaksanakan sejumlah
peranan dalam sistem politik pada umumnya
dan pemerintahan pada kususnya. Fungsi rekrutmen merupakan kelanjutan dari
fungsi mencari dan mempertahankan kekuasaan selain itu, fungsi rekrutmen
politik sangat penting bagi kelangsungan sistem politik sebab tanpa elit yang
mampu melaksanakan peranannya, kelangsungan hidup sistem politik akan terancam.
7.2.3 Partisipasi Politik
Surbakti
menjelaskan bahwa partisipasi politik ialah kegiatan warga negara biasa dalam
mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan kebijaksanaan umum dan dalam ikut
menentukan pimpinan pemerintahan. Dalam hal ini, partai politik memepunyai
fungsi untuk membuka kesempatan, mendorong, dan mengajak para anggota dan
anggota masyarakat yang lain untuk menggunakan partai politik sebagai saluran kegiatan memengaruhi proses
politik. Jadi, partai politik merupakan wadah partisipasi politik.
7.2.4
Pemadu Kepentingan
Surbakti
menguraikan bahwa dalam masyarakat terdapat sejumlah kepentingan berbeda-beda
bahkan acap kali bertentengan, seperti antara kehendak mendapatkan keuntunggan sebanyak-banyaknya
dan kehendak untuk mendapatkan barang dan jasa, dengan harga murah tetapi
bermutu; antara kehendak untuk mencapai efisien dan penerapan teknologi yang
canggih, tetapi memerlukan tenaga kerja sedikit; antara hendak untuk mencapai
memperthankan pendidikan tinggi yang bermutu tinggi, tetapi dengan jumlah
penerimaan mahasiswa yang lebih sedikit dengan kehendak masyarakat untuk
menyekolahkan anak ke perguruan tinggi; anatra kehendak menciptakan dan
memelihara kestabilan politik dengan kehendak, seperti mahasiswa, intelektual,
pers, dan kelompok agama untuk berkumpul dan menyatakan pendapat secara bebas.
Untuk menampung dan
memadukan berbagai kepentingan yang berbeda bahkan bertentangan, maka partai
politik dibentuk. Kegiatan menampung, menganalisis dan memadukan pelbagai
kepentingan yang berbeda bahkan bertentangan menjadi pelbagai alternatif
kebijakan umum, kemudian diperjuangkan dalam proses pembuatan dan pelaksanaan
keputusan politik. Itulah yang dimaksud engan fungsi pemandu kepentingan. Fungsi
ini merupaka salahsatu fungsi utama partai politik sebelum mencari dan
mempertahankan kekuasaan.
7.2.5 Komunikasi Politik
Surbakti menjelakan bahwa komunikasi
politik, ialah proses penyampaian informasi mengenai politik dari pemerintah
kepada masyarakat dan dari masyarakat kepada pemerintah. Dalam melaksanakan
fungsi ini, partai politik tidak menyampaikan begitu saja segala informasi dari
pemerintah kepada masyarakat atau dari masyarakat kepada pemerintah, tetapi
merumuskan sedemikian rupa sehingga penerima informasi (komunikan) dapat dengan
mudah memahami dan memanfaatkan. Dengan demikian, segala kebijakan pemerintah
yang biasanya dirumuskan dalam bahasa teknis dapat diterjemahkan ke dalam
bahasa yang dipahami masyarakat. Sebaliknya, segala aspirasi, keluhan dan
tuntutan masyarakat yang biasanya tidak terumuskan dalam bahasa yang dapat dipahami
oleh pemerintah. Jadi, proses kmunikasi politik antara pemerintah dan
masyarakat dapat berlangsung secara efektif melalui partai politik.
7.2.6. Pengendalian Konflik
Surbakti
menguraikan terkait dengan konflik yang dalam arti yang luas, mulai dari perbedaan pendapat sampai
pada pertikaian fisik antara individu ataau kelompok dalam masyarakat. Partai
politik sebagai salah satu lembaga demokrasi berfungsi untuk mengendalikan
konflik melalui cara berdialog dengan pihak-pihak yang berkonflik, menampung
dan memadukan pelbagai aspirasi dan kepentingan dari pihak-pihak yang
berkonflik dan membawa permasalahan ke dalam musyrawarah badan perwakilan
rakyat untuk mendapatkan penyelesaian berupa keputusan politik. Untuk mencapai
penyelesaian berupa keputusan itu, diperlukan kesediaan berkompromi di antara
para wakil rakyat, yang berasal dari partai-partai politik. Apabila
partai-partai politik keberatan untuk mengadakan kompromi, partai politik
bukannya mengendalikan konflik, melainkan menciptakan konflik dalam masyarakat.
7.2.7 Kontrol Politik
Surbakti berpendapat bahwa kontrol
politik ialah kegiatan untuk menunjukan kesalahan, kelemahan , dan menyimpangan dalam isi suatu kebijakan atau dalam pelaksanaan kebijakan yang dibuat dan
dilaksanakan oleh pemerintah. Menurut Surbakti, Tolok ukur suatu kontrol
politik berupa nilai-nilai politik yang dianggap ideal dan baik (ideologi) yang
dijabarkan kedalam berbagai kebijakan atau peraturan perundang-undangan. Tujuan
kontrol politik, adalah meluruskan kebijakan atau pelaksanaan kebijakan yang
menyimpang dan memperbaiki yang keliru sehingga kebijakan dan pelaksanaannya
sejalan dengan tolok ukur tersebut. Fungsi dari kontrol politik ini merupakan salah satu mekanisme
politik dalam sistem politik demokrasi untuk
memperbaiki dan memperbaharui dirinya secra terus-menerus. Dalam melaksanakan suatu kontrol politik atau
pengawasan, partai politik juga harus menggunakan tolok ukur tersebut sebab
tolok ukur itu pada dasarnya merupakan hasil kesepakatan bersama sehingga
seharusnya menjadi pegangan bersama.
7.3
Tipologi Partai Politik
Surbakti menjelakan bahwa Tipologi partai politik ialah
pengklasifikasian berbagai partai politik berdasarkan kriteria tertentu,
seperti asas dan orentasi, komposisi dan fungsi anggota, basis sosial dan
tujuan. Kalisfikasi ini cederung bersifat tipe ideal karena dalam kenyataan,
tidak sepenuhnya demikian. Di bawah ini, diuraikan sejumlah tipologi partai
politik menurut kriteria-kriteris tersebut.
7.3.1
Asas dan Orentasi
Berdasarkan asas dan orentasinya,
partai politik diklasifikasikan menjadi tiga tipe. Yang meliputi, partai
politik pragmatis, partai politik doktriner, dan partai politik kepentingan. Yang dimaksud dengan partai politik
pragmatis adalah suatu partai yang mempunyai program dan kegiatan yang tak
terikat kaku pada suatu dokrin dan ideologi tertentu. Artinya, perubahan waktu,
situasi, dan kepemimpinan akan juga mengubah program, kegiatan, dan penampilan
partai politik tersebut. Partai ini biasanya terorganisisr secara longgar. Hal ini
tidak berarti partai politik pragmatis tidak memiliki ideologi sebagai
identitasnya. Ideologi yang dimaksud lebih merupakan sejumlah gagasan umum
daripada sejumlah doktrin dan program kongkret yang siap dilaksanakan. Partai
biasanya muncul dalam sistem dua partai berkompetisi yang relativf stabil.
Contoh; Partai Republik dan Partai Demokrat di Amerika serikat.
Partai
doktriner ialah, suatu partai politik yang memiliki sejumlah program dan kegiatan kongret sebagai penjabaran ideologi.
Ideologi yang dimaksud adalah separangkat nilia-nilai politik yang dirumuskan
secara kongret dan sistematis dalam bentuk program-program kegiatan yang
diawasi secara ketat oleh aparat politik. Contoh; partai komunis.
Selanjutnya, Partai
kepentingan merupakan suatu partai yang dibentuk dan dikelola atas dasar
kepentingan tertentu, seperti petani, buruh, etnis, agama, atau lingkungan
hidup yang secara langsung berpartisipasi dalam pemerintah. Partai ini sering ditemui dalam sistem banyak
partai, tetapi kadangkala terdapat pula dalam sistem dua partai berkompetisi namun
tak mampu mengakomodasikan sejumlah kepentingan dala masyarakat. Misalnya,
Partai Hijau di Jerman, Partai buruh di Australia, dan Partai Petani di Swiss.
7.3.2 Komposisi dan Fungsi Anggota
Surbakti
menggolongkan konposisi dan fungsi anggota, partai politik menjadi dua,
yaitu massa atau lindungan dan partai
kader. Yang dimaksud dengan partai politik massa atau lindungan (patronage )
ialah partai yang mengandalkan kekuatan pada keunggulan jumlah anggota dengan
cara memobilisasi massa sebanyak-banyaknya, dan mengembangkan diri sebagai
pelindug bagi berbagai kelompok dalam masyarakat sehingga pemelihan umum dapat
dipelihara, tetapi juga masyarakat dapat dimobilisasi untuk mendukung dan
melaksanakaan kebijakan tertentu. Partai ini seringkali merupakan gabungan
berbagai aliran politik yang sepakat untuk berada dalam lindungan partai guna
memperjuangkan dan melaksanakan program-program yang umumnya bersifat sangat
umum. Kelemahan partai ini tampak pada saat pembagian kursi (jabatan) dan
perumusan kebijakan karena karakter dan kepentingan setiap kelompok dan aloran
akan sangat menonjol. Ketidak mampuan partai dalam membuat keputusan yang dapat
diterima semua pihak merupakan ancaman bagi keutuhan partai. Contoh: Partai
barisan nasional Malaysia, yang merupakan koalisi antara kelompok Melayu, Cina
dan Indai merupakan salah satu partai massa.
Partai
kader ialah partai yang mengandalkan kualitas anggota, keketatan organisasi,
dan disiplin anggota sebagai sumber kekutan utama. Seleksi anggota daam partai kader biasanya sangat ketat, yaitu melalui
kaderisasi yang berjenjang dan intensif, serta penegakan disiplin partai
yang konsisten dan tampa pandang bulu.
Struktur organisasi partai ini sangat hirarkis sehingga jalur perintah dan
tanggungjawab sangat jelas. Karena sifatnya demikian partai kader acap kali
disebut sebagai partai yang sangat elitis. Contoh: Partai Nazi di Jerman dan
partai Komunis di mana pun.
7.3.3 Basis Sosial dan Tujuan
Almond menggolongkan partai
politik berdasrakan basis sosial dan tujuannya. Menurut basis sosial dan
tujuannya. Menurut basis sosialnya, partai politik dibagi menjadi empat tipe
yaitu:
1.
Partai politik beranggota
lapisan-lapisan sosial dalam
masyarakat, seperti kelas atas, kelas menengah, dan kelas bahwa.
2.
Partai politik yang anggotanya berasal dari kalangan kelompok
kepentingan tertentu, seperti petani, buruh, dan pengusaha.
3.
Partai politik yang anggota-anggotnya berasal dari pemeluk
agama tertentu, seperti Islam, Katolik, Protestan, dan Hindu, dan
4.
Partai politik yang anggota-anggotanya berasal dari kelompok
kebudaya tertentu, seperti suku bangsa, bahasa dan daerah tertentu.
Berdasarkan tujuan, partai politik terbagi menjadi tiga. Pertama
partai perwakilan kelompok. Artinya,
partai yang menghimpun berbagai kelompok masyarakat untuk memenangkan sebanyak
mungkin kursi di parlemen seperti Barisan Nasional Malasyia. Kedua partai
pembina bangsa. Artinya, partai yang bertujuan menciptakan kesatuan
naisonal dan biasanya menindas
kepetingan-kepentingan sempit, seperti Partai Aksi Rakyat Singapura. Ketiga,
partai mobilisasi. Artinya, partai yang
berupaya memobilisasi masyarakat ke arah pencapain tujuan-tujuan yang
ditetapkan oleh pimpinan partai. Sedangkan partisipasi dan perwakilan kelompok
cenderung diabaikan. Partai ini cenderung bersifat monopilistis karena hanya
ada satu partai saja dalam masyarakat.
Partai Komunis di negara-negara komunis merupak contoh partai mobilisasi.
7. 4. Sistem Kepartaian
Surbakti mendefenisikan Sistem
kepartaian adalah pola prilaku dan iteraksi di antara sejumlah partai dalam
suatu sistem politik. Maurice Duverger, menggolongkan sistem kepartai menjadi
tiga yaitu: sistem partai tunggal, sistem dwipartai, sistem banyak partai.
7.4.1 Jumlah Partai
Penggolongan sistem kepartaian berdasarkan jumlah partai
dapat dikemukan sebagai berikut. Bentuk partai tunggal ( totaliter, otoriter,
dan dominan ), sistem dua partai dominan bersaing dan bersaing, dan sistem
banyak partai. Dalam negara yang menerapkan bentuk partai tunggal totaliter,
terdapat satu partai yang tidak hanya memegang kendali atas meliter dan
pemerintahan, tetapi menguasai seluruh aspek kehidupan masyarakat. Bentuk
partai tunggal totariter ialah sistem kepartaian yang di dalamnya terdapat
lebih dari satu partai, tetapi terdapat satu partai besar yang digunakan oleh
penguasa sebagai alat mobilisasi masyarakat dan mengesahkan kekuasaan,
sedangkan partai-partai lain kurang dapat menampilkan diri karena ruang gerak
dibatasi penguasa. Apabila dalam bentuk partai tunggal totaliter, partailah
yang menguasai pemerintahan dan militer dalam bentuk partai tunggal otoriter,
pemerintahan dan militer yang menguasai partai. Contoh partai Uni Afrika
Tazania ( UNAT ), dan Partai Aksi Rakyat Singgapura merupakan contoh partai
otoriter.
Bentuk
partai tunggal dominan tetapi demokratis ialah suatu sistem kepartaian yang di
dalamnya terdapat lebih dari suatu partai, namun satu partai saja yang dominan
(secara terus- menerus berhasil mendapatkan dukungan untuk berkuasa), sedangkan
partai-partai yang lain tidak mampu menyaingi partai yang dominan walaupaun
terdapat kesepatan dukungan melalui pemelihan umum. Salah satu conto Partai
Liberal Demokrat di Jepang merupakan conton partai dominan.
Sistem
dua partai merupakan satu sistem kepartaian yang di dalamnya terdapat dua
partai yang bersaing untuk mendapatkan dan mempertahankan kewenangan memerintah
melalui pemilihan umum. Dalam sistem
ini, terdapat pembagian tugas di antara kedua partai, yaitu partai yang menang
pemeilihan umum menjadi partai yang memerintah, sedangakan partai yang kalah
dalam pemiliham umum berperan sebagai kekuatan oposisi loyal. Walaupun berupaya
keras untuk mengalahkan partai yang berkuasa, partai tersebut tidak berupaya
mengganti sistem politik yang berlaku. Pada dasarya kedua partai memiliki ideologi
yang sama. Yang membedakan dua partai hanyalah titik berat dan cara
menyelesaikan masalah. Partai Republik di Amerika Serikat lebih menekankan kepada kebebasan dan
persiangan, sedangkan Partai Demoktar lebih menekankan persamaan kesempatan dan
keadilan. Namun keduanya memiliki ideologi indiviodualisme dan kapitalisme.
Sistem pemilihan ini cenderung
menghambat perkembangan partai-partai kecil sehingga memperkokoh dua sistem dua
partai. Contoh, Negara yang menerapkan
sistem dua partai bersaingan ialah di Ameriak serikat (Partai Republik dan Partai
Demokrat), Australia (Partai Liberal dan Partai Buruh).
Sistem
banyak partai merupakan suatu sistem yang terdiri atas libih dari dari dua
partai yang dominan. Sistem ini merupakan produk dari struktur masyarakat yang
majemuk, baik secara kultur maupun secara sosial ekonomi. Sistem kabinet yang
diterapkan sistem parlementer. Di dalam hal ini kabinet bertanggungjawab kepada
perlemen. Pada sistem ini, lembaga legislatif ( parlemen ) yang kuat dari
lembaga eksekitif, karena parlemen dapat menjatukan kabinet dengan mosi dan tak
percaya. Sistem pemilihan umum yang digunakan meliputi satu atau lebih kursi per
distrik, memilih orang dan tanda gambar partai, dan perwakilan berimbang
sebagai formula pemilihan. Dengan sistem ini, partai kecil sekalipun kemungkinan
besar akan mendapatkan kursi di parlemen. Contoh seperti, Negara Belanda, Prancis, Jerman Barat, dan Italia
merupakan negara yang nenerapkan sistem banyak partai.
7.4.2. Jarak Ideologi
Ilmuan politik italia bernama Giovanni Sartori
berpendapat lain tentang sistem kepartaian ini. Menurutnya, pengolongan sistem
kepartaian bukan masalah jumlah partai, melainkan jarak ideologi di antara
partai-partai yang ada. Kongretnya penggolongan sistem kepartaian didasarkan
atas jumlah kutub ( polar ), jarak di antara kutub-kutub itu (polaritas), dan
arah prilaku politiknya.
Oleh karan itu, Sartori
mengklasifikasikan sistem kepartaian menjadi tiga, yaitu pluralisme sederhana,
pluralisme moderat, pluralisme ekstrim. Yang dimaksud denga biporal ialah
kegiatan actual suatu sistem partai yang bertempu pada dua kutub, meskipun
jumlah partai lebih dari dua karena sistem kepartai ini tidak memiliki
perbedaan ideologi yang tajam. Multipolar ialah sistem partai yang bertumpu
pada lebih dari dua kutub biasanya terdiri atas lebih dari dua partai dan antar
kutub-kutub itu terdapat perbedaan ideologi yang tajam.
Sistem dua partai dua partai
di Ameriak Seriakat merupakan contoh sistem partai berupa pluralisme sedrhana,
yakni bipolar (dua partai), tidak terpolarisasi dan sentripental. Sistem banyak
partai di negeri Belanda dapat ditunjukan sebagai contoh sistem partai
pluralisme moderat: bipolar (tiga atau empat partai sebagai basis), polaritas
kecil (proses depolarisasi), dan sentripetal. Italia merupakan negara yang
sistem kepartaian berupa pluralisme ekstrim: multipolar (banyak partai),
polarisasi sangat besar (polarisasi dan redekalisasi terjadi karena jarak ideologi
di antara kutub-kutub sangat jauh, seperti komunis yang kiri, neofasis yang
kanan, sosialis yang kiri-kanan dan Kristen Demokrat yang kanan tengah), dan
sentrifugal.
Sistem kepartaian pluralisme ekstern ( polarized pluralism ) biasanya tetrbentuk
dalam masyakat yang cara sosial kultur sangat mejemuk. Jumlah partai dalam
sistem ini sangat banyak (lima atau lebih), yang masing-masing memiliki ideologi
yang bertentangan sehinga sukar sekali mencapai konsensus. Kegagalan sistem
pluralisme eksteren melahirkan suatu situasi akan penting kekuatan yang tidak
hanya menciptakaa ketertiban, tetapi memobilisasi masyarakat kearah modernisasi
sosial ekonomi.
Sartori membagi sistem
politik ini menjadi dua tipe: yaitu sistem hegemoni yang bersifat ideologis dan sistem hegomoni
yang bersifat pragmatis. Dalam sistem bersifat ideologis, partai-partai satelit
terwakili dalam pemerintah tetapi tanpa hak-hak yang penuh. Sedangkan dalam
sistem yang bersifat pragmatis, partai-partai marginal mamiliki hak penuh
berpartisipasi dalam proses politik. Sistem partai hegomoni ini begitu inklusif
dan menampung semua kepentingan sehingga partai-partai kecil tak mampu
menandingi partaio-partai yang hegemoni. Penjelasan yang diberikan dengan
sistem kepartaian ini terhadap masalah ketidak stabilan politik di Italia
misalnya, karena menerapkan sistem banyak partai.
C.
Analisis Laporan Bacaan.
Memahami tugas dan fungsi
partai politik sebagai satu organisasi yang dibentuk dalam suatu negara
tentunya merupakan salah satu upaya yang dilakukan demi mewujudkan perubahan
yang baik dalam masyarakat dan pemerintahan. Partai politik merupakan sebuah lembaga yang mempunyai fungsi penyaringan
pendapat melalui suatu komuniaksi untuk
dapat memenangkan pemilihan umum. Dengan asumsi lain bahwa demokrasi tidak
dapat tumbuh tanpa partai politik, namun ,kita
mengakui demokrasi tidak sempurna tanpa partai politik. Dan melalui
partai politik kegiatan setiap warga bangsa akan lebih diakui pemerintah
daripada kegiatan-kegiatan politik yang dilakukan setiap rakyat lebih bersifat
individu. Atau dengan kata lain partai politik ialah organisasi yang mempunyai
kegiatan yang berkesinambungan. Artinya hidupnya tak bergantung pada masa
jabatan atau masa hidup para pemimimpinnya. Melalui partai politik semua
politisi diberi kesempatan yang sama untuk berekpresi berdasarkan aturan main
yang disepakati bersama lewat partai politik.
Partai politik tidak saja
berfungsi menjadi mesin politik dalam mengendalikan dan mengorganisasikan
kekuatan warga masyarakat tetapi fungsi partai politik menjadi begitu penting
dalam pemilu. Oleh sebab itu, Pemilu menjadi sangat penting dalam perpolitikan
suatu Negara. Pemilu memiliki alas an yang begitu penting untuk disenggelarakan
oleh sebuah pemerintahan demokratis. Semua partai yang dibentukuntuj
berkonsentrasi dalam Pemilu sejatinya konsisten mengikuti aturan yang sudah
disepakati bersama. Syarat pembentukan partai politik pun seharusnya diperketat
sehingga tidak semua orang dengan gampang membuat partai politik dan tidak bertanggungjawab
dalam memberikan pendidikan politik pada rakyat.
Memang pendidikan politik
memberikan pengarahan dan pendewasaan bagi masyarakat dalam memahami persoalan
politik. Di mana, komunikasi politik yang pada hakekatnya ialah proses
penyampaian informasi mengenai politik dari pemerintah kepada masyarakat dan
dari masyarakat kepada pemerintah. Tentunya, proses pendikan politik perlu
dilakukan oleh setiap partai politik, karena dengan proses pendidikan politik
yang intens tentu dapat mendorong kesadaran berpolitik yang cerdas dapat
berkembang di dalam masyarakat. Selain partai politik yang berfungsi memberikan
pendidikan dan pendewasaan politik melalui sosialisasi partai politik juga
dituntut senantiasa mendorong partisipasi politik masyarakat dalam Pemilu yang
cerdas. Sehingga dapat mengedukasi masyarakat menjadi pemilih yang otonom atau
pemilih yang sadar dalam memilih pemimpin atau wakil rakyat yang cerdas,
bermoral serta bertanggungjawab tanpa ada unsur paksaan dari pihak manapun.
Sebab janji kampanye apakah dapat direalisasikan. Jika tidak, maka di masa
selanjutnya rakyat dapat mengalihkan suaranya apda yang lain. Karena demokrasi
tidak menawarkan stabilitas politik yang memadai. Sebuah pemerintah kerap
berganti dalam proses demokrasi, juga membuat kebijakan yang kerab berganti
pula dan berpengaruh baik secara domestik maupun internasional.
Disamping itu, Sosialisasi
politik adalah sebuah proses penanaman nilai-nilai budaya politik dari satu
generasi ke generasi, atau sebagai suatu pembentukan sikap orientasi politik
para anggota masyarakat. Oleh sebab itu sosialisasi politik diperlukan dalam upaya
untuk mendidik rakyat untuk memahami apa yang dilakukan oleh partai politik itu
sendiri. Karena Sosialisasi politik adalah salah satu faktor yang penting dalam
partai politik sebab dengan sosialisi maka, masyarakat dapat mengetahui tentang
sebuah berpolitik yang baik, dan dapat di mengerti oleh semua masyarakat serta
dapat mengenal wajah-wajah para aktor politik yang mencalonkan diri sebagai
pimpinan.
Menurut Jimly Assiddiqie, Dalam
negara-negara yang demokratis fungsi partai politik dalam proses penyelenggaraan
negara berfungsi antara lain, sebagai sarana komunikasi politik, sarana
sosialisasi politik, sarana rekrutmen politik, serta menjadisarana pengatur
konflik (conflict management).
Sedangkan di negara-negara berkembang fungsi partai politik (1) menyediakan
dukungan basis massa stabil, (2). Integrasi dan mobilisasi dan (3) memelihara
kelangsungan kehidupan politik.
Menurut penulis, Dari fungsi
partai-partai politik tersebut sebagaimana dikemukakan di atas, maka tugas
penting politisi dalam kehidupan politik ialah bagaimana membangun dan dan
menyiapkan insfraksturuktur dan suprastuktur politik yang kuat agar tujuan
membangun sistem politik demokratis bisa tercapai pada sasaran yang dikehendaki
bersama. Maka Rekrutmen dilakukan agar dapat menyeliksi calon-calon para kader
politik yang baik, berkualitas dan dapat
memperjuangkan aspirasi anggota-anggotany serta dan memperjuangkan aspirasi
rakyat. Oleh karenanya dalam proses rekrutmen
perlu ada partisipasi baik dari anggota partai politik maupun dari
masyarakat agar suatu pemelihan dapat berjalan dengan baik tampa adanya
hambatan-hambatan. Di mana, dalam hal ini partai politik memberikan kesempatam
terhadap masyarakat untuk menggunakan partai
politik sebagai wadah dalam berpolitikan dan menyalurkan hak politik
mereka.
Dalam proses politik yang
dilakukan partai politik, tentu ada hal yang perlu perhatikan yang berkaitan
langsung dengan upaya untuk meraih kemenangan dalam Pemilu, tentu semua partai
memerlukan dukungan yang aktif dari basis massa mereka sendiri. Sebab dalam
sistem demokrasi maupun sistem totaliter, baik partai kader maupun partai
massa, tentu memerlukan dukungan yang kongkret dari basis massa mereka. Bila
basis massa tidak didedukasi secara baik, tentu partai-partai peserta pemilu
tentu tidak mencapai hasil maksimal sesuai dengan target politik yang telah
digagas oleh partai tersebut. Disamping itu, persolan mendasar dari hilangnya
dukungan dari basis massa terhadap partai politik, menurut Daniel Dhakedae, persoalan partai cenderung
mengambil jalur dan aliran. Partai yang mengambil jalur kelas membedakan
dirinya dari yang lain pandangan terhadap modal, yang akhirnya membagi
masyarakat itu atas kelas pemilik modal dengan kaum buruh dengan segala
kompleksitasnya. Partai yang mengambil jalur aliran membedakan dirinya dari
yang lain berdasarkan pandangannya terhadap dunia dan persoalannya, dan
bagimana cara memecahkannya, jalur agama dan kebudayaan menjadi pilihannya. Dua
sumbu memisahkan seluruh pengelompokan partai-partai politik yang berkompetisi
di dalam pemilihan umum yang akan datang. Hal ini sesuai dengan pandangan
penulis, melihat realitas partai politik di Indonesia. Di mana, tingkat Golongn
Putih (golput) meningkat dsebabkan karena partai politik cenderung ekslusif dan
memanfaatkan suara rakyat semata untuk meraih kekuasaan di legislatif dan
eksekutif, dan cenderung korupsi serta pemilih mayoritas secara kuturil berasal
dari pulau Jawa sebagai penduduk Indonesia yang mayoritas.
Bahan bacaan.
Ramlan Subarki. MEMAHAMI
ILMU POLITIK. Jakarta: PT Gramedia widiasaran Indonesia. 2010.
Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. MENEGAKKAN ETIKA PENYELENGGARAAN PEMILU. Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada, 2013.
Anung Wendyartaka dkk Tim Peneliti dan Pengembangan
KOMPAS, Partai-Partai Politik Ideologi,
Strategis dan Program. Jakarta: KOMPAS. 1999
Tidak ada komentar:
Posting Komentar