Laman

Senin, 23 Mei 2016

SADAR LIMA MENIT ATAU SEBULAN...DAN MAAF KEMUDIAN

bulan suci kian mendekat, semua manusia yang merasa diri beragam islam. berbondong- menyuguhkan kata maaf aataupun lantunan syair yang merdu dan romantis. kata itu tentunya berangkat dari rasa sadar. sebab menuju bulan Ramadhan, semua manusia terlebih dahulu masuk kategori suci. andai tidak suci. puasanya tidak bernilai.
inilah yang memotivasi manusia mengutarakan kata maaf ataupun sebuah bentuk keinsafan pada orang lain terkait kesalahannya. semoga itu berlaku lama dan tidak terulang kembali.
kadang kata maaf atapun syair melancolis itu meneror ruanag kesdaran dan logika manusia. seakan manusia sebagai penentu dosa atau amalnya manusia itu sendiri. idelanya kata maaf itu di ucapkan setiap detik atau waktu dalam ruang dan posses interkasi dalam kehidupannya.
walau demikian, agama sebagai sarana penyadaran tak lagi seksi dalam memberikan penyadaran akan nilai filosofis dan idealnya kesadaran itu di perjuangkan. perpaduan agama dan budaya sulit di hindari. di mana ada budaya mudik, ketupat, ataupun opr ayam semua di tafsirkan mempunyai makna Ilahiah. namun demikian kita tidak hanya semata bergerak maju dalam ruang yg sesederhana itu. bagaimana dengan yang lain yang tidak dapat  menikmati kebudayaan tadi?
siapa yang mampu menjawab relitas semacam itu? disini perlu ada kesadaran yg objektif dan realistis bahwa hubungan manusia dan Tuhan tak bisa di ukur dari sebatas kata-kata ataupun kebendaan semata. sebab andai seudh ada parameter semacam itu, maka lahirlah manusia Homo Economicus atau manusia ekonomi. dan akan lahir pula manusia menjadi serigala bagi manusia yang lainnya. dalam hal ini Ali Syariati menulis:
Agama sebagai ideologi yakni keyakinan yang dipilih secara sadar untuk memberikan respon pada kebutuhan dan masalah masyarakat yang terjadi. Agama sebagai ideologi bukanlah agama yang mempertahankan dan melegitimasikan status quo tetapi yang memberikan arah kepada bangsa untuk mencapai apa yang dicita-citakan.Ali Syariati.

ini hanya shering semata....
Kamaruddin Salim
Universitas Nasional Jakarta
30 Juli 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar